Teman Masa Gitu
Title : Teman Masa Gitu [Part 3 - END]
Genre : Fantasy, Romance, Friendship, Shounen
Type : Multichapter -END-
Author : Ucii Pradipta
Cast : Yamada Ryosuke, Nakajima Yuto,
Arioka Daiki [Hey! Say! JUMP], Yamazaki Kento, Yo Yoshida dan segelintir OC
liannya.
Disclaimer : This is Just a
fanfiction. Kesamaan sifat dan karakter adalah ketidak sengajaan. Cerita dan
karakter yang dibuat tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun, karena
cerita ini dibuat untuk hiburan semata. Please enjoy!
Teman Masa Gitu
“Wah, ada apa ini?” ujar Daiki kaget melihat kerumunan orang
yang berada di depan galeri. Ia mencoba menyusup diantara kerumunan orang-orang
tersebut.
“Maaf, pameran ditutup sementara dan akan dibuka kembali
nanti sore!” ucap seorang dosen pembimbing berharap para pengunjung tidak
melihat apa yang terjadi. Namun Daiki berhasil menyusup masuk di tengah
kerumunan itu.
“Ini pasti ulahmu! Bangsat!!!” teriak seseorang dengan nada
tinggi.
Daiki kaget, orang itu berteriak ke arah Yamada. Para
pengunjung juga ikut tersontak. Ada perkelahian saat open gate pameran ini.
“Are? Ada apa ini?” ucap Yuto polos. Daiki juga mengeluarkan
ekspresi polos saat melihat Yuto tiba-tiba berdiri disampingnya.
“Apakah ini takdir?
Apakah ini yang di rencanakan tuhan? Aku dan Yuto pasti dipertemukan untuk
membantu Yamada! Terimakasih tuhan!!” batin Daiki.
“Ore janai!” bantah Yamada dengan nada tak kalah tingginya.
Daiki menoleh ke arah Yuto, ia mengangguk memberi isyarat untuk maju dan
membantu Yamada.
“Uso! Kau pasti pelakunya, kan? Mengaku saja!” balas
Yamazaki semakin memanas. Ia maju beberapa langkah dan berdiri tepat di depan
wajah Yamada.
“Oyaoya, apa yang terjadi? Astaga, kenapa lukisan wanita
cantik itu bisa rusak seperti itu?” tanya Yuto.
“Orang ini merusaknya!” saut Yamazaki sambil mendorong
Yamada mundur.
“Ore janai!”
“Kau merusaknya, karena merasa kalah saing dengan
Yamazaki-san?” tanya Yuto
“Ore janai yo!” balas Yamada yang masih tidak mengakui
kesalahannya.
“Aku tak menyangka kau akan berbuat hal sekotor ini. Kau
bukan Yama-chan yang ku kenal.” Ucap Yuto semakin mendramatisir.
Yamazaki terus-terusan mendorong Yamada. Wajahnya frustasi,
sedih dan seakan tidak percaya. Ia baru berhenti ketika Yamada menghentikan
serangan itu.
“Ore Janai yo!” ucap Yamada dengan tegas.
Yamazaki memegang pundak Yamada. Ia menunduk. Sedetik
kemudian ia merangkul Yamada dengan ekspresi sinis.
“Bukan Yamada pelakunya, tapi kau!” ucap Yamazaki sembari
menunjuk Yuto dengan dagunya.
“Hah? Apa-apaan ini? Aku pengunjung disini!” ujar Yuto
berlagak. Bahkan Daiki mengangguk saat Yuto membantah.
“Daiki, kau masih percaya dengannya? Jangan bercanda!” ucap
Yamada miris.
“Lihatlah ini.” Susul Yamazaki kemudian memberikan sebuah
tablet kepada Daiki.
