Short Story: Bring Me Back To Life

Sorry, Tears and Smile part 6 not finsh yet (harap ditunggu ya, baru sampe orientasi,hehe). But, I’ve short story. Terinspirasi dari: Juken no Kamisama (Jdorama), Angel from the End(komik), SoulMate(novel). Kalo ini dijadiin dorama sp, aku bakal milih beberapa orang sbg pemeran di ceritaku ini:
  1. pokoknya yang jadi Michiko Sugawara (di Juken no Kamisama) = Sizuka Sugawara
  2. Ryutaro Morimoto (yang jd kimitsugu di Juken no Kamisama) = Matsumoto
*Bukan karena dia ichiban saya, melainkan, saya pingin Ryu makin maju actingnya, makin banyak filmography nya. Cuma itu kok.hehe
  1. Saya sendiri Uci Pradipta = Susan

Sou, mohon dinikmati~





#Susan’s POV

Siang itu, aku datang ke acara sekolah kakakku SMP khusus perempuan ternama di Jepang. Aku berjalan menuju tempat, menuju stand kakakku yang menyediakan mie. Aku sangat kaget ketika aku melihat poster di depan sekolahnya. Poter bergambar wajahnya yang tanpa ekspresi yang membuat anak kecil menangis yang bertuliskan ‘Sizuka Sagawara memasak! Datanglah di stand kami di kelas 1D’.
Ketika aku berjalan di koridor, ada cowok yang berbicara padaku. Mungkin seumuran denganku.
“2#%!%&^*@#” kata cowok itu
“Hah?” tanyaku
Aku lupa. Aku sedang mendengarkan musik. Telingaku kupakaikan headphone.
“Gomen gomen..” kataku sambil melepaskan headphoneku
Lalu cowok itu berbicara lagi. Sialnya aku tetap tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Ia berbicara menggunakan bahasa Jepang, sedangkan bahasa Jepangku sangat parah. Aku dari kecil tidak pernah tinggal di Jepang. Aku tinggal di Indonesia. Aku memang bukan orang Jepang. Dan Sizuka itu bukan saudara kandungku. Ayahku menikah dengan ibunya tahun lalu. Tapi aku baru sempat pindah ke Jepang sekarang. Usia kami berbeda 3 tahun.
Aku menyeringit.
“Sorry, what are you talking about? Sorry, I can’t speak Japanse well” kataku pada cowok yang menggunakan kacamata dan seragam seperti tukang masak.
“Ohh, please come to our stand. This.” Kata cowok itu sambil memberikan selembar kertas.
Ternyata kertas yang mempromosikan stand kakakku.
“Ahh, arigatou ne~” kataku sambil tersenyum pada cowok itu
Tidak yahu mengapa, cowok itu terpaku melihatku.
Ku ulangi perkataanku.
“Arigatou ne”
Cowok itu tersadar.
“Hai’. Douita” katanya singkat.
Lalu aku meninggalkannya pergi.
Entah, dia masih memandangiku atau tidak. Aku tidak ingin memikirkannya. Aku memasang headphone ku lagi.
Kulihat Sizuka sedang memasak mie. Wajahnya tetap menakutkan walau ia telah menggunakan seragam seperti baju tradisional berwarna cerah.
Antriannya banyak sekali. Aku menerobos kerumunan.
Berdiri didepan penggorengannya.
“Ichi” kataku memesan dengan nada datar.
Matanya yang tajam langsung menatapku.
“One-noodle-please”
Aku sengaja mengeja satu kata demi kata.
“Antrelah” katan kakak tak kalah datar lalu melanjutkan memasak.
“Aku sudah datang jauh-jauh. Buatkan satu porsi untukku”
Sizuka nee meletakkan spatulanya kasar. Menatapku lurus.
“Aku tak memintamu datang” jawabnya dengan nada dingin.
“Hh.. seharusnya ayah enggak menikah dengan ibumu” kataku
Orang orang yang mengantre tiba-tiba langsung memperhatikan kami, suara yang ramai tiba-tiba jadi hening.
“Pergilah” katanya sambil memasak kembali
“Dengan senang hati”
Lalu aku meninggalkan tempat itu. Kutabrak semua orang yang menghalangi jalanku. Lalu ada orang yang menegurku. Ternyata ia orang asing. Bukan orang Jepang
“Hey! Pakai mata dong kalo jalan!!” teriak orang itu
“ Mata untuk melihat. Bukan untuk jalan. Dasar bodoh” kataku acuh tak acuh padanya. Lalu ku tinnggalkan dia.

Aku pulang ke rumah. Rumah yang besar. Tapi tak pernah ditinggali. Ayah dan ibu tidak pernah berada di rumah. Dulu, ayah selalu meninggalkanku sewaktu di Indonesia dulu. Dan sekarang, terjadi lagi. Mungkin yang menempatinya hanya si robot yang dijuluki god of exam itu.

Aku tidur-tiduran disofa sambil menonton acara tv. Walaupun aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan, aku tetap menikmatinya. Presenter cowoknya yang membuatku tetap betah melihat acara itu. Kakkoi~
Terdengar suara pintu terbuka. Mungkin itu Sizuka nee.
Aku pura-pura tidur.
Ternyata benar.
Dia masuk dengan menenteng dua tas. Ia selalu membawa tas itu kemana-mana. Ia tak pernah membawa tas itu disatu sisi saja. Ia selalu membawa dengan tangan yang berbeda. Tangan kiri membawa tas bewarna silver, tangan kiri membawa tas bewarna biru. Ia melihatku. Lalu ia meletakkan kedua tasnya itu dimeja kaca depan tv, mematikan tv. Lalu berjalan kearah kamar. Setelah kembali, ia membawa selimut. Ia menyelimutiku. Setelah itu mengambil kedua tasnya dan pergi ke kamar.
Sebelum ia pergi ke kamar. Aku bangun.
“Tunggu!” cegahku
Ia berhenti. Tapi tak berbalik arah ke arahku.
“Kenapa kau sangat dingin pada semua orang?! apa kau juga seperti ini pada ayah dan ibu?” tanyaku
“Menurutmu?” katanya datar lalu berjalan ke kamarnya.
“Menurutmu?” aku menirukannya.
“Hhh.. dasar robot” keluhku sambil menuju kekamarku.

SREEEKKKK
Ada yang membuka pintu kamarku.
Sizuka nee.
“Turun. Ayo makan. Setelah itu belajar” katanya datar dan tentu saja dengan tatapannya yang tak kalah datar.
Aku menurut saja.
“Sekarang, Bantu kakak memasak”
“Masak?” tanyaku takut-takut.
Ia menoleh ke arahku. Menatapku tajam.
Aku takut sekali. Aku menurut saja.
Aku menggoreng lauk. Kakak memotong-motong sayur yang akan kami ask.
Karena aku tak pernah menggoreng sebelumnya, dan ditambah aku melamun, aku jadi salah memasukkan lauk ke wajan, melainkan tanganku sendiri. Aku langsung teriak dan menangis. Sizuka nee langsung menarikku mundur menjauhi wajan.
“Sudah kubilang, kau memotong sayur ini saja” katanya setengah marah.
Tanganku melepuh.
Setelah memasak selesai, tanganku diberi salep kakak. Aku tak bisa makan.
“Ayo. Kakak suap” katanya dengan nada datar dan wajah yang menyeramkan
“Tidak” kataku sambil menangis merasakan tanganku yang masih sakit dan menangis karena takut oleh sosok yang memaksaku makan.
Ia meraih daguku,mengangkat wajahku. Ia menatap mataku tajam.
“Makan”
Lalu aku menurut.

