A Red Yarn

Judul                     : A Red Yarn
Author                  : Uci Pradipta
Genre                   : Romance.
Type                     : Short Story.
Ratting                  : PG
Disclaimer            : Semua char adalah hasil dari imajinasi saya, dan jika ada kesamaan karakter dan nama hanyalah ketidaksengajaan belaka. Hasil nulis beberapa jam aja dan harap maklum kalo banyak typo :3 hehe. Masih membutuhkan kritik dan saran karena kesalahan masih ada disana sini. Sekian. Please enjoy the story J


A Red Yarn

Mentari bersinar dengan terangnya, membuat hari nampak cerah dan menyenangkan. Kelas 11B SMA Negeri  Yokohama yang sedang pelajaran olahraga Nampak tak terganggu dengan teriknya matahari. Kali ini mereka menggunakan lapangan outdoor.
“Nanami, tangkap!” teriak salah satu siswi yang melemparkan bola basket kearah siswi yang bernama Nanami. Nanami adalah gadis populer di SMA Negeri Yokohama. Badannya atletik, tubuh tegap, tingginya mencapai 165 cm, cukup tinggi untuk gadis seusianya. Rambutnya panjang sebahu, lurus dan hitam alami. Ia memiliki sifat ramah dan rendah hati, dan jika ia tersenyum, maka siapapun akan luluh jika melihatnya. Prestasi akademik dan non akademiknya pun juga tak dapat dielakkan. Ia gadis yang serba bisa. Selain itu, ia juga menjadi ketua organisasi palang merah di sekolahnya. Benar-benar gadis idaman.
“Hai!” jawab Nanami. Ia mendribble bolanya menuju ring lawan. Menghindari lawan dengan gerakan yang elegan. Dengan sekali shoot, ia bisa memasukkan bola basket ke ring. Sorakan pun menyeruak.
“Kyaaaa! Nanami-senpaiii! Kakkoiiii!!” teriak salah satu fans Nanami. Dan disusul dengan pujian-pujian yang lainnya.
“Ganbatte Nanami-chan,”
“Sasuga Nanami-chan!”
Mendengar ada yang memujinya, Nanami hanya mampu memberikan seulas senyum yang benar-benar membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta kepadanya.
Selesai bermain basket, ia segera menuju ruang ganti.
Diperjalanan ia melepaskan ikat rambutnya, menguraikan rambutnya yang indah lurus alami tersebut. Anginpun seakan ingin membelai rambut indahnya, membuat Nanami benar-benar tampak seperti bintang iklan shampoo. Orang-orang yang melihatnyapun terperangah melihat keindahan yang Nanami pancarkan. 

“Astaga! Sepertinya hatiku telah dicuri olehnya.” Kata seorang siswa.
“Benar-benar jelmaan malaikat,” balas siswa satunya,
Kedua siswa itupun berlalu. Namun, dibalik tiang penyangga ada seorang yang mendengarkan percakapan kedua siswa tadi. Dengan tatapan yang dingin, ia membenarkan posisi kacamatanya. Kemudian pergi begitu saja.