Di tablet tersebut terdapat sebuah video, bukti bahwa Yuto
adalah pelaku perusakan karya Yamazaki. Di dalam video tersebut tampak jelas,
seorang pria berpostur tinggi dengan mengenakan pakaian serba hitam sedang
mencermati lukisan milik Yamazaki. Kemudian pria itu melepaskan maskernya,
kemudian menyeringai lalu mengeluarkan cat semprot. Ia menurunkan lukisan
tersebut, kemudian dengan pisau kecil, ia merobek lukisan tersebut.
Mata Daiki menatap Yuto pilu, ia sedih melihat kenyataan
yang ada. Yuto kini bak makhluk asing, bukan hanya itu, ia juga sumber
kesedihan dari orang-orang disekitarnya.
“Tidak mungkin. Aku sudah mematikan semua sistem keamanannya
kemarin!” gumam Yuto saat ia merasa terdesak.
“Kami juga memasang beberapa kamera pengintai di beberapa
tempat. Tujuan awalnya untuk merekam ekspresi orang-orang saat melihat dan
mengamati karya kami, bukan untuk merekam tindakan kurang ajarmu itu!”
Yuto mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Tiba-tiba ia
menyerang Yamada tanpa aba-aba. Membuat semua orang kacau.
“Yuto, aku bukan Daiki yang diam saja ketika kau jatuhkan.
Aku muak denganmu! Aku tidak percaya aku memiliki teman seperti dirimu!” ucap
Yamada emosional namun tersirat kesedihan di matanya. Keduanya adu hantam,
sama-sama kuat sehingga belum ada yang jatuh.
“Aku tidak perduli! Aku hanya ingin melihatmu susah, itu
membuatku senang!” balas Yuto sambil mengelap darah di sudut bibirnya. Sedetik
kemudian ia kembali menyerang Yamada. Matanya penuh dengan rasa haus darah,
haus akan menyiksa orang, haus akan kesengsaraan orang lain.
“Oii, sadarlah. Apa yang terjadi denganmu, bangsat!” kali
ini Yamada menghindari semua serangan dari Yuto. Ia marah, namun ia juga sedih
karena sosok yang ia panggil sebagai teman justru melakukan tindakan yang tidak
masuk akal.
Karena Yuto menyerang dengan segala barang yang ada di
sekitarnya, Yamada memutuskan untuk berlari keluar galeri. Ia tak ingin pameran
tersebut hancur karena perkelahian tersebut. bahkan ketika sudah di luar gedung
sekali pun, nafsu Yuto untuk menghabisi Yamada tidak luntur satu persen pun.
Beberapa ada yang berteriak melihat kedua pemuda itu babak
belur. Ikemen manapun, kalau sudah babak belur wajahnya juga pasti akan
menakutkan. Banyak ibu muda yang menutupi mata anaknya agar tak melihat
perkelahian dua orang tersebut.
“Sampai kapan kau akan melarikan diri, hah?!” teriak Yuto
membuat Yamada berhenti melangkah.
Gawat. Yamada sudah tersenyum. Ia menunduk sesaat sebelum
akhirnya berbalik badan dan berjalan ke arah Yuto. Kini keduanya saling
bertatapan. Mata Yuto menatap Yamada dengan tajam, tidak ada ampun. Matanya
seakan memancarkan sesuatu yang negatif. Mata Yamada terbelalak seketika ketika
menyadarinya.
“Aku akan menghabisimu..” ucap Yuto setipis hembusan angin.
Mata itu. Bukan mata Yuto. Sesuatu telah mengganggunya,
Yamada yakin. Ia terpaku melihat kilauan mata yang bukan milik temannya itu.
Sampai-sampai, ia harus menerima pukulan keras di pipinya karena tak percaya.
Yuto meluncurkan pukulan itu secara tiba-tiba, membuat
Yamada jatuh tersungkur. Serangan selanjutnya datang secara bertubi-tubi.
Yamada berhasil menghindarinya. Namun ia sadar, perkelahian ini tak akan ada
habisnya jika ia hanya menghindari serangan Yuto. Ia ingin menyadarkan Yuto, ia
ingin membawa Yuto yang lama.
Yamada berdiri, kemudian melemparkan pukulan ke pipinya.