Keesokan paginya, aku minta pulang ke Indonesia. Nee-san mengantarku ke bandara.

“Arigatou ggozaimasu nee-san” kataku sambilsedikit membungkuk padanya.
“Kembalilah, saat kau sudah benar-benar mempunyai nyali untuk tinggal bersamaku” kata nee-san lalu meninggalkanku bersama orang kantor ayah yang menemaniku pulang ke Indonesia.
“Suatu saat nanti..” kataku sambil meyakinkan diri

4 years latter..


Aku mendengarkan lagu kesukaanku, Dreamer dari boyband kesukaanku Hey! Say! JUMP. Lagu itu bagus. Aku selalu tenag jika mendengarkannya. Lalu berlanjut Dream Come True dan Kagayaki Days. Ketika musik Kagayaki Days berhenti, akhirnya aku dijemput juga. Aku baru saja tiba di bandara Haneda Jepang.

“Aku pulang!!!!” kataku ketika memasuki rumah.
“Eh? Tidak ada orang?”
Aku mencari ayah dan ibu ke penjuru rumah. Nihil.
Aku menyerah. Akhirnya aku beristirahat di depan tv
“Yaaah.. yasudah..Eh? apa ini?” kataku ketika melihat secarik kertas di meja.
‘nyalakan dvdnya’ 

“Nyalakan dvd nya? Ada apa emang?”
Akupun langsung menyalakan dvnya.
Kulihat dari layer kaca, muncul ayah dan ibu.
Selamat datang ya nak! Maaf ayah dan ibu tidak bisa menjemputmu. Kami sedang ada pekerjaan di Korea. Kami pasti akan segera pulang” Kata ayah
“Maafkan ibu ya Susan. Sizuka  akan menemanimu. Yang akur ya dengan nee-san” .Kata ibu.
“Sizuka?” tanyaku. Mengingat-ingat sosok bernama Sizuka itu.
“Si-zu-ka?” ejaku, masih mengingat-ingat. Nama itu terdengar familiar di telingaku.
“Sizuka? HAH? SIZUKA?!” aku ingat.

Aku stress teringat orang itu.
Apakah dia masih sama?
Aku tidak tahu.
Aku mencari udara segar. Membuka semua jendela yang berada dirumah.

Aku menghidupkan laptopku.
Memulai hobbyku. Membuat&memixing musik. Dan hobby lain yang menjadi pekerjaanku, yaitu sebagai sebagai dancer.
Setelah selesai, aku mencoba kualitasnya.
Kupasangkan speaker dan ku besarkan volumenya.

Musik berkumandang. Musik bergenre elecktropop mulai mengguncang. Tubuhku bergerak mengikuti irama. Dari gerakan dasar, sampai gerakan yang paling sulit kucoba. Hasilnya bagus. Lalu, kuganti musik buatanku itu dengan lagu Supa Love dari TeenTop, boyband dari Korea. Lalu aku mengcover mereka. Mengikuti gerakan mereka. Yang kusuka dari mereka, gerakan mereka sangat kompak. Ditengah-tengah lagu, Sizuka nee datang. Sedikitpun tak ada yang berubah. Bahkan tasnyapun masih sama.

Aku langsung berhenti menari.
“Nee-san?” kataku kaget melihatnya.
Wajahnya datar.
“Selamat datang” kata nee-san. Lalu pergi lagi.
Aku piker, ia akan marah. Ternyata tidak. Aku senang sekali.
Aku mengganti lagu. Koe wo kikashite, BIG BANG. Aku selalu ingin mendengar suara itu. Suara datar, dingin, tak berperasaaan, tetapi mempunyai maksud yang baik.
Bukan menari, tapi menyanyi bersama dengan G-Dragon, TaeYang,dkk.
Setelah lagu berakhir, aku memutar Shinku, Hey! Say! JUMP. Menari dan bernyanyi bersama dengan kesepuluh pria kakkoi itu. Bersama Yamada, Daiki, Keito,dkk. Sebenarnya, tujuanku ke Jepang bukan untuk bisa hidup bersama keluargaku ini. Tapi karena Hey! Say! JUMP lah, aku mau menginjakkan kaki di Jepang lagi.

Ternyata ada tamu. Aku tidak tau kalau ada tamu, aku masih menggunakan baju latihan yang colorfull dan tentu saja berbeda jauh dengan baju yang dipakai Sizuka.
Bapak-bapak itu sampai bersujud di depan Sizuka nee.
Aku bingung.
Ada apa ini nee-san?” tanyaku sambil menghampiri mereka.
Bapak-bapak itu mendongak menatapku.
“Dia ingin menjadikanku tutor untuk anaknya” kata nee-san datar, lalu kembali menatap bapak itu. Seperti berfikir. Berfikir ala Sizuka Sugawara. Tatapan tajam, tatapan yang dingin, dan tak ada gerakan lain.
“Memangnya begitu ya caranya nee-san?” tanyaku.
Hanya dijawab dengan tatapan.
Bapak itu berdiri, memandangiku dari atas sampai bawah.
“Nee-san katamu?”
“Kau tuli? Aku sudah mengatakannya dua kali” kataku datar.
“Seorang god of exam mempunyai adik sepertimu? Kau sangat berbeda. Kau tak pantas jadi adiknya.” Katanya dengan nada meremehkan.
Aku dan Sizuka nee langsung menatap tajam kea rah bapak itu.
Aku melangkah maju. Berhenti tepat lurus dengan matanya. Aku menatapnyta tajam, tanpa belas kasih
“Jangan membandingkan orang, yang jelas-jelas sudah berbeda” kataku dengan tatapan yang lebih menakutkan dari nee-san.
“Pergilah! Jangan harap aku menjadi tutor anakmu” tambah nee-san.tak kalah menakutkan dariku
Bapak itu langsung lari. Mungkin takut dengan kami berdua.
Lalu aku mengambil jaketku, dam pergi meninggalkan nee-san.
Aku memang berbeda dari Suzuka nee. Mengkin, hal yang sama dariku dan nee adalah saat-saat seperti tadi. Jika aku marah, aku akan lebih menakutkan daripada nee-san. Kami sama-sama menakutkan.

Aku pergi ke toko kalung. Aku membelikan nee-san kalung.
Ketika di jalan, aku dicegat 2 cowok, sepertinya meeka preman. Mereka meminta gelang yang aku bawa. Aku menolak. Tentu saja. Mereka memukulku.
Aku balas menghajar mereka. Tentu aja aku yang menang. Seorang siswa SMP level akhir, bersabuk hitam karate. Walaupun babak belur, aku tidak akan menyerahkan kalung itu.
Sesampainya dirumah, aku memberikannya pada nee-san. Ia juga memberikan aku cincin.
“Berikan jarimu”
“Untuk apa?”
Nee-san menarik tanganku. Ia memasangkan cincin di jari tengahku.
“Jaga ini, cincin keberuntunganku” kata nee-san, lalu pergi.
Aku tepaku. Tak percaya. Ia memberikan barang berharganya untukku.
“Arigatou nee-san”