“Nanami, kau benar-benar hebat! Mengapa kau tidak mengikuti klub basket saja?” Tanya siswi yang bernama Sora.
“Tidak, aku sudah banyak menolak ajakan seperti itu dari berbagai klub olahraga. Aku hanya suka melakukannya saja, tidak bermaksud untuk menjadi seorang professional” jelas Nanami.
“Padahal menurutku kau sudah seperti professional ketika memainkan berbagai macam olahraga. Kau baik dalam segala bidang, Nanami-chan.” Kata Nagisa menambahi.
“Jangan begitu, aku jadi malu,”  jawab Nanami dengan nada bercanda dan mempraktikkannya seperti gadis yang sedang menyatakan cinta kepada seorang kakak kelas.
Semua yang berada di ruang gantipun tertawa melihat tingkah Nanami yang lucu. Satu lagi point Nanami, ia memang tegas dan dapat diandalkan, namun ia juga memiliki selera humor yang cukup bagus untuk membuat teman-temannya tertawa.
Sepulang sekolah, Nanami menuju ruang klubnya. Ia melihat ada sedikit keributan disana.
“Oh tidakkkk, bagaimana ini?”
“Bagaimana ini? apa dapat diperbaiki?”
“Kenapa bisa begini sih?”
Nanami melihat ke arah meja computer. Ada beberapa orang yang mengerumuninya, paling tidak ada 5 orang disana.
“Hikari-kun, Yamada-kun, Riisa-chan, Sayaa-chan…” gumam Nananmi sambil mengabsen siapa saja yang ada diruang tersebut.
“Eh? Siapa orang yang berkacamata itu?” kata Nanami ketika tersadar orang yang menggunakan computer di ruang klubnya adalah orang asing, bukan berasal dari klubnya.
“Waa? Nanami-samaaaaa….” Jerit Yamada ketika menyadari akan kehadiran Nanami diruang klub tersebut, kemudian menghampirinya. Yamada merupakan fans sepanjang masa Nanami, tak heran jika ia memanggil Nanami dengan akhiran –sama.
“Doushita no? Siapa laki-laki berkacamata itu? Anggota baru klub kita?” Tanya Nanani.
Riisa dan Sayaa akhirnya menghampiri Nanami juga.
“Bukan, dia dari klub IT. Kami meminta pertolongannya karena computernya tidak dapat hidup.” Jelas Riisa.
“Dan juga tadi layar monitor menjadi biru semua. Diantara kami berempat tidak ada yang sanggup membenarkan keadaan computer seperti semula. Jadi kami meminta tolong bantuan kepada klub IT,” jelas Sayaa.
Beberapa detik setelah Sayaa berhenti berbicara, laki-laki berkacamata itu berdiri.
“Komputernya sudah bisa digunakan seperti biasa. Ini hanya masalah sepele, seharusnya ketua kalian yang serba bisa itu dapat membenarkannya,” kata laki-laki berkacamata itu.
“Saa.. aku memang bisa tapi sudah terlanjur kau benarkan…” Nanami menggantungkan kalimatnya. Ia baru tersadar, dari ucapan siswa berkacamata itu menunjukkan sebuah sindiran.
“Sumimasen, maksudmu apa tuan berkacamata?” Tanya Nanami sedikit emosi.
Siswa berkacamata itu menghampiri Nanami, ia berhenti satu langkah dihadapannya.
“Kamu adalah Nanami Kitagawa bukan? Gadis idaman yang serba bisa itu..” jawab siswa berkacamata itu.
“Kau ini siapa? Nada bicaramu tidak sopan sekali” balas Nanami.
“Dia itu Aoi, Aoi Nakajima. Dia juga popular sama sepertimu. Ia terkenal tampan, dingin, dan juga pintar dalam hal IT. Dia juga banyak didamba-dambakkan banyak siswi sekolah ini, bahkan sekolah lainpun juga.” Jelas Sayaa.
Siswa berkacamata yang bernama Aoi itu hanya diam saja, menatap Nanami dengan dingin.
“Oh, jadi itu kau? Aoi si tampan yang super canggih?” kata Nanami, ia teringat teman-teman sekelasnya pernah membicarakan tentang siswa bernama Aoi yang super tampan dan juga canggih IT.
Aoi tersenyum, kemudian membelai rambut Nanami. Tangannya ditangkas Nanami dengan cepat. Senyum pahit muncul dibibir Aoi. Di sisi lain, Yamada terlihat sangat terkejut mendapati sang idolanya disentuh oleh seorang siswa yang beru saja ia temui.
“Sasuga Nanami-chan, rambutmu benar-benar indah dan lembut seperti yang diberitakan” kata Aoi.
“Pergi. Terimakasih atas bantuanmu, tuan lancang.” Kata Nanami dengan kepala yang tertunduk. Mencoba meredam emosinya.
“Iie, aku ingin disini saja.” Kata Aoi dengan entengnya, kemudian duduk di sofa, tak memperdulikan aura emosi dari Nanami.
Sedetik kemudian, Nanami menoleh ke Aoi. Keduanya saling menatap. Tatapan tajam dan memburu Nanami berikan kepada Aoi. Dengan satu gerakan, Nanami meraih tangan Aoi. Kemudian menggeretnya keluar ruangan klub dengan paksa. Berhasil. Aoi tak menunjukkan reaksi untuk memberontak.
“Jika aku bilang pergi, maka kau harus pergi.” Kata Nanami dengan tatapan membunuh. Kemudian ia meninggalkan Aoi didepan ruang klub. Sedetik setelahnya, Nanami membanting pintu. Entah mengapa, ia benar-benar naik pitam kepada Aoi.