Selanjutnya ia tendang perut Yuto sehingga ia berhasil membuat Yuto sedikit
terpojok. Yamada tidak membiarkan kesempatan itu hilang begitu saja.
Yamada membanting Yuto, dan kemudian ia duduk di atas tubuh
Yuto. Meskipun Yuto memiliki tubuh yang lebih tinggi daripada Yamada, kemampuan
Yamada dalam berkelahi cukup baik. Sebelum bertemu dengan Yuto dan Daiki saat
SMA, Yamada pernah terjerumus masuk dalam sebuah geng sekolahan yang cukup
brandal.
“Sadarlah! Kau ingin membunuhku?” teriak Yamada sebelum
melayangkan tinjuan ke wajah Yuto.
“Cukuupppp!! Stop! Berhentilah!” suara Daiki muncul dari
kerumunan orang yang menonton perkelahian mereka. Daiki terengah-engah, ia
berlari mencari kedua temannya ini. Lalu dibelakangnya, muncul Yamazaki dan
beberapa teman lainnya yang menyusul.
“Kau tahu, betapa tersiksanya aku dan Daiki atas sikapmu?”
Yamada kembali emosional, air matanya mengalir dan berjatuhan di wajah Yuto.
Daiki terdiam. Ya, ia tersiksa atas sikap Yuto terhadapnya.
Juga, ia terdiam karena khawatir atas keselamatan kedua temannya itu.
“Aku tidak peduli.” Jawab Yuto tak acuh.
Raut wajah Daiki menjadi sedih. Yamada yang melihatnya
kembali naik pitam, sedih, kecewa dan rasa tak percaya bercampur menjadi satu.
“Jika dalam suatu hubungan persahabatan ada sebuah
perkelahian, seharusnya perkelahian itu nantinya akan menguatankan rasa
persahabatan tersebut, kan? Aku tidak ingin berkelahi lebih jauh lagi, jika
nantinya justru akan merusak persahabatan yang telah kita buat selama ini.”
Ucap Yamada, suaranya bergetar.
“Cih, sudah cukup! Aku muak!” balas Yuto kemudian mendorong
Yamada.
Yuto kembali menegakkan tubuhnya, siap menyerang Yamada
dengan seluruh tenaga yang tersisa.
Yamada menunduk, “Hah, yang benar saja..” ucapnya lagi.
Matanya dan bahkan senyum yang ia pamerkan saat ini mengandung kesedihan yang
mendalam.
Tangan Yuto mulai mengepal, ia melangkah maju seraya srigala
yang akan menyerang mangsanya. Ganas. Merupakan kata yang cocok untuk
mencerminkan Yuto saat itu. Yamada tersungkur saat menerima pukulan tersebut
namun kembali bangkit. Air mata Yamada mengalir begitu saja saat itu.
Sakit. Itu yang ia rasakan. Bukan hanya fisiknya namun
hatinya, perasaannya. Fisik yang sakit dapat diobati dan bisa segera pulih.
Tapi bagaimana jika hati yang sakit? Nafas terasa berat dan dadanya sesak, tapi
ia tak tahu alasannya. Lalu, bagaimana
cara menyembuhkan hati yang terluka?
“Yamada...” ucap Yamazaki miris saat Yuto meluncurkan
pukulannya.
Daiki menangis saat itu. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia
tak ingin kedua orang itu saling melukai lebih lama lagi. Dan saat Yuto
melayangkan serangan selanjutnya, Daiki berlari mendekatinya. Ia mendorong Yuto
agar ia tak menyerang Yamada lagi.
Benar. Yuto tak akan bisa menyerang Yamada lagi. Ia
terdorong dan keluar dari trotoar. Sebuah mobil yang melesat menghantam tubuh
Yuto yang kehilangan keseimbangan saat di dorong Daiki.
Ciiiittttt.... mobil itu mengerem mendadak.
Bagi Daiki dan Yamada, dunia sekan dalam mode “mute” dalam
sekejap. Dada yang terasa sesak, apakah
sebuah pertanda?