Aku berfikir bahwa ia telah berubah. Ternyata tidak. Lebih buruk. Ia memperlakukanku seperti robot. Setelah ia memberikan cincin itu, ia justru lebih dingin dan lebih menakutkan.
Sampai suatu ketika, aku tidak tahan lagi dengan sikapnya. Batinku tertekan berada didekatnya
“Berhentilah memperlakukanku seperti robot! Jangan buat aku seperti dirimu! Aku tak mau menjadi sepertimu!” tangisku padanya
“Aku tak akan membuatmu sepertiku” jawab nee-san datar
“Bersikaplah seperti seorang kakak! Aku tak butuh robot yang menjelma sebagai kakaku”
“Carilah cincin itu”
Aku teringat.
Cincin itu kubuang ke sungai kemarin. Karena aku tak yahan dengannya.
Aku menatap nee-san kaget.
“Bawakan cincin yang kau buang itu. Lalu aku akan bersikap lebih baik”
Tanpa menjawab, aku mengambil jaketku dan langsung pergi.
Ditengah hujan lebat, aku berlari ke sungai itu.berlari sepanjang 3km.
 Ketika sampai, aku langsung turun ke sungai itu. Sungai yang biasanya dangkal, hanya sebetis, sekarang tingginya mencapai atas dengkul. Aku hamper terseret arus. Walaupun hanya sedengkul, tetapi rasanya berat sekali untuk menggerakkan kaki. Mungkin karena aku kecapaian lari sepanjang 3km. hujan tak kunjung berhenti. Semakin deras. Berjam-jam aku mencarinya didalam sungai, tapi hasilnya nihil. Lalu aku mencarinya disemak-semak. Aku hamper menyerah, air mataku juga sudah tumpah bercampur dengan air hujan, tetapi aku sangat ingin si robot itu bersikap lebih manusiawi padaku. Aku harus tetap mencari cincin itu.
“KETEMU!” teriakku yang tak kedengaran karena derasnya hujan.
Akhirnya cincin itu ketemu. Aku langsung lari pulang. Menerjang hujan yang tak kunjung reda.
Tetapi, sewaktu menyeberang jalan, aku jatuh tergelincir karena ingin menghindari mobil yang lewat. Tapi ternyata aku malah celaka. Aku tergeletak tak sadarkan diri di tengah jalan

#Author’s POV

Bunyi khas ambulance terdengar.
Orang-orang segera menolong Susan.
Darah bercucuran dari kepala Susan. Ia segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya dirumah sakit, ia dibawa ke ICU. Dokter-dokter segera menanganinya. Pihak rumah sakit juga sudah menelepon pihak keluarga.


#Susan’s POV


“Nee-san! Lihatlah! Cincinnya sidah ketemu! Nee-san!” kataku ceria walaupun aku sangat lelah.
Ia menoleh. Wajahnya sangat khawatir sekali. Lalu ia bergegas dari tempat duduknya. Ia akan menghampiriku.
Tidak. Dia melewatiku.
Wajahnya sangat sedih, khawatir, bercampur kaget.
Aku bingung.
“Nee-san! Ada apa?” tanyaku
Tapi tak dijawab.
Ia seperti tak mendengarku.
“Nee-san!” teriakku sambil mencoba meraih tangannya.
“Eh? Ada apa ini? Kenapa aku tidak bisa memegang nee-san?” kataku kaget pada diriku sendiri. Aku melihat tanganku. Pucat. Sedikit transparan.
“Tunggu. Ada apa ini?!” teriakku makin menjadi.
Aku berlari mengikuti nee-san.
“Nee-san!! Tunggu! Tunggu!!” teriakku dari belakangnya.
Ia naik taxi.
Aku berlari mengikuti taxi itu.
Anehnya, kenapa kecepatanku bertambah?
Bahkan tubuhku terasa ringan sekali. Keringatpun tak muncul. Sebenarnya ada apa aku ini?
Taxi itu berhenti di depan rumah sakit, nee-san langsung keluar buru-buru. Bahkan sambil meneteskan air mata.
Sebenarnya ada apa ini?
Aku berlari lagi, mengikuti jejak nee-san.
Aku berhenti di depan ruang ICU. Melihat kakak sedang menangis, dengan tatapan kosong tiada harapan.
Nee-san masuk, aku juga.
Betapa kagetnya aku, melihat seseorang yang meringkuh lemah tak berdaya di kasur pasien dengan kepala di balut kassa.
“Tunggu. Ada apa ini?” tanyaku yang tak akan dijawab oleh seorangpun karena tak ada yang bisa mendengar.

#Author’s POV

Wajah Susan sangat shock, melihat seseorang yang berbaring di kasur pasien. Ia melihat tubuhnya sendiri. Jiwanya terlepas dari raganya. Ia belum meninggal, jantungnya masih berdetak, ia masih bernafas.
Lalu ia melihat kakaknya, yang sedang menangis tanpa ekspresi, memandang tubuh adik tirinya yang tak berdaya. Lalu, ada dokter menghampirinya.
“Maaf, anda keluarga dari Susan?” Tanya dokter itu.
Nee-san mengangguk.
“Sizuka Sugawara” kata nee-san memperkenalkan diri
“Sekarang Susan dalam masa kritis, terjadi pendarahan di kepalanya, susan terkena dehidrasi, juga ia demam sangat tinggi. Kita berdo’a saja. Semoga ada keajaiban yang diberikan tuhan. Kami juga akan mengusahakan yang terbaik untuk Susan”
“Terimakasih” kata nee-san sambil membungkuk.
“Sugawara-san, mungkin ini milik adikmu.” Kata dokter sambil menyerahkan sebuah cincin padanya.
Susan tertegun. Begitu juga kakaknya. Sizuka menerima cincin ituu. Ia menangis lebih deras, tanpa suara, dengan tatapan kosong.
Tiba-tiba Susan berlari masuk kamarnya.
Ia menangis. Membentak-bentak raganya
“HEY! BANGUN KAU! BANGUN! AKU INGIN KEMBALI! AKU INGTIN KEMBALI! AKU TAK INGIN NEE-SAN MENANGIS,, AKU INGIN KEMBALI” kata Susan sambil mengguncang-guncang tubuhnya yang tentu saja nggak bergerak, karena ia masih hantu cair.
Lalu, Sizuka dating, menangis dan memeluk raga adiknya.
“Gomenasai Susan. Maafkan nee-an” kata Sizuka sambil memeluk adiknya, dan disertai tangisan yang tak terdengar.
“Kakak! Aku disini! Lihatlah aku kak! Aku disini” kata Susan sambil mencoba meraih bahu kakaknya. Tetapi gagal. Susan menangis lagi. Ia berlari keluar rumah sakit. Tak tahan dengan semua yang terjadi.
Ia menangis di taman rumah sakit. Menangis dibawah lampu taman. Menangis terisak-isak memeluk kedua lututnya. Ketika ia merasa capek, ia bersandar pada tiang lampu taman. Menatap langit yang masih mendung.
Ia mengangkat tangannya, memperhatikan tangannya yang transparan, bahkan sinar lampu bisa melewati tangannya.
“Apa benar, aku menjadi hantu?” Tanya Susan tak percaya.
Lalu ia berdiri, ia mencoba menembus tiang lampu taman. Ia dapat menembusnya.
“Iya, benar. Aku sekarang menjadi hantu” kata Susan, memcoba menerima kenyataan pahit.
Setelah itu, ia masuk rumah sakit lagi. Ia masih tak percaya kalau ia adalah seorang hantu. Ia berjalan, entah kemana. Ia melewati lorong yang penuh warna. Dindingnyapun warna pelangi. Jelas saja, daerah ini untuk anak-anak. Ketika ia melihat tulisan ‘Taman bermain’ di atas pintu. Ia tertarik. Iapun masuk, tanpa harus membuka pintu.
Susan senang, ia bisa melihat warna-warna lagi. Ia sangat ingin bermain dengan anak-anak itu. Anak-anak yang terkena penyakit mematikan. Kanker otak, leokimia, anak-anak yang tulangnya patah. Sungguh membuat hati susan tersentuh. Tapi apa daya, ia tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa melihat dari sudut ruangan. Susan bernafas lega, bisa melihat anak-anak itu tertawa bahagia, dam menyanyi bersama-sama. Ia melihat, ada seorang cowok yang sedang mengiri gitar untuk anak-anak menyanyi. Coeok berkacamata dengan tubuh yang tegap, punya senyum yang manis. Ia memperhatikan cowok it uterus. Sampai akhirnya cowok itu menghampirinya.