Hari berikutnya tiba. Tersebar berita bahwa Nanami dan Aoi sedang dalam masa bertengkar.
“Nanami-chan, apa benar kau bertengkar dengan si mata empat itu?” Tanya seorang siswa dikelasnya, Nampak emosi.
“Iya, aku mengusirnya dari ruang klubku. Ia sepertinya tidak tahu tata karma.”
“Berarti, kamu sedang tidak berkencan dengannya bukan?” susul temannya .
“Tentu saja tidak.” jawab Nanami dengan tegas.
“Nah! Jika Nanami-chan berkata tidak, maka benar-benar tidak! Gossip itu hanya palsu. Hhh, kira-kira mau kau apakan si mata empat itu? Dia tidak punya tata karma bukan?” Tanya siswa itu kepada seorang temannya.
“Nanami-chan, kami akan membereskan si mata empat itu,”
Nanami-chan mengangguk, ia tersenyum ceria kepada dua teman sekelasnya itu, membuat mereka ikut ceria karena mendapatkan senyuman Nanami yang membuat semangatnya meningkat dengan pesat.

Saat makan siang dikantin. Seperti biasa, Nanami selalu makan bekalnya bersama dengan teman-temannya. Awalnya suasana kantin renyah seperti biasanya. Namun, ketika Aoi datang menuju meja tempat Nanami dan teman-temannya makan.
“Bisakah aku duduk disini dan hanya berdua dengan Nanami-chan saja?” Tanya Aoi kepada 3 orang teman Nanami dengn disertakan sunyum yang ia simpulkan dibibirnya. Merekapun mengangguk dan meninggalkan meja itu.
“Astaga..” gumam Nanami sambil menepuk dahinya pelan.
Kemudian Aoi segera duduk dan membuka kotak bentounya.
“Itadakimasu..” kata Aoi gembira. Nanami tidak melanjutkan makan, ia hanya menatap tajam Aoi.
“Nanami-chan mau mencoba bentou ku? Aaaa…” kata Aoi sambil mencoba menyuapkan bentounya ke Nanami.
Seperti yang sebelumnya, Nanami menangkis tangan Aoi. Membuat sumpit dan tempura terjatuh.
“Pergilah. Kau sangat mengganggu.” Kata Nanami dingin, ia tak memperdulikan sumpit dan tempura yang jatuh.
“Tidak mau. Aku ingin ada disini,” jawab Aoi.
“Kalau begitu aku yang akan pergi,” kata Nanami kemudian berdiri dengan cepat, membuat kursi besi yang ia duduki berdecit keras. Membuat semua orang menatap kearahnya.
“Jangan, aku ingin kau selalu ada disisiku.”
“Cih.. kau pikir siapa kau ini? Apa kau tidak mendengarku tadi berbicara apa? Kau-sangat-mengganggu.” Balas Nanami dengan kejam.
“Aku tidak peduli, aku hanya ingin bersamamu” jawab Aoi.
Kemudian, muncullah suara seorang siswa yang Nanami kenal, Hokuto. Ketua OSIS SMA Negeri Yokohama yang juga tak kalah popular. Hokuto adalah mantan kekasih Nanami.
“Bukankah Nami-chan sudah mengatakan bahwa kau itu mengganggunya?” kata Hokuto muncul dari belakang Aoi. Kemudian berjalan menuju Nanami, dan berdiri disampingnya.
Nami-chan adalah nama panggilan Hokuto kepada Nanami.
“Apa itu belum cukup menjelaskan? Ayo, kita pergi saja dari sini Nami-chan.” lanjut Hokuto kemudian menggandeng Nanami dan beranjak pergi dari tempat itu.
Mereka menuju taman. Dibawah pohon yang rindang, Hokuto dan Nanami duduk bersebelahan. Tetap ada jarak diantaranya.
“Hai, makanlah bekalku saja” kata Hokuto sembari memberikan bentounya kepada Nanami. Tanpa menolak, Nanami memakan bentou tersebut.
“Kenapa kau begitu baik terhaddapku? Meskipun dulu aku sudah kejam terhadapmu?” Tanya Nanami dengan polosnya.
Hokuto tersenyum, “Entahlah, aku tidak bisa melupakanmu. Aku juga tak bisa berbuat kejam kepadamu. Yang ku bisa hanya berbuat yang terbaik untukmu.”
“Kau tahu? Aku tak akan pernah kembali kepadamu.” Jawab Nanami lembut.
“Aku tahu. Dan aku juga tak bisa memakasamu untuk kembali kepadaku. Aku tak bisa menghentikan segala perhatianku kepadamu. Jika kau membutuhkanku, aku akan selalu ada untukmu.” Jelas Hokuto, kemudian tersenyum lembut kepada Nanami.
“Arigatou, aku bersyukur telah bertemu denganmu. Kita akan menjadi teman samapi kapanpun” balas Nanami.
“Ya, sampai kapanpun..” kata Hokuto mengulangi perkataan Nanami.