“Yutoooo!!!!” teriak Yamada dan Daiki bersamaan. Keduanya
berlari ke arah yang sama, di mana banyak darah berlumuran di aspal jalanan.
Air mata keduanya juga tak dapat di bendung lagi. Daiki
memluk Yuto dengan erat, ia berteriak. Sebuah teriakan yang penuh dengan rasa
penyesalan dan kepedihan yang mendalam. Begitu juga dengan Yamada, ia menangis
tanpa suara dan meratapi Yuto yang tergeletak di jalan.
Yuto sekarat.
*
Putih dan sepi. Hanya hembusan angin yang diam-diam memasuki
celah jendela rumah sakit serta rasa menyesal yang menemani hari-hari Yuto di
rumah sakit. Ia terbaring lemah dengan banyak kalbel yang menempel pada
tubuhnya. Serta berbagai perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya.
Seseorang menggenggam tangan Yuto yang tidak di perban.
Mengelusnya dengan lembut dan penuh perhatian serta kasih sayang.
“Aku tidak akan mengira seperti ini akhirnya..” ucap seorang
wanita berambut pendek. Ia datang entah dari mana asalnya.
“Padahal aku masih membutuhkanmu.. selalu..” lanjutnya
kemudian meremas tangan Yuto dengan kasar.
“Yo.. Yoshida-san..” ucap Yuto lemah, akhirnya ia siuman.
“Otsukaresamadeshita, sayangku.. terimakasih telah membuatku
kembali menjadi muda.”
Tak ada jawaban dari Yuto.
“Terima kasih telah menjadi pionku selama ini. Terima kasih
sudah mengumpulkan semua rasa kepedihan, kekecewaan, tersiksa untukku. Dengan
rasa yang menyedihkan yang telah kau buat dari teman-temanmu itu, aku bisa
meresapnya dan menjadikan diriku kembali belia.”
“Ja..jadi.. kau berkencan denganku, untuk memanfaatkanku?” balas Yuto dengan nada tak percaya dan
kesedihan di dalamnya.
“Aaah.. segar sekali rasanya meresap kesedihan dari
kekasihku sendiri...” gumam Yoshida bahagia. Kemudian ia maju beberapa langkah,
ia menjambak rambut Yuto.
“Aku akan memberitahumu beberapa rahasiaku, dengarkan
baik-baik.” Ujarnya kemudian dan mendekatkan wajahnya ke arah Yuto.
Hening. Tak ada jawaban dari Yuto.
“Kau adalah pemuda yang ke 178 yang pernah bersamaku.” ujar
Yoshida kemudian melepaskan jambakannya. Lalu mundur beberapa langkah.
Masih tak ada jawaban dari Yuto. Ia diam seribu bahasa.
“Lihat aku baik-baik.” Ujar Yoshida kemudian menutupi
setengah wajahnya dengan tangan kirinya. Beberapa detik kemudian, ia membuka
wajahnya dengan seringaian di wajahnya.
“Tidak mungkin... tidak mungkin!” akhirnya Yuto mulai
bersuara.
“Umurku sudah menginjak 264 sayang.... terimalah bahwa ini
kenyataannya.” Ujarnya kemudian menutupi wajahnya untuk mengembalikan wajahnya
yang cantik.
“Hahah.. Jadi, aku telah dikencani seorang nenek tua
pengguna ilmu sihir? Kasihan sekali kau ini Yuto..”
Yoshida teriak. Bunyi nyaring yang membuat telinga sakit. “Jangan panggil aku seperti itu!!” teriaknya
kembali.
Yoshida kembali mendekati Yuto. “Jangan buat aku sedih..”
ujarnya lagi.
“Aku.. aku berharap bahwa kau adalah reinkarnasi dari orang
itu. Aku.. aku mencintaimu, Yoshida. Aku ingin kau terlahir kembali.. aku ingin
bersamamu, aku mencintaimu.” Ucap Yuto pedih. Air matanya mengalir tanpa
rencana.