#Susan’s POV

“Eeeh, apa? Dia menghampiriku? Apa dia bisa lihat aku?” tanya Susan pada dirinya sendiri.
Cowok itupun berdiri didepannya.
“Kenapa dari tadi kau memandangiku terus?” tanya cowok itu.
Susan kaget. Ia mendongak.
“Eeh? Kau bisa melihatku?” tanya Susan polos.
Cowok itu berpindah posisi. Duduk di sebelah Susan.
“Tentu, aku punya bakat. Aku punya indra ke enam”
“Ohh” kata Susan mengangguk-angguk mengerti.
“Kenapa wajahmu murung?”
“Tidak apa-apa. Aku tidak boleh berbicara banyak dengan orang yang tidak ku kenal”
“Kalau begitu, namaku Kimitsugu Matsumoto. Kau?”
“Susan”
“Hanya itu? Kau bukan orang Jepang ya?”
“Iya. Pantas pakai bahasa inggris”
“Bahasa Inggrismu bagus”
“Terimakasih. Nah, sekarang, ceritakan padaku, kenapa kau murung begitu?”
“Maaf, tadikan sudah kubilang, aku tidak boleh berbicara banyak pada orang yang tidak ku kenal”
“Terus yang tadi itu apa namanya kalo nggak kenalan?”
#gubrak!!!
“Eh,iya ya. Dasar jadi kau mengajakku berkenalan hanya untuk mengetahui ceritaku? Dasar payah”
“Eh? Baru kenal sudah berani ngatain orang? ckckck. Ayo, ceritakan. Aku siap mendengar”
“Baiklah..”
Mau tak mau aku menceritakan semuanya pada Matsumoto.
“Ohh,, jadi roh mud an tubuhmu terpisah? Hmm.. bisa bawakan aku ke kamar nya?”
“Baiklah, ayo ikut aku”

“Jadi itu kakakmu?” tanya Matsumoto ketika melihat kakak sedang membaca buku tebal berbahasa Inggris.
“Iya. Biarpun ia seperti robot tak berperasaan, sebenarnya dia baik.”
“Bisa Bantu aku?” tambahku
“Apa? Akanku Bantu semampuku” jawab Matsumoto sambil tersenyum manis.
“Aku ingin kembali ke tubuhku”
“Akan kufikirkan dan kucari caranya”
“Terimakasih Matsumoto. Kau sangat baik sekali”
“Memang” jawab Matsumoto dengan pdnya
“Tapi, aku ingin menikmati hari-hariku sebagai hantu”
“Eh? Maksudmu?”
“Aku ingin pergi kemanapun yang aku mau, mengintai orang tanpa diketahui, ingin bersenang-senang,dan..”
“Dan?” tanya Matsumoto
“Belajar bahasa Jepang” Kataku sambil berjalan kearah pintu keluar.
“Kau bisa belajar bersamaku” kata Matsu sambil mengejarku
“Kau tidak disangka gila? Orang-orang melihatmu dengan tatapan aneh. Kita bicara di tempat sepi saja”
Aku kasihan pada Matsu, dia ditatap dengan kesan seperti ‘Hey, ini orang gila kali ya? Ngomong sendiri’ atau ‘Gak waras nih orang’. makanya aku mengusulkan begitu.
“Baiklah, ikuti aku” kata Matsu.
Aku mengikutinya dari belakang.
Taman rumah sakit. Tempat ini memang sepi. Mungkin karena sehabis hujan, tempat ini sedikit becek, dan orang-orang tak mau berbecek-becek disini.
Kami duduk di bangku taman.
“Sou, kau ingin belajar jepang karena apa?”
“Ingin menjadi wanita jepang”
“Hah?”
“Sudahlah. Kau tida mengerti. Yang jelas aku ingin bersenang-senang dulu. Coba lihat ini”
Aku berdiri di depan Matsu. Aku melayang.
“aku melayang. Aku bisa terbang. Asiikk!!!!! Ada sapu nggak? Aku pingin ternang. Besok bawakan kostum Harry Potter ya!!!!”
“Eeeh, dasar kau ini” kata matsu sambil menggeretku hingga aku duduk disampingnya.
“Eh? Kau bisa memegangku?”
“Bisa dong”
“Apa kakakku bisa memeganggu?”
“Tidak. Hanya beberapa orang yang sudah latihan”
“Eh? Jadi kau latihan ya? Bisa ajari aku supaya bisa memegang barang-barang?”
Aku ingin membalas dendamku kepada bapak-bapak nggak tau diri kemarin. Aku akan menakut-nakutinya.
“Tak perlu. Kau pasti ingin menakut-nakuti orang yang kau bencikan?”
Aku kaget
“Eeeh? Kok bisa tau?”
“Ekspresi wajahmu mudah ditebak”
“Apa iya? Wah, aku harus belajar acting kalau begitu. Aku bisa belajar acting gratis! Wahahahahaha. Benar! Aku bisa menonton film gratis, nonton konser gratis, ikut bimbel gratis. Wahahahahah. Enaknya jadi hantu. Tak perlu keluar biaya. Wahahahah!”
“Eeeh, kau ini. Sudah. Sekarang sudah malam. Aku harus pulang. Besok jam 9 aku sudah ada di ruangan tadi. Kau tidur dimana?”
“Gampanglah, aku bisa tidur dimana saja. Aku mau menemani kakakku dulu. Syonara”
“Sayonara ne”
Aku berbalik arah menuju rumah sakit. Menggumamkan beberapa rencanaku kedepan.
“Wuaaaahh, bentar lagikan Summary 2011. asikk!!! Nonton HSJ gratis!!! Hahahhaha”
“Eehh. Kau ini!”
“Eh??? Matsu dengar ya? Hehehe”
“Dengarlah, baru dua langkah juga dari bangku. Sudah, aku pulang dulu”
“Jhhaaa”

**************
Keesokan paginyaaku sudah berada diruang khusus bermain. Sewaktu tidak ada orang, aku mencba menari dan menyanyi. Melepaskan kepenatan dan stress yang kualami semalam. Kunyanyikan Koe wo Kikashite, aku menari sesuka hati, mengikuti tempo. Ketika aku berhenti menyanyi&menari (karena lagunya habis) aku baru sadar, ternyata Matsu sudah mengamatiku sejak tadi.
Ia bertepuk tangan
“Bagus sekali. Kau pasti seorang dancer”
“Terimakasih. Iya” jawabku malu-malu.
Matsu duduk di sofa, aku juga.
“Umm, kalau gitu, mau bernyanyi bersamaku?” kata Matsu sambil mengeluarkan gitarnya.
“Baiklah. Lagu kesukaanku ya?”
“Boleh. Apa lagunya?”
“Bon Bon, dari Hey! Say! JUMP bisa kan?”
“Ahh, HSJ. Bisa. Ayo kita nyanyi bersama” kata Matsu, lalu mulai memetik senar gitarnya.