Nanami berjalan menyusuri koridor sekolah, menuju lab bahasa yang berada di ujung gedung. Tak sengaja, ia mendengar orang-orang yang berbicara buruk tentangnya. Tidak hanya satu atau dua orang saja. Lebih dari sepuluh orang yang tak sengaja ia dengarkan percakapannya tentang dirinya.
“Kau tahu? Nanami itu sok jual mahal. Aku benci dengannya, cih, dia terlalu sok sempurna”
“Itu kan gadis idaman pada orang tolol?hahah”
“Lihatlah senyum palsunya itu!”
“Apa dia benar-benar serba bisa? Berarti dia bisa menjadi seorang bit*h dong?hahaha”
Dan masih banyak lagi gunjingan yang tak ingin ia dengar. Ia menunduk, merasa sedih. Ia juga bingung, mengapa orang-orang begitu membencinya. Apa kesalahan yang telah ia perbuat kepada mereka. Tubuh Nanami menjadi lemas memikirkan hal-hal tersebut. Ia terpuruk. Ia tak bisa menangani hal-hal seperti ini.
Sebuah rangkulan hangat dan terasa begitu nyaman hadir di pundak Nanami. Ia pikir, bahwa yang merangkulnya adalah Hokuto. Ia pun mendongak. Terkaget. Ternyata yang memberinya kehangatan dan kenyamanan itu adalah Aoi. Nanami mencoba untuk melepaskan rangkulan tersebut. Tetapi Aoi bersikeras untuk tak melepaskannya.
“Tetaplah seperti ini untuk sementara. Jangan menunduk, kau hanya perlu tersenyum dan menunjukkan kepada orang-orang yang menggunjingmu bahwa kau ini tidak seperti yang mereka katakan. Tunjukkan kepada mereka ketegasanmu dan keindahanmu. Tetaplah menjadi dirimu sendiri.” Kata Aoi yang tetap merangkul Nanami. Pada saat itu, Nanami menurutinya.
Setelah sampai didepan lab, Aoi melepaskan rangkulannya. Ia tersenyum pada Nanami, kemudian mengelus kepalanya dengan lembut.
“Terimakasih. Tapi aku benar-benar tidak merubah apa yang telah kukatakan sebelumnya.” Kata Nanami mengawali pembicaraan.
Ya, beberapa hari yang lalu Aoi menyatakan perasaannya ke Nananmi. Berulang kali Aoi mengungkapkannya, dan juga berulang kali Nanami menolaknya.
“Begitu juga denganku, perasaanku tak akan pernah berubah. Aku menyukaimu. Aku selalu menyukaimu.  Bahkan jika kau menyukai orang lainpun, aku akan tetap menyukaimu.”
Nanami tertegun. Ia benar-benar melihat tekad dan betapa gilanya Aoi. Sesungguhnya, Nanami menutup hatinya kepada siapapun, ia bersifat dingin dan acuh jika ada laki-laki yang mencoba ingin membuka pintu hatinya. Ia tak ingin jatuh cinta lagi. Ia belum siap untuk jatuh cinta lagi. Ia tak ingin hatinya terluka lagi.
“Kau gila, menyerah sajalah.”
“Ya, aku telah menyerahkan hatiku untukmu Nanami-chan.”
“Terserah kau saja” jawab Nanami singkat, kemudian meninggalkan Aoi, masuk ke ruang lab bahasa.