“Aku tidak bisa lebih dari ini. Kau sudah banyak menderita.
Kau tak dapat lagi membuat orang-orang disekitarmu bersedih, karena kau sudah
menjadi sumber kesedihan bagi setiap orang yang ada. aku tak bisa..” balas
Yoshida kemudian ia mengecup bibir Yuto yang pucat itu.
Yoshida mundur kembali. “Kau adalah kekasih favoriteku.
Karena itu, lupakanlah aku. Aku akan menghapus segala ingatanmu tentang diriku,
namun tidak dengan kesedihan dan penyesalan yang telah kau buat. Selamat
tinggal, kekasihku...” ucap Yoshida
sebelum merapelkan sebuah mantra.
Ruangan itu. Menjadi lengang. Seakan-akan partikel oksigen
juga menghilang dari tempat itu. Membuat suasana menjadi aneh. Yuto kembali
terlelap, dengan air mata yang mengalir di sudut matanya.
*
Suara langkah kaki yang tergesa-gesa membuat suara bergema
di ruangan itu. Yoshida menghilang dan Yuto terlelap.
“Apa yang harus kita lakukan?” ucap salah satu pemuda yang
kini berdiri di depan ranjang Yuto.
“Yappari kono onna..” gumam pemuda yang wajahnya penuh
dengan plester.
Kedua pemuda itu kini mengerti, mengapa Yuto berubah begitu
drastis. Ketika Yamada dan Daiki berada di koridor, mereka melihat sekelebat
bayangan yang aneh. Kemudian mereka berdua mengikuti bayangan tersebut yang
akhirnya masuk ke ruangan Yuto.
Percaya tidak percaya, kedua pemuda itu panas dingin
mendengarkan percakapan yang terjadi antara Yoshida dan Yuto. Cinta telah
mebuat Yuto buta. Ah, bukan. Yoshida telah mengelabuinya dengan atas nama
cinta.
“Ka.. kalian..” ucap Yuto lirih.
“Ha! Kau sudah sadar?!” ucap Daiki kaget.
“Mengapa kalian ada disini? Aku bahkan tak ada nyali untuk
bertemu dengan kalian setelah apa yang aku lakukan terhadap kalian..”
“Baka! Jangan membuatnya semakin rumit!” balas Yamada dengan
sinis.
“Kami disini, karena khawatir. Jangan lakukan hal bodoh lagi
ya.” Ujar Daiki lembut.
“Kami disini, untuk membantumu bangkit. Sou, karena kita ini
teman, kan?” imbuh Yamada..
“Minna...” jawab Yuto lemah, matanya berkaca-kaca.
Daiki mendekatinya dan kemudian memeluknya. “Kami akan selalu ada untukmu..”
Kemudian Daiki memberi kode Yamada untuk bergabung
dengannya, memeluk Yuto. Yamada tersenyum dan akhirnya ia bergabung.
“Terimakasih.. maafkan aku..” ujar Yuto sambil menangis.
“Bodoh! Jangan menangis! Aku juga ikut menangis nih.” Balas
Yamada..
“Tidak apa-apa kok, aku juga menangis!” timpal Daiki konyol
yang akhirnya membuat mereka bertiga tertawa.
Hidup mereka lambat laun kembali normal, walaupun banyak
orang yang kemudian tak suka dengan Yuto. Daiki dan Yamada selalu menemaninya
dan membantunya dalam berbagai hal. Mereka membatu Yuto agar benar-benar
terlepas dari segala pengaruh yang pernah Yoshida berikan padanya. Mereka
mebantunya bangkit. Dan pada akhirnya, mereka kembali membuat kenangan indah
dalam kehidupan mereka.
Akhir cerita, kisah
pertemanan mereka terselamatkan. Perseteruan itu pasti ada. Namun teman sejati
tak akan saling menyakiti. Rasa cinta itu perlu, namun ia tak akan menjadi
cinta yang sesungguhnya jika cinta itu justru menjerumuskan.
-END-
Komentar
Posting Komentar