Oh yeah, because there is you...

Tooi sora wo isogu you ni shizumi hajimeta yuuhi ga
Sukoshi dake todomatte awai iro no yume wo miseru yo
Hitori de wa kagayakenai kizutsuku koto mo dekinai
Wakachi au itoshisa wo taisetsu ni omou


(
Matsu memperhatikanku terang-terangan sebelum lirik ini)

Naze koko ni naze kimi to iru no darou?
Naze koko de naze kimi to warau no darou?
Itsumademo itsumademo koushiteitai you
(Aku tertunduk malu, lalu aku acuh tak acuh melanjutkan menyanyi lagi)

Oh yeah
BON BON BO BON BON mune odoru kono shuunkan ni
Hibiku koe ga bokura wo tsutsunde iku
BON BON BO BON BON kono te ni tsutau kodou
Attakainda shinjirarenai hodo ni Because there is you

(
Waktu bagian ini, Matsu melirikku lagi)
Oh yeah, because there is you

(Setelah itu tersenyum)

Soba de ibuku yawarakaki kaze no you na neiro tachi
Mayou nara yureru nara kono mimi wo sumashitemi you
Shitteruyo kimi ga suki dakara koso kimi to itai
Utagaenu yasashisa ga soko ni aru kara

Naze koko ni naze boku wa iru no darou?
Naze koko de naze boku wa ikiru no darou?
Kamawanai kamawanai kotae ga nakutemo

Oh yeah
BON BON BO BON BON hari sakesou na mune ni wa
Afureru hodo bokura no asu wo tsumete
BON BON BO BON BON kasanarida shita hadou
Tomo ni utaou kakegae no nai toki wo
(aku melirik kea rah Matsu. Ia juga menyanyi. Suaranya bagus juga, main gitarnyapun mahir.)

Ishuun saki mo wakaranainda nani ga okite mo henjanai kedo
Kanau kibou ya kienu omoi wo setsu ni negatteru

Oh yeah
BON BON BO BON BON mune odoru kono shuunkan ni
Hibiku koe ga bokura wo tsutsunde iku
BON BON BO BON BON kono te ni tsutau kodou
Attakainda shinjirarenai hodo ni

Oh yeah
BON BON BO BON BON hari sakesou na mune ni wa
Afureru hodo bokura no asu wo tsumete
BON BON BO BON BON kasanarida shita hadou
Tomo ni utaou kakegae no nai toki wo Because there is you

Oh yeah, because there is you

SREEEEKKK…
Suara pintu dibuka

“Ohayou” kata suster yang mendorong kursi rodaanak kecil imut itu.
“Ohayou suster Megumi” sapa Matsu
“Eh? Matsumoto-san sudah datang?” kata suster itu dengan wajah senang
“Iya, kebetulan ada orang yang ingin kutemui” jawab Matsu sembari melirikku
“Ohh, begitu ya Matsumoto-san? Kalau begitu, Aiko aku titipkan disini ya” kata suster itu lalu pergi ngeloyor dengan wajah kecewa
“Sepertinya dia suka kamu. Terlihat sekali” kataku pada Matsu
“Ah? Benarkah? Kenapa? Kau cemburu? Aku memang punya banyak fans disini” kata Matsu dengan pdnya.
“Haduh, pede amat -__-“
“Kak Matsu, kakak itu siapa?” tanya gadis kecil yang yang disebut Aiko oleh suster tadi
Aku terlonjak kaget
“Eh? Dia bisa melihatku?” tanyaku bingung
Matsu mendekati Aiko, berlutut agar sejajar dengannya. Dia berbicara lembut sekali dengan Aiko.
“Kakak itu teman kak Matsu. Namanya kak Susan. Dia cantikkan?” kata Matsu pada Aiko
Aku tersipu malu.
“Iya, dia cantik kak. Sini, aku ingin bermain dengannya..” kata Aiko
“kau mau bermain denganku gadis imut? Boleh saja” jawabku menanggapi keinginan Aiko.
Kami bermain bersama selama satu jam, kejar-kejaran, menyanyi bersama, lempar-lemparan balon,dll. Sebelum orang-orang yang lain berdatangan. Kami sangat menikmatinya. Ada canda dan tawa diantara kami. Sudah lama, aku tak merasakan seperti itu.
Setelah selesai, kami pergi ke tempat bimbingan belajar bahasa jepang. Aku senang belajar di tempat bimbel itu, selain karena gratis, disana juga seru, terlebih, sensei nya. Aku sering dijitaki Matsu karena itu. Tapi taka pa, aku tetap senang, aku juga tak pernah marah dengannya. Samapai suatu saat, aku mencari-carinya. Dari pagi sampai malam. Tetapi tidak ketemu.

#Author’s POV

Malam itu, sehabis mengantarkan Susan kembali ke rumah sakit. Matsu diikuti seseorang, tapi Matsu tidak merasa. Ketika ia hendak makan, di resto kecil, ia ditelepon oleh seseorang. Ia menjawab telepon itu diluar resto.
Orang yang mengikutinya sedari tadi itu, terlihat memasukkan sesuatu ke makanan yang telah Matsu pesan tadi ternyata racun, lalu mencampurkan suatu racun cair  ke minuman yang telah Matsu pesan juga. Setelah itu, pria itu pergi tanpa dicurigai seorangpun. Lalu Matsu kembali.
Matsu memakan makanannyatanpa merasa aneh. Setelah makan selesai, Matsu bergegas pergi.
Ketika didalam mobil perjalanan pulang, Matsu mulai merasakan efek racun yang dicampurkan ke makanan&minumannya tadi. Dunia serasa tergoncang, pandangannya kabur, nafasnya mulai tercekat, tubuhnya tak bisa bergerak, lumpuh.
CIIIITTTTTTT… JEEEGAARRRRRRRRR
Mobil Matsu menabrak pohon besar, mobil-mobil lain berserakan tak beraturan untuk menghindari tabrakan. Sesuatu berwarna putih keluar dari mulut Matsu. Kepalanya juga berdarah, terkena pecahan kaca mobilnya sendiri. Ia tak sadarkan diri.
**
Matsu!!!! Matsuuuu!!!!” teriak Susan.
Sejak pagi ia mencari Matsu, tapi Matsu tak muncul-muncul juga. Sekarang sudah pukul tujuh malam. Ia sudah mencari Matsu 12 jam yang lalu. Kini ia putus asa. Ia mencari matsu dari satu tempat ke tempat lain, dari taman bermain rumah sakit, taman rumah sakit, tempat bimbingan belajar bahasa jepang, sampai tempat-tempat yang tidak penting.
Ketika Susan hendak kembali ke kamarnya dengan malas-malasan. Susan merasa ada yang mengikuti dirinya. Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia tak melihat seorangpun, ketika ia berbalik lagi, tiba-tiba Matsu muncul tepat didepan wajahnya dengan tubuh terbalik, ia melayang.
“HUA MATSU!!!” teriak Susan kaget. Ia terlonjak kaget.
“Maaf, membuatmu kaget” kata Matsu sambil berputar.
“Kau? Kau kenapa bisa? Kau menjadi hantu?” tanya Susan tak percaya
“Ayo ikut aku” kata Matsu lalu menarik tangan Susan. Mereka menembus tembok bersama, menghilang bersama, melayang bersama.
Mereka berhenti disebuah kamar yang didalamnya ada seorang cowok, yang dipasangi bantuan oksigen dan kepalanya dibalut kassa. Wajahnya sangat pucat. Susan kaget. Ia tak percaya apa yang ia lihat. Cowok yang berbaring lemas itu adalah Matsu.
Matsu?”
“Ya?”
“Kenapa kau bisa? Kenapa rohmu bisa lepas?” tanya Susan. Ia khawatir.
“Aku cuma keracunan dan kecelakaan kok” kata Matsu dengan santainya.
“APA? CUMA keracunan dan kecelakaan? CUMA?”
 “Tidak perlu khawatir begitu” kata Matsu sambil mengelus-elus puncak kepala Susan disertai senyum mautnya.
“Ceritakan padaku, kenapa kau bisa kecelakaan&keracunan?” tanya Susan ingin tahu.
“Jadi, kemarin setelah mengantarmu pulang, aku diikuti oleh seseorang. Aku pergi ke resro kecil. Ia memasukkan racun ke makananku dan minumanku. Sewaktu perjalanan, terjadilah. Dan maaf, membuatmu mencari-cariku seharian. Aku pergi. Mencari orang itu. Aku merasukinya tadi. Hehe” jelas Matsu sambil melayang ke taman. Susan mengikutinya, berdiri di sampingnya.
“Lho bukannya itu tidak boleh? Kau sendirikan yang bilang ke aku?!” protes Susan.
“Aku merasukinya, untuk menemukan jawaban kenapa ia melakukan hal picik itu padaku”
Matsu duduk di bangku taman biasa.
“Memang jawabanya apa?” tanya Susan sambil ikut-ikutan duduk disamping Matsu
“Dia, mengincar kedudukanku. Kebetulan, aku diserahi ayahku untuk meneruskan rumah sakit ini”
“Huwaaaa?!!! Matsu penerus rumah sakit ini?! Astaga.”  Kata Susan heboh.
“Dan kau tahu siapa pelakunya?”
“Siapa?”
“Saudaraku sendiri.. cih” kata Matsu dengan rasa penuh benci