Satu minggu, dua minggu, satu bulan, dua bulan, tidak ada perubahan. Aoi nampaknya benar-benar jatuh hati kepada Nanami. Keduanya semakin sering bertemu, semakin sering mengobrol. Nanami tak menyadari sejak kapan mereka menjadi lebih dekat. Mungkin, pintu hati Nanami mulai terbuka untuk Aoi.
“Kau tau tidak? Hari ini sangat melelahkan. Iyakan?” Tanya Nanami kepada Sayaa. Mereka berdua mengikuti rapat dengan OSIS hari ini. Dan sekarang mereka menuju ke kantin untuk membeli minum.
“Iya, benar-benar melelahkan. Nampaknya banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini” jawab Sayaa.
Tak sengaja Nanami melihat ke salah satu tiang penyangga. Ia melihat Aoi bersama seorang gadis. Terlihat mesra, dan keduanya nampak senang. Nanami menerjabkan matanya, ia menyadarkan dirinya. Hatinya terasa begitu sakit melihatnya.
Dan detik itu juga, Nanami telah mengambil pilihan untuk tidak bertemu atau mengobrol dengan Aoi. Memikirkannya saja sudah membuatknya merasakan sakit, apalagi jika ia harus bertemu dan mengobrol dengan Aoi?
Satu minggu, dua minggu, Nanami berhasil untuk tidak bertemu maupun mengobrol dengan Aoi. Namun, kehidupan Nanami selama dua minggu tersebut terasa hampa, ia seperti mayat hidup. Ia hidup, namun hatinya terasa kosong. Benar-benar menyedihkan.
“Hei Nanami-sama, ada apa denganmu? Kau terlihat sedikit berbeda belakangan ini?” Tanya Yamada.
“Aku baik-baik saja. Ya, setidaknya semoga.” Jawab Nanami kemudian memberikan Yamada sebuah senyuman.
“Nanami-sama, kau memang cantik dan manis ketika tersenyum. Tetapi dari senyuman yang kau berikan padaku baru saja, senyuman itu justru terlihat menyakitkan dan penuh kepedihan.” Balas Yamada.
“Kau sangat memperhatikanku rupanya, hahaha” jawab Nanami dengan nada bercanda.
Ruang klub terasa renyah kembali, setidaknya sampai sebelum Aoi datang dengan membuka pintu klub secara tidak sopan.
“Hei! Kau itu buta tata krama ya?” kata Yamada naik pitam.
Tak ada jawaban.
“Apa maumu?” akhirnya Nanami mengeluarkan suara.
“Dirimu!” jawab Aoi.
Kali ini dialog hanya dipegang dua orang, Nanami dan Aoi.
“Berhentilah mengucapkan perkataan omong kosong yang tak bertanggung jawab.”
“Aku tidak pernah mengucapkan omong kosong.”
“Pergilah dengan wanita yang kau mau. Silakan pergi dari sini”
“Wanita yang kumau hanyalah dirimu.”
“Cih..”
Nanami bersyukur dapat melihat wajah Aoi, namun disisi lain ia merasa sangat sakit dan tidak ingin bertemu dengannya.
“Pergilah, sebelum kau terlalu jauh melangkah.”
Dalam beberapa gerakan saja, Aoi meraih Nanami dalam peluknya.
“Aku hanya ingin melangkah bersamamu, Nanami.” kata Aoi melingkarkan tangannya ke tubuh Nanami.
Air mata Nanami mengalir dari sudut matanya. Ia sangat ingin berkata ‘teruslah berada disampingku, aku mulai menyukaimu’. Namun ia tak dapat mengatakan hal tersebut. Nanami menyeka air mata yang terlanjur mengalir keluar. Kemudian mendorong kasar Aoi, mencoba melepaskan peluk Aoi. Dan berhasil.
“Aku tidak ingin membencimu. Aku tidak bisa. Tapi kau sangat menggangguku. Kau begitu menjengkelkan. Pergilah, aku tak ingin melihatmu lagi!” kata Nanami dengan kejamnya, kemudian meninggalkan ruangan klub.
Nanami berlari, mencoba untuk melampiaskan amarahnya. Sambil berteriak, tak tersadar air matanya juga mengalir.
“Aoi baka! Bakaaa!” jerit Nanami.
Nafasnya memburu. Membuat pandangannya menjadi kabur. Ia menjatuhkan dirinya di tengah ladang bunga Matahari. Ia berteriak dengan keras, meluapkan emosinya. Kemudian ia mulai menangis lagi.
“Kamisama, jika memang Aoi adalah orang yang kau ikatkan benang merah denganku, maka tolonglah, buatlah akhir cerita yang indah.”
Nanami tersadar, ia telah jatuh cinta kepada Aoi. Ia menyukai segala yang ada didalam diri Aoi. Ia rindu setiap saat Aoi selalu bersamanya ketika berhadapan dengan orang yang menggunjingnya, bahkan membencinya. Aoi adalah satu-satunya orang yang dapat membuatnya semangat dan mempunyai alas an untuk hidup.
“Aoi,, suki da..” gumam Nanami sebelum ia tak sadarkan diri.