#Susan’s POV

“EEhh?” tanyaku kaget setelah mendengar pernyataan Matsu. Saudaranya sendiri tega melakukan hal seperti itu? Tak dapat dipercaya.
“Iya, dia saudaraku. Tapi aku sudah memberi dia pelajaran kok. Tenang saja.”
“Pelajaran?”
“Aku masuk kedalam mimpinya. Dan mungkin, sekarang dia sudah pergi ke London
London? Kau memberi pelajaran apa sih?”
“Aku memberitahunya, tentang impian ayah, cita-cita ayah adalah menjadikan dia menjadi professor, ayah berharap ia bisa jadi guru besar kesehatan, bukan menjadi pemimpin&penerus rumah sakit ini”
Aku terhenyuk mendengarkan ceritanya. Aku berdo’a pada tuhan dalam hati.
Astaga, ternyata kehidupannya tak semulus dari kebanyakan orang. berikanlah ia kesabaran dan kekuatan ya tuhan.
“Aah, ternyata begitu. Saudaramu hanya salah paham”
“Benar. Sudahlah, tak perlu difikirkan”
“Unn~”
“Susan, maaf ya membuatmu bingung dan mencariku kemana-mana” kata Matsu sambil menatapku
Entah mengapa hatiku berdebar. Aku bingung, bukannya hantu tak memiliki perasaan seprti manusia? Entahlah, yang jelas, hatiku berdebar jika Matsu memandangku seperti itu
“Ne,, nggak papa Matsu. Aku bisa mengerti”
“Sebagai permintaan maaf, aku ingin memperlihatkan langit jepang pada malam hari ini. Lihatlah!” kata Matsu sambil mendongak ke langit.
“Uwaaaaa… bintangnya banyaakkk indah sekali malam ini”
Matsu menoleh kea rahku. Tersenyum.
“Iya, sangat indah. Ayo ikut aku”
Lagi-lagi Matsu menarik tanganku. Tak tahu kenapa, aku merasa senang, aku bergandengan dengan Matsu.
Kami melayang bersama, terbang bersama, melesat bersama, merasakan angin malam bersama.
Kami berhenti digedung pencakar langit. Duduk di atasnya. Mencoba lebih dekat dengan bintang.
Kami duduk bersebelahan. Tidak tau da angin apa, lengan Matsu sudah melingkar di bahuku. Aku menoleh ke arahnya. Ia tersenyum padaku. Lalu aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Kami menikmati malam yang di penuhi bintang bersama.
Sejak hari itu, kami selalu bersama. Satu bulan, dua bulan, sampai lima bulan kami selalu bersama. Kami berpegian ketempat yang kami suka. Aku banyak belajar darinya.
Aku merasa sudah sangat mengenalnya, sebelum kami bertemu di rumah sakit waktu itu. Aku sangat nyaman beada disisinya. Sejak itu, aku sadar. Bahwa aku telah jatuh cinta.. pada Matsu
Kami memang seperti pasangan. Tapi sampai sekarang, belum ada seorangpun diantara kami yang menyatakan perasaan kepada satu sama lain.
Sampai, suatu hari. Kami pergi ke pantai. Matsu mengulurkan tangan kanannya padaku dan tersenyum manis. Aku menerima ajakkannya. Ia menggandengku dengan yakin.
Kami bermain pasir, membuat sebuah istana impian kami. Bermain ombak bersama. Matsu juga mengajariku bermain laying-layang. Inilah matsu, inilah yang membuatku jatuh cinta padanya. Ia mau, mengajariku dengan segenap hatinya, dan tak pernah marah kalau aku melakukan kesalahan kecil.
“Susan. Kemarilah! Duduk sini” teriak Matsu yang sedang duduk-duduk di pinggir pantai. Aku sedang bermain bunga. Mau tak mau, aku menghampirinya.
“Ne?”
“Sini deh, sini duduk” kata Matsu sambil menepuk-nepuk tempat disebelahnya.
Aku menurut.
Ada apa?” tanyaku
“Liat deh. Sunset.” Kata Matsu sambil menunjuk-nunjuk matahari yang akan tenggelam.
“Uwaaaa,, indahnyaaa” puji ku terhadap ciptaan sang pencipta itu.
“Susan?” panggil Matsu
“Ne?” jawabku, tapi tak menoleh. Sedang tersihir keindahan sunset.
“Susan?!”
Aku menoleh.
Ada apa sih?”
“Anoo.. aku.. nganu.. aku..”
“Aku apa?”
“Akuu.. suka kamu. Maukan, jadi pacarku?” kata Matsu pelan
Akhirnyaa….
“Eh? Kamu..”
Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, jari telunjuk Matsu sedah menempel di bibirk.
Matsu meyusupkan bunga kecil di rambutku. Tersenyum. Lalu berkata
“Aku sudah menyukaimu.. sejak.. 4 tahun yang lalu.”
“emm.. empat tahun yang lalu?” tanyaku bingung
“Kau masih ingat? Sewaktu kau datang, ke acara sekolah kakakmu? Kau masih ingat? Ada anak kecil berkacamata yang membagikan selebaran untuk stand kakakmu? Sejak pertamakali melihatmu, aku langsung suka padamu”
Aku memutar ingatanku 4tahun yang lalu. Berfikir dalam, mengingat-ingat kejadian itu.
Ah!
Aku ingat! Pantas saja aku sudah merasa sudah kenal sejak dulu. Senyumnya yang ramah, yang taka sing itu, ternyata pernahku lihat sebelumnya.
“Benarkah? Selama itu? Kau masih menyukaiku?”
Mataku mulai berkaca-kaca.
“Selama itu pula, aku mencarimu”
Air mata bahagiapun mengalir dari pelupuk mataku dan membasahi pipiku.
“Maaf, harus membuatmu menunggu. Aku mau,, aku mau, menjadi pacarmu”
“Benarkah? Terimakasih banyak. Kaulah penghujung akhirku, mutiara yang kucari-cari selama ini”
Aku meneteskan air mata bahagisku sekali lagi. Aku memeluk Matsu erat. Kubiarkan rasa ini bersatu dengannya.
Matsu melepaskan pelukanku lembut, lalu ia mencium bibirku. Melumat bibirku dengan lembut, dengan penuh kasih sayang.
Aku merasa seperti melayang. Tubuh kami bercahaya. Tapi entah mengapa, rasanya ada yang menarik kai. Tubuh kami memudar, lebih pudar dari sebelumnya.
Matsu?! Ada apa ini?” tanyaku pada Matsu.
“Aku tidak tau. Susan!”
Kami semakin menjauh.
Aku meneteskan air mata lagi.
Ya tuhann.. kenapa harus begini? Baru saja kutemukan kbahagiaan. Kenapa kau pisahkan kami? tangisku dalam hati
“Susan. Berjanjilah. Berjanjilah bahwa kita akan bertemu kembali, menjadi sepasang kekasih, sebagai manusia”
Matsu mengecup keningku.
“Iya, aku janji. Suatu saat nanti..” katakkata terakhirku sebelum gandenganku dan Matsu terlepas.
Aku merasa, seperti tersedot, entah kemana…
Tiba-tiba, aku berada dikamar.
Kulihat, Sizuka nee sedang menangis, memohon, agar aku kembali.
“Kembalikah.. kembalilahh.. kembalilah Susan” tangis Nee-san sambil menggenggam tangan kiriku.
Aku tak pernah melihatnya menangis seperti ini. Entah kenapa, dadaku terasa sesak, pedih melihat nee-san menangisiku seperti itu.aku meneteskan air mataku kembali.
“Nee-san! Aku disini!aku sudah kembali!” kataku sambil memeluk nee-san dari belakang