Nanami berjalan menyusuri jalan setapak menuju sebuah taman. Dengan menggunakan dress putih, ia melangkah dengan elegan. Disana, nampak ada seorang pria yang menggunakan setelan jas rapih berwana putih, senada dengan dress yang dipakai Nanami.
Pria itu tersenyum, kemudian menghampiri Nanami.  Mengulurkan tangan kepada Nanami, kemudian menggandengnya. Sesampainya di tengah taman, pria itu berhenti berjalan dan melepaskan genggaman tangan Nanami. Ia menghadap ke Nanami. Jaraknya sangat dekat. Ia menempelkan dahinya ke dahi Nanami. Sejurus kemudian, ia mengecup lembut dahi Nanami.
“Nanami, kita memang dipertemukan oleh kamisama. Kau dan aku, memang sudah ditakdirkan untuk bersama,” kata pria itu kemudian memberikan kecupan dibibir Nanami.


Nanami menerjab-nerjakabkan matanya. Ia terbangun, ia sudah sadar.
“Ah.. jadi itu hanya mimpi” gumam Nanami yang nampak kecewa setelah bangun dari mimpi indahnya. Raut wajahnya menampakkan kesedihan yang mendalam.
Ia tersadar sekali lagi. Ia sudah tak berada di lading bunga Matahari lagi. Sekrang, ia berada di sebuah kamar. Kamar inap di rumah sakit. Nanami baru teringat kalau ia sempat tak sadarkan diri.
Suara langkah kaki datang mendekat. Nanami tak tahu siapa yang datang. Dokter pikirnya, namun bukan. Aoi muncul dihadapannya.
“Bisakah aku selalu berada disampingmu? Bisakah aku menjagamu dengan segala kemampuan yang aku miliki? Aku mencintaimu. Bisakah..” kalimat Aoi menggantung.
“Tentu saja bisa. Kau bisa bersamaku. Kau bisa memiliku sekarang. Aku mencintaimu.” Kata Nanami lemah. Ya, keadaan fisiknya belum kembali  normal seutuhnya.
Aoi mendekat, kemudian memeluk tubuh wanita yang ia cintai itu.
“Bisakah kita menjaga ikatan yang telah ditakdirkan tuhan?” Tanya Aoi. Kini, air matanya ikut mengalir keluar.
Nanami mengangguk.
Kemudian Aoi melepaskan pelukkannya. Beralih mencium dahi Nanami dengan lembut dan penuuh dengan kasih sayang.
“Aku mencintaimu..”

[end]

Komentar

Postingan Populer