#Author’s POV

“Susan? Dokter! Dokter!” teriak bahagia Sizuka sambil memencet bel dokter setelah melihat sedikit gerakan di mata dan di tangan Susan.
Susan telah kembali. Susan telah kembali ke tubuhnya. Dokter-dokter berdatangan ke kamar pasien yang Susan tempati.
Setelah diperiksa, salah satu dokter berkata pada Sizuka
“Ini sebuah keajaiban yang diberikan tuhan. Selamat ya Sugawara-san” kata salah satu dokter sambil memberi selamat pada Sizuka, lalu dokter-dokter yang lainnya juga memberi selamat.
“Nee-san?” panggil Susan ketika dokter-dokter telah meninggalkan kamarnya.
“Ne?” kata Sizuka sembari menghampirinya.
Lalu memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang.
“Taukah kau? Aku sangat mengkhawatirkanmu”
“Gomen, aku tidak tahu. Arigatou gozaimasu ne, telah mengkhawatikanku. Demo,nanji made.. kau melepaskan pelukkanmu?” tanya Susan
“Ehh.. gomen gomen.. kau? Berbicara bahasa jepang? Sejak kapan kau bisa”
“Tidak tau. haha”

Susan lupa apa yang terjadi selama ia menjadi hantu, ia tak mengenal Matsu sebagai manusia.
Setelah Susan diperbolehkan pulang, Susan mulai menjalani hidup normal.
Sekarang sifat Sizuka kepada adiknya lebih lembut dari sebelumnya, tapi tetap dingin seperti biasanya. Setidaknya sekarang ia tidak sedingin dulu. Ia tak ingin kehilangan adik sematawayangnya itu lagi.
Satu bulan setelah Susan diperbolehkan pulang, kini keadaannya semakin membaik. Bahkan ia sudah menari lagi.
Sewaktu makan malam, Sizuka bertanya pada adiknya, ia bingung. Kenapa tiba-tiba setelah ia siuman, ia bisa faseh berbahasa Jepang, menulis kanji, katakana, hiragana, dan lebih ceria dari sebelumnya.
“Susan?” panggil Sizuka membuka pembicaraan.
“Emm?” jawab Susan sambil memasukkan nasi kedalam mulutnya menggunakan sumpit.
Sizuka meletakkan mangkuk dan sumpitnya. Menatap adiknya lurus-lurus. Pertanda bahwa ia ingin berbicara serius.
Susan menelan nasinya yang masih kasar. Lalu meletakkan mangkuk dan sumpitnya takut-takut.
“Dou..doushita no?” tanya Susan takut-takut.
“Apakah kau merasakan hal yang aneh dengan dirimu?”
“Ha?”
Sizuka mengambil mangkuk dan sumpitnya lagi.
“Kau,, berbeda”
Terlihat kelegaan di wajah Susan
“Ohh, aku kira apa”
Susan juga mengambil mangkuk dan sumpitnya, lalu mulai makan lagi.
“Hanya saja, aku seperti merasakan sesuatu. Aku seperti menemukan sesuatu, dan juga kehilangan sesuatu. Demo, aku nggak tau apa itu” tambah susan lalu melanjutkan makan.
“Tapi kamu nggak akan kehilangan kakak lagi. Yasudah, makan yang banyak. Supaya cepat sehat” kata Sizuka lalu melanjutkan makan
Susan hanya tersenyum bahagia dan mengangguk

Berbulan-bulan kemudian….

“Kyaaaaaaa…. Akhirnya.. impian tercapai! HSJ!!! I’M COMING!!!!!!!!!” teriak bahagia Susan saat memasuki pintu Tokyo Dome. Ia menghadiri acara SUMMARY 2011. Ia mendapatkan tiket itu darisalah satu orang tua anak yang di tentori kakaknya. Mereka memang baik.
“Uwaaaa~ panggungnya megahhhh” kata Susan sewaktu melihat panggung megah yang akan digunakan untuk manggung idolanya itu.
Ia mendapat tempat VVIP. Ia sangat beruntung.
Konsernya dimulai, dengan dimulainya parade lampu dan parade tarian jepang. Lalu,,,

#Susan’s POV

JEGARRR…
Lampu panggung mati.. lalu,
Munculah Hey! Say! JUMP dari bawah panggung. Dan lampu-lampu menyala lagi, menyinari mereka. Sontak para penonton berteriak histeris. Tiba-tiba redup lagi. Instrument drum dan bass memenuhi Tokyo Dome..
Masing-masing member Hey! Say! JUMP melakukan solo dance satu persatu dengan lampu sorot yang menerangi mereka satu-satu. Teriakan histeris makin menjadi.. 
Ketika giliran Ryutaro solo dance, aku makin histeris.
“Morimoto!!! Morimoto!!! Matsumoto!!!” teriakku tanpa sadar
“Hah? Matsumoto?” aku tersadar
“Entahlahh” aku mengenyahkan nama itu di otakku. Lalu berkonsentrasi pada Ryutaro lagi.
Yamada melakukan solo dance yang terakhir.
Lalu, lampu panggung meredup lagi. Penataan lampu panggung sangat bagus.
Dilanjutkan dengan berkumandangnya telepon berdering.. Pertanda ‘OVER’ dimulai..
“Kyyaaaaaaaaaaaaaaaaa” aku berteriak kegirangan.
Setelah ‘OVER’ berakhir, mereka perkenalan diri satu-satu dengan gaya masing-masing. Aku makin tersihir saat suara berat Ryutaro memenuhi Tokyo Dome. Aku serasa ingin pingsan. Tapi aku menguatkan diri, minimal, imanku kuat untuk melihat ichibanku itu.
Perkenalan selesai, mereka menanyikan Ai-ing Aishiteru. Setiap member membawa setangkai mawar merah. Dipertengahan lagu, mereka turun ke tempat penonton. Setiap member menarik satu penonton wanita dan dibawa ke panggung.
Lucky me…
Serasa oksigen di Tokyo Dome musnah.. nafasku tercekat ketika Ryutaro datang ke arahku, memberikan setangkai mawar yang ia bawa padaku. Lalu tersenyum manis dan menggandengku ke atas panggung. Aku speechless. Tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa tersenyum bahagia.
Betapa beruntungnya ke sepuluh wanita itu, termasuk aku sendiri. Aku tak pernah membayangkan ini bakal terjadi.
Kamu dipersilakan duduk dikursi yang telah disiapkan, lalu mereka melanjutkan dance mereka seakan-akan mereka mengajak kami dinner. Dan hal yang tak tertuda sebelumnya. Pipiku dicium Ryutaro. Aku makin bahagia. Kami juga diberi mic satu-satu. Kami menyanyi bersama, ralat. Hanya aku. Yang lainnya masih terpaku.
Ketika Ryutaro memberikan tangan kirinya untuk menggandengku, jelas kuterima. Kami menyanyi bersama. Kami saling berpandangan. Karena saking girangnya dan hanya berkonsentrasi pada Ryutaro, aku tersandung. Jatuh.
Tapi kemudian dengan sigap aku anulir dengan gerakan dance ku. Jadi, tidak kentara sekali kalau aku terjatuh.
Terlihat wajah takjub dari Ryutaro. Tapi ia tetap menyanyi. Lalu ia seperti mengajak menari bersama. Dan, yasudah. Aku menari bersama mereka.
Lagupun selesai, mereka memujiku.
“Sugoiiiii.. kakkoi ne~”
“Arigatou gozaimasu” jawabku malu-malu.
“Tepuk tangan untuk..” Ryutaro menatapku yang mengartikan ‘siapa namamu?’
“Susan” jawabku lirih
“Tepuk tangan untuk Susan”
Lalu semua bertepuk tangan, aku tak menyangka ini semua akan terjadi.
Kami turun ke backstage. Sungguh tak dipercaya, ichibanku memujiku.
“Kamu keren sekali” sambil tersenyum cool padaku.
Sebelum kami berpisah, kami sempat berfoto bersama, dan juga aku mendapatkan tanda tangannya.

Selesai SUMMARY 2011, aku langsung pulang. Ketika di perjalanan menuju halte, aku mendapat telepon.
“Moshi-moshi”
“Benar ini dengan Susan?” tanya laki-laki itu dari seberang sana.
“Iya. Dengan saya sendiri, ada perlu apa?”
Ternyata aku dapat tawaran pekerjaan sebagai dancer penyanyi papan atas. Aku sangat bersyukur sekali. Dewi keberuntungan sedang berpihak padaku hari ini.
Aku pulang menggunakan bus. Tentu saja. Ternyata bus yang aku naiki hamper penuh. Aku melihat satu kursi kosong. Aku bergegas menuju kursi itu, takut tak kebagian tempat.
Ketika aku meletakkan bokongku dikursi, ternyata sudah ada orang yang mendudukinya.
“EH?”
Aku kaget. Aku menoleh pada orang yang kududuki. Wajah kami begitu dekat.

Dheg..

Jantungku berdebar kencang. Cowok itu juga menatapku kaget.
Aku serasa pernah bertemu dengannya, cowok berkacamata yang punya tubuh tegap dan senyum yang manis.
Entah mengapa, memori otakku menunjukkan kejadian-kejadian bersama cowok yang tak sengaja kududuki ini, yang tak pernah kurasakan setelah aku siuman. Bermain bersama, duduk di atas gedung bersama, terbang bersama, tertawa dan bermain bersama, dan.. berciuman di pinggir pantai, dan yang lebih penting lagi, aku teringat janji kami yang kami ucapkan. Sepertinya cowok itu sedang mengalami hal yang sama denganku. Kami memanggil nama satu sama lain bersamaan.
Matsu?”
“Susan?”




#Author’s POV

Setelah pertemuan mengejutkan dan tak terduga pada malam itu, Susan dan Matsu kembali menjalani hubungan mereka sebagai manusia.
Hubungan mereka juga direstui oleh kakak Susan, Sizuka. Mereka berpacaran cukup lama, 3 tahun. Matsu sudah bekerja sebagai penerus rumah sakit milik ayahnya, sedangkan Susan, telah menjadi dancer penyanyi terkenal. Mereka merintis rumah sakit bersama, saat keadaan rumah sakit Matsu sedang dalam keadaan tidak bagus, Susan ikut membantu. Bahkan Susan juga bersekolah menjadi suster, dan ia rela melepas melepas pekerjaannya sebagai dancer. Ia sangat mencintai Matsu. Begitu juga dengan sebaliknya.
Dihari Susan lulus dari sekolah suster, Matsu melamarnya.
“Susan?”
“Ne?”
Matsu berlutut dihadapan Susan. Mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisikan cincin.
“Wanna to be my wife?” tanya Matsu
Susan speechless. Air matanya tak dapat terbendungkan lagi. Ia mengangguk.
“Yes. I do”
Matsu tersenyum bahagia. Ia berdiri. Lalu memasangkan cincin dijari manis Susan. Lalu, balon-balon berbentuk hati turun, bertebangan. Semua orang yang berada di acara kelulusan itu bertepuk tangan. Adayang bersiul juga.
Lalu, Matsu mencium bibir susan dengan penuh bahagia.
Ternyata Sizuka juga habis dilamar oleh seorang pelukis ternama di jepang. Sizuka telah menemukan tambatan hatinya. Mereka menikah dihari yang sama, double wedding. Betapa bahagianya mereka.


#Susan’s POV

Kami menikah dihari yang sama. Kami sungguh bahagia. Hidup nee-san sekarang akan lebih bewarna, karena sudah akan ada yang melukiskan hari-hari bahagia dalam hidupnya.
Aku dan Matsu berbulan madu ke banyak tempat, dari Korea, Indonesia, sampai London. Kami temukan hal-hal baru ketika kami berbulan madu disana. Sebulan kemudian, aku hamil. Kami sangat bahagia. 9 bulan kemudian, aku melahirkan anak kembar. Seorang putri cantik dan seorang putra yang tampan. Anak kami tumbuh menjadi anak yang lucu dan menggemaskan. Mereka telah meramaikan hari-hariku. Membuat hari-hariku lebih berwarna. Dan berjuang bersama dalam keadaan senang maupun duka
Aku sangat bersyukur, karena tuhan telah membawaku hidup kembali. Untuk merasakan hidup yang kian berwarna ini, bersama Matsu dan kedua anakku.


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer