The Last Summer
Title : The Last Summer
Genre : Romance and family
Ratting :
PG
Author :
Ucii Pradipta
Cast :
Ryutaro Morimoto, Ichiko Sugawara [OC], Natsuhana Morimoto [OC], Shintaro
Morimoto, Yuto Nakajima, Zahra Nafisa [OC]
Disclaimer : This is Just a fanfiction. Ryutaro Morimoto and Shintaro Morimoto belong
to god and their parent, and also Yuto Nakajima and Zahra Nafisa. Ichiko
Sugawara belong to me (Ucii Pradipta) and Natsuhana Morimoto is a character
that I made. Actually, there was a part that always come to my dream. Last
night I dreamed again about it. I cried when I dreamed that, and I cry when I
write this fiction. And actually, this is sequel of “When Love is Come as Hero
pt. 2” but I not write it yet.hehe WLICAH pt. 2 is Ryutaro and Ichiko’s story~
so I’ll write it soon.heheh~ please enjoy minna!!!
The last Summer
Di
beranda salah satu kamar inap di rumah sakit ternama di Tokyo..
“Okasan,
aku ingin main diluar seperti yang lainnya..” rengek Natsu
Dengan
perasaan yang sedih, sang ibu menjawab dengan raut muka yang terlihat tabah. Ia
menjajarkan tingginya dengan anaknya.
“Natsu-chan,
dengar ibu baik-baik ya sayang.. Natsu harus sehat dulu agar bias bermain
dengan teman-teman Natsu yang lain. Makanya Natsu harus semangat supaya sembuh.
Ok desu?” jawab sang ibu memberi pengertian kepada anaknya.
“Begitukah?
Jika aku benar-benar sembuh, oka-chan akan membiarkanku bermain dengan yang
lain?” balas Natsu dengan nada semangat
“Un,
mochiron desu” jawab sang ibu sembari mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Yattaaaaa~
aku boleh bermain dengan yang lainnnn~~~” kata Natsu dengan gembira
Dengan hati yang terasa seperti teriris, ibu
Natsu harus tetap menyimpulkan senyum dibibirnya untuk anaknya itu.
10
tahun yang lalu…..
“Mau..
maukah kau menjadi pendamping hidupku… Ichiko?” Tanya Ryutaro
dengan nafas yang
tersengal. Darah mengalir dari sudut bibir kirinya, dari pelipisnya. Matanya
kebiruan membengkak. Tubuhnya tak berdaya. Ia telah mempertaruhkan nyawanya
untuk menyelamatkan gadisnya.
Pipi
Ichiko pun mulai basah, air matanya mulai menetes.
“Un..
Aku ingin menjadi pendamping hidupmu Ryutaro-kun” jawab Ichiko
Sebuah
senyuman Nampak dibibir Ryutaro. Ia mendekatkan kepalanya dengan kepala Ichiko.
Dahinya ia tempelkan ke dahi Ichiko. Tangannya mengelus kepala Ichiko lembut.
“Arigatou..
kokoro kara aishiteru yo” kata Ryutaro sebelum ia tak sadarkan diri
“Ryutaro-kunnnnnnn”
jerit Ichiko sedih. Ia menangis untuk kedua kalinya.
********
“Ini
undangan pernikahanku dengan Ichiko” kata Ryutaro sembari menaruh secarik
undangan berwarna krem di meja kerja ibunya.
“Apa..
apa kau benar-benar durhaka kepadaku? Apa kau benar-benar tidak mengerti
bagaimana perasaanku? Kenapa harus dengan gadis itu? Aku tidak ingin kau
bersamanya, aku ingin..” belum sempat ibu Ryutaro menyelesaikan kalimatnya,
sang anak memotong pembicaraannya.
“Kau
selalu mementingkan apa yang kau ingin saja, kau tidak pernah mengerti akan
perasaanku. Kau egois. Selama ini aku telah menjadi bonekamu, menjadi apa yang
kau mau. Tapi untuk hal ini, aku tidak bisa mengikuti keinginanmu” jawab Ryutaro dengan tegas lalu
pergi meninggalkan ruang kerja ibunya.
Sebuah
sentuhan dibahunya menghentikan langkahnya. Ryutaro menoleh.
“Teruslah
berjuang. Aku akan mendukungmu.” Kata seserorang
“Shintaro..”
kata Ryutaro kaget.
“Ibu
akan baik-baik saja. Aku yang akan mengurusnya. Kau, tetap harus berjuang,
memperjuangkan apa yang kau kira benar. Aku akan datang ke pernikahanmu dengan
Ichiko-nee” jelas Shintaro sang adik.
“Arigatou”
jawab Ryutaro dengan mata yang berkaca-kaca.
Karena
mereka sangat jarang bertemu, mereka memutuskan untuk keluar. Mereka pergi
kesebuah café outdoor dengan view sungai yang indah.
“Aku,
aku ingin pindah selepas aku menikah dengan Ichiko.” Jelas Ryutaro kemudian
meminum secangkir espresso yang telah ia pesan.
“Kenapa
secepat itu? Bahkan kau saja belum menyelesaikan kuliahmu” Tanya Shintaro
“Aku
akan kerja sembari kuliah. Jika tidak begini, ibu takkan berubah. Aku memang
tidak ingin membuat ibu kecewa, tapi aku sudah tidak bisa membuat diriku
sendiri kecewa karena keinginan ibu”
“Aku
tau apa yang kau rasakan. Jika itu benar pilihanmu, maka kau harus bertanggung
jawab juga akan pilihanmu itu”
“Ne,
aku tau itu”
“Terlebih,
kau harus menjaga Ichiko-nee, jangan buat dia sakit ataupun sedih karena
perbuatanmu”
Ryutaro
menyunggingkan senyuman dibibirnya, ia tersentuh.
“Arigatou
na~”
*****
Hari
perikahanpun datang. Tak banyak orang yang datang. Hanya teman dan keluarga
dekat.
Detik-detik
pernikahan membuat Ryutaro gugup. Dengan setelan jas yang elegan dan pas dengan
postur tubuhnya, ia menunggu Ichiko di altar.
Tak
lama kemudian, Ichiko datang. Jalan menghampirinya dengan didampingi ayah
Ichiko.
Setelah
sampai di altar, ayah Ichiko mempersilakan Ryutaro untuk menggandeng putrinya.
Ichiko dan Ryutaro Nampak serasi. Menggunakan pakaian pengantin seperti ini.
Dengan gaun putih yang panjang, Ichiko Nampak anggun dan cantik.
Setelah
janji suci mereka ucapkan, bibir mereka menyatu. Ryutaro mencium Ichiko dengan
lembut. Kemudian diakhiri dengan ciuman di kening Ichiko. Tangis Ichikopun tak
dapat dibendung lagi.
“Ne,
mari kita memulai awal hidup kita yang baru” kata Ryutaro menenangkan Ichiko
“Un..”
jawab Ichiko singkat sembari memberikan senyuman manisnya.
Kemudian,
diacara lempar bunga…
“Ich..
ni.. san.. lempar!” kata sang mc
Ichiko
pun melempar bunganya.
“Gyaaaa”
teriakan para gadis yang berebut bunga tersebut.
Tak
disangka, Zahra yang mendapatkan bunganya.
“Eeeh?
Aku dapat bunganya Yuto-kun!!!” kata Zahra kaget
“Mungkin
kita akn menyusul Ryutrao dan Ichiko secepatnya” kata Yuto sembari memeluk
kekasihnya itu dari belakang
Pipi
Zahra langsung berwarna kemerahan. Ryutaro dan Ichiko hanya tersenyum senang
melihat kedua sahabatnya itu.
“Oi,
Morimoto Ryutaro” panggil seseorang
Sepasang
suami istri baru itu langsung menoleh ke arah suara.
“Shintaro-kun..”
gumam Ichiko
Senyum
Ryutaro pun merekah
“Omedetuo
ne~ Semoga dengan kalian menjadi suami istri, hidup kalian akan lebih indah dan
berarti” kata Shintaro kemudian memeluk sepasang suami istri itu.
“Arigatou..
honto ni arigatou” kata Ichiko
Shintaro
hanya menjawab dengan sebuah senyuman manis yang tulus.
“Tolong
jaga ibu. Aku sangat mengharapkan kehadirannya hari ini, tapi ia nampaknya
benar-benar membenciku sekarang” kata Ryutaro. Sang istri langsung
menenangkannya, mengelus lembut bahu Ryutaro.
“Tenang
saja, ibu akan ku jaga sekuat tenagaku. Walaupun ibu terlihat tak acuh
kepadamu, ia sebenarnya sangat memperhatikanmu. Aku tidak punya banyak waktu.
Aku ada janji dengan seseorang. Semoga perjalanan hidup kalian indah. Sayonara”
kata Shintaro sebelum meninggalkan tempat pernikahan Ryutaro dan Ichiko.
Ryutaro
menggenggam tangan Ichiko. Ia memandang mata Ichiko lembut.
“Walau
sesakit apapun, walau bagaimana keadaannya, aku akan terus berada disisimu. Aku
akan berjuang demi masa depan kita. Karena tidak ada orang lain selain kamu
dihatiku, hati ini sudah ku patenkan hanya untukmu. It’s gotta be you, only
you” kata Ryutaro lembut kemudian mencium kening Ichiko
*********
Setelah
menyelesaikan kuliahnya, Ryutaro dan Ichiko berniat untuk memiliki buah hati.
Beruntung, tuhan mau memberikan mereka seorang malaikat cantik yang akan mereka
bimbing sebagai anak…
Ichiko
dinyatakan hamil tepat seminggu setelah kelulusan mereka.
Ryutaro
dan Ichiko juga sudah pindah ke Osaka. Setidaknya, mereka sudah tidak satu kota
lagi dengan ibu Ryutaro.
Ryutaro
juga sudah mendapatkan pekerjaan yang cukup mapan sebagai manager sebuah
perusahaan. Sedangkan Ichiko ia memilih untuk menjadi guru TK.
Hari
demi hari mereka jalani bersama, kini kandungan Ichiko sudah mencapai 6 bulan.
Mereka makin tak sabar untuk menggendong bayi pertama mereka. Keduanya sangat
memperhatikan bagaimana perkembangan janinnya.
Namun,
suatu hari Ichiko jatuh sakit.
“Sumimasen..
sumimasen” kata dokter yang mendorong kasur Ichiko.
Ryutaro
yang juga mendorong kasur Ichiko, menuju UGD memegang tangan Ichiko dengan
cemas. Ichiko terlihat sangat pucat.
“Ichiko
sayang, bertahanlah. Kau pasti kuat” kata Ryutaro meyakinkan istrinya yang
lemah tak berdaya.
“Maaf
tuan, anda tidak diperkenankan masuk” kata seorang suster ketika sampai di UGD.
“Oh
hai.. aku akan menunggu diluar” jawab Ryutaro.
Ia
bersandar ditembok, mengambil nafas, menenangkan dirinya. Ia sangat khwatir. Ia
tak ingin kehilangan istri tercintanya itu.
Beberapa
saat kemudian, sang dokter keluar.
“Bagaimana
keadaan istri saya sensei?” Tanya Ryutaro khawatir
Wajah
sang dokter Nampak serius.
“Sepertinya
istri anda kelelahan. Dan terlebih lagi karena banyak fikiran. Janinnya jadi
terkena imbasnya. Dan juga penyakit lama istri anda kambuh lagi. Jika dilakukan
operasi maupun pengobatan, akan berdampak kepada janinnya. Sekarang pilihannya
ada dua, istri anda selamat, atau istri dan janinnya tidak selamat. Tolong
difikirkan baik-baik Morimoto-san” kata dokter itu kemudian meninggalkan
Ryutaro sendiri.
Ryutaro
jatuh berlutut. Ia bingung. Mana yang harus ia pilih. Jika istrinya
mengetahuinya, pasti ia akan sangat terpukul.
******
Keesokkan
harinya, Ryutaro datang ke rumah sakit lagi, menjenguk istrinya setelah ia izin
ke kantor.
Ia
melihat pujaan hatinya itu lemas tak berdaya berbaring di atas kasur dengan
infus. Hatinya terasa begitu sakit melihat istrinya seperti itu. Ia merasa
bersalah karena tak bisa menjaga istrinya dengan baik.
Ryutaro
menggenggam tangan Ichiko. Memandang wajah Ichiko lembut.
“Gomen,
gomenasai. Aku tidak bisa menjaga dan melindungimu” kata Ryutaro. Ia menunduk.
Menahan airmatanya.
Kemudian
ada belaian lembut di kepalanya. Ia mendongak, melihat istrinya sudah sadar.
“Ini
bukan salahmu, aku yang terlalu memaksakan diri” kata Ichiko kemudian ia
tersenyum kepada Ryutaro yang mengisyaratkan ‘aku baik-baik saja’.
Ryutaro
mencium kening Ichiko. Dalam hatinya, ia berdoa kepada tuhan, agar nyawa istri
dan anaknya dapat terselamatkan.
“Ichi-chan,
aku tau ini sangat berat. Tapi aku harus memberitahumu sesuatu” kata Ryutaro
“Tentang
apa itu?” Tanya Ichiko
“Kau
harus dioperasi segera, tapi..”
“Tapi
kenapa?”
“Janinmu,
jika operasi dan pengobatan dijalankan, maka akan berakibat buruk pada janin
yang kau kandung. Kita harus merelakannya pergi.. ia akan menjadi malaikat
kecil disurga” jelas Ryutaro.
Sontak
saja pernyataan Ryutaro tersebut membuat Ichiko menangis.
“Tidak,
aku tidak ingin melepaskan anak kita. Aku sudah menyayanginya. Aku tidak mau
kehilangannya” tangis Ichiko
Ryutaro
memeluk Ichiko. Menenangkan Ichiko. Air mata Ryutaro tak dapat dibendung lagi.
Ia juga merasakan hal yang sama dengan Ichiko, namun ia juga tidak mau
kehilangan istrinya.
“Aku
tidak ingin kehilangan anak kita” tangis Ichiko sambil memukul pelan bahu
Ryutaro
“Iya,
aku tau. Aku juga tidak ingin kehilangan anak kita”
“Aku
ingin mempertahankan anak kita. Aku ingin membesarkannya”
Ryutaro
memegang kepala Ichiko. Menatap matanya.
“Dengarkan
aku baik-baik, jika tuhan memang berada di pihak kita, tuhan tak akan mengambil
malaikat kecil kita. Percayalah Ichi-chan” kata Ryutaro
Setelah
perundingan dengan dokter, akhirnya operasi dijalankan tanpa harus menggugurkan
kandungan Ichiko terlebih dahulu.
Ichiko
pun masuk ke ruang operasi.
“Ingat,
berjuanglah. Percayalah bahwa tuhan ada di pihak kita. Percayalah” kata Ryutaro
sebelum meninggalkan ruang operasi.
Ryutaro
menunggu diluar selama proses operasi berlangsung.
Tak
sedetikpun ia lupa untuk tetap berdoa kepada tuhan. Meminta keselamatan akan
istrinya maupun anaknya.
Sejam
kemudian operasi selesai. Dokter keluar ruangan dengan wajah penuh syukur.
“bagaimana
operasinya sensei?” Tanya Ryutaro khawatir
“Sebuah
keajaiban datang. Kami bersyukur sekali operasi dapat berjalan dengan baik.
Istri dan janinnya selamat semua. Tapi..” kata dokter menggantungkan kalimatnya
“Tapi
apa sensei?” Tanya Ryutaro
“Mungkin
dengan pengobatan penyembuhan yang akan dilakukan pada istri anda dapat
berakibat pada jantung si janin. Tapi selama tidak ada gejala yang ditunjukkan
janin, berarti janinnya akan sehat. Banyak-banyaklah berdoa pada tuhan
Morimoto-san” jelas dokter
“Arigatou
gozaimasu. Terimakasih atas kerja keras anda” kata Ryutaro berterimakasih
“Itu
sudah menjadi tugas saya. Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu Morimoto-san”
kata si dokter kemudian pergi.
Ryutaro
tersenyum lega mndengar pernyataan dokter tadi, tetapi ia harus berani
menanggung akibatnya kelak.
*******
“Oeeek..oeeekk”
terdengar tangis bayi.
“Whoaaa!
Sudah lahir! Ichi-chan, terimakasih!” kata Ryuatro yang menemani istrinya
ketika proses persalinan.
Ichiko
hanya dapat menangis bahagia melihat anaknya terlahir dengan selamat.
Setelah
bayi mereka dibersihkan dan sudah di baluti pakaian, suster memberikan bayi
mereka ke sang ibu, Ichiko.
“Omedetou
anda telah jadi ibu. Putri anda cantik sekali” kata suster memberikan selamat
“Arigatou
na” jawab Ichiko dengan senyuman yang manis.
“Baiklah,
saya tinggal dulu. Kalu ada perlu tinggal memencet bel yang ada disana” jelas
suster
“Hai..”
jawab Ryutaro dan Ichiko kompak.
Ichiko
membelai pipi anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tersenyum melihat
malaikat pemberian tuhan yang kini sudah lahir dan berada di pelukannya.
“Nama
apa yang cocok untuk malaikat kecil kita Ryuu-kun?”
“Karena
sekarang musim panas, bagaimana kalau kita beri nama Natsu?” Tanya Ryutaro
“Ah
benar juga..selain itu ia juga bunga bagiku. Kalau kita beri nama Natsuhana
bagaimana?”
“Nama
yang cukup baik.. Baiklah mari kita bimbing Natsuhana Morimoto bersama-sama”
kata Ryutaro kemudian mengecup pipi anaknya itu.
Kebahagian
menghampiri mereka, namun tak lama kemudian mereka merasakan kesedihan.
Setelah
berumur satu tahun, anak mereka mulai menunjukkan gejala-gejala yang tak
mengenakkan. Jantung anak mereka bermasalah.
Dengan
rasa sedih, mereka harus membiarkan anak mereka hidup berkembang dengan
obat-obatan supaya tetap hidup.
*****
“Happy
birthday Nacchan, happy birthday Nacchan, happy birthday happy birthday, happy
birthday Nacchan” kedua orang tua Natsu menyanyikan birthday’s song untuk anak
mereka tercinta.
“Otanjoubi
omedetou ne Nacchan” kata Ichiko sang bunda sembari membawa cake.
“Kyaaa,
arigatou Oka-chan, Otou-san!!!” kata Natsu gembira
“Ne,
sekarang tiup lilinnya dulu Nacchan!” kata Ryutaro
“Hai!”
kata Natsu begitu antusias.
“Yatta~
sekarang Natsu sudah 5 tahun!!! Yeayy~” kata Ichiko berakting gembira
“Un.
Sekarang Natsu sudah besar! Kalau Natsu semakin sering belajar, otou-san pasti
senang dan bangga. Ini hadiah dari otou-san” kata Ryutaro kemudian memberikan
Natsu sebuah bungkusan pink.
“Waaah,
purezento?? Kyaaa arigatou otou-saaaann!” kata Natsu gembira kemudian mencium
pipi ayahnya itu.
Natsu
membuka bungkusan itu perlahan. Ia seperti ia tak ingin merusaknya.
“Waaaahhh..
buku? Arigatou naaaa” kata Natsu senang.
“Ti..
thin.. thinkeru be..ru.. Thinker Bell!” eja Natsu membaca judul buku yang
diberi oleh ayahnya.
“Eh?
Anakku sudah pintar rupanya” kata Ryutaro sembari mencubit pipi anaknya dengan
gemas.
“Ini
hadiah dari okachan” kata Ichiko lalu memberikan sebuah box kecil pada anaknya.
“Apa
ini?” kata Natsu kemudian membuka box tersebut.
Ternyata
isinya adalah music box.
“Waaah
kirei da ne.. arigatou okachan” lanjut Natsu kemudian memluk ibunya.
“Un,
douita Nacchan. Semoga kau suka dengan hadiah pemberian okachan dan otousan”
jelas Ichiko
“Suki.
Daisuki desu. Bagaimana bisa aku tidak menyukai barang pemberian kedua orang
tuaku. Aku, aku sayang kalian” kata Natsu kemudian memeluk kedua orang tuanya.
Mata
Ichiko mulai berbinar, hatinya tersentuh.
“Kami
juga sayang Nacchan. Sangaaaattttt sayang…” balas sang ayah sambil mengelus
lembut kepala anaknya tercinta.
Ichiko
melepaskan pelukkannya.
“Sekarang Nacchan sarapan dulu ya. Kemudian
jangan lupa minum obat supaya sehat. Ok desu?”
“Ok
roger!” jawab Natsu lucu membuat kedua orang tuanya terkekeh.
“Baiklah,
Nacchan disini dulu ya, otousan dan okachan mempersiapkan sarapanmu dulu” kata
Ryutaro.
“Hai.
Aku akan membaca buku dulu sambil mendengarkan music box!” jawab Natsu senang.
Ayahnya
hanya menjawab dengan anggukan dan belaian lembut dikepala Natsu.
Setelah
keluar kamar, Ichiko terduduk lemas.
“Ini
sudah tahunke-5. Tahun perkiraan dokter tentang lamanya hidup Natsu” kata
Ichiko sedih
Ryutaro
memeluk Ichiko.
“Jika
tuhan berkehendak untuk mengambil Natsu sekarang, kita harus rela. Tapi kita
juga tidak boleh putus asa sayang. Kita juga harus semangat dan berjuang untuk
kehidupan anak kita. Mengerti? Jadi jangan memperlihatkan wajah seperti ini
dihadapan Natsu. Natsu juga tidak ingin kita bersedih” jelas Ryutaro lembut
kemudian mengusap air mata di pipi Ichiko.
Ichiko
hanya mengangguk menanggapinya.
“Naccan,
makanan datangggg~” kata Ichiko membawa sarapan untuk Natsu dengan ceria
“Wuaaah,
sepertinya enak! Okachan, aku sudah membaca buku ini. Keren sekali. Thinker
Bell tidak putus asa ketika kehilangan permatanya, ia terus berusaha
mencarinya. Keren sekalikan?” oceh Natsu
“Kalau
begitu kamu juga harus seperti Thinker Bell. Menjadi gadis yang kuat, menjadi
gadis yang tidak putus asa. Oke?”
“Un,,
aku juga ingin seperti itu!!!!” jawab Natsu semangat
“Nah,
baiklah, pesawat datang. Aaaa~~~” kata Ichiko ketika menyuapi Natsu sarapan
“Waaaaahh..
oishiii!!!!” komentar Natsu setelah merasakan suapan sarapannya.
“Kalau
begitu lagi ya? Aaaa~”
******
2
tahun berlalu dengan cepat. Diagnose dokter tentang lama hidup Natsu juga telah
lewat. Ichiko dan Ryutaro senang karena diagnose dokter waktu itu salah.
Mungkin, karena keajaiban itu datang lebih besar lagi.
Di
beranda kamar inap, Natsu dan Ichiko sedang melihat ke taman bermain rumah
sakit.
“Okasan,
aku ingin main diluar seperti yang lainnya..” rengek Natsu
Dengan
perasaan yang sedih, sang ibu menjawab dengan raut muka yang terlihat tabah. Ia
menjajarkan tingginya dengan anaknya.
“Natsu-chan,
dengar ibu baik-baik ya sayang.. Natsu harus sehat dulu agar bias bermain
dengan teman-teman Natsu yang lain. Makanya Natsu harus semangat supaya sembuh.
Ok desu?” jawab sang ibu memberi pengertian kepada anaknya.
“Begitukah?
Jika aku benar-benar sembuh, oka-chan akan membiarkanku bermain dengan yang
lain?” balas Natsu dengan nada semangat
“Un,
mochiron desu” jawab sang ibu sembari mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Yattaaaaa~
aku boleh bermain dengan yang lainnnn~~~” kata Natsu dengan gembira
Dengan hati yang terasa seperti teriris, ibu
Natsu harus tetap menyimpulkan senyum dibibirnya untuk anaknya itu.
Kini
umur Natsu sudah 7 tahun. Kesehatannya naik-turun. Bahkan sempat beberapa kali
kritis, namun Natsu masih terselamatkan.
Natsu
kini sudah menduduki sekolah dasar. Ia tetap bisa sekolah, namun tidak banyak
kegiatan yang bisa ia lakukan. Ia tak pernah berolahraga. Karena olahraga
adalah pantangan baginya.
Suatu
sore Ichiko berjalan-jalan sore di taman bersama Natsu. Natsu merasa sangat
senang bisa jalan-jalan di taman seperti sekarang.
“Natsu
sudah capek? Yuk duduk disini sebentar” kata Ichiko.
Mereka
duduk di bangku panjang.
“Okachan
belikan minum dulu. Nacchan tetap disini saja ya. Jangan kemana-mana. Ok?”
Tanya Ichiko memastikan
“Ok
roger!” jawab Natsu semangat.
Kemudian
Ichiko pergi membeli minuman, dan meninggalkan Natsu sendiri.
Sebuah
bola menggelinding ke arah Natsu.
“Oii,,
tolong lemparkan bola kami!” teriak seorang anak yang seumuran dengan Natsu
“Bolehkh
aku ikut bermain?” Tanya Natsu
“Mochiron!”
Kemudian
Natsu mengambil bola itu. Dan berlari gembira..
******
“Nacchan!
Nacchan! Bertahanlah!” kata Ryutaro menatap anaknya yang sudah tak berdaya.
Natsu mengenakkan alat nafas bantuan. Nafasnya terengah-engah. Tubuhnya kaku.
Membuat Ryutaro dan Ichiko sangat takut dan khawatir.
“Nacchan!
Bertahanlah! Maafkan okachan” tangis Ichiko.
“Maaf,
sebaiknya kalian menunggu diluar” kata suster.
Keduanya
hanya mengangguk.
“Bagaimana
ini bisa terjadi? Bagaimana kau bisa kelepasan? Jelaskan!!” kata Ryutaro emosi.
Hampir saja ia melepaskan sebuah tamparan untuk Ichiko. Ia sangat khawatir dan
tidak ingin kehilangan anak sematawayangnya itu.
“Gomen,,
gomenasai. Maafkan aku, ini salahku. Aku membiarkannya sendirian di taman.
Kemudian Nacchan bermain sepak bola tanpa sepengetahuanku. Ini salahku” kata
Ichiko kemudian memukuli kepalanya sendiri.
Ryutaro
yang tadinya emosi, sekarang juga merasa bersalah setelah melihat istrinya
begitu menyalahkan dirinya atas kejadian ini.
Ia
menghentikan Ichiko.
“Ichi-chan,
hentikan. Ichi-chan! Hentikan itu!” bentak Ryutaro
“Sudah
jangan seperti itu, tak ada gunanya menyalahkan diri sendiri seperti itu” jelas
Ryutaro kemudian memeluknya.
“Lalu
apa yang harus kita lakukan?” Tanya Ichiko dalam tangisnya.
“Untuk
sekarang kita hanya dapat berdoa” jawab Ryutaro
Beberapa
saat kemudian sang dokter keluar.
“Morimoto-san,
seharusnya anda lebih waspada lagi ketika menjaga Natsu-chan. Sekarang
keadaannya kritis. Kita hanya dapat berdoa saja.” Kata sang dokter kemudian
meninggalkan mereka.
“Maafkan
aku, aku memang bersalah” kata Ichiko
“Sudahlah.
Aku akan pulang dulu, membawakan ganti baju untukmu dan Natsu” jawab Ryutaro
“Un..”
jawab Ichiko
Kemudian
Ichiko duduk memandang anaknya yang terbaring lemah di kasur mengenakan alat
bantu pernafasan serta infus yang terpasang ditubuhnya. Kabel-kabel yang
berwarna-warni juga menempel di dada Natsu, kabel-kabel yang memonitori kinerja
jantung Natsu.
Ichiko
menangis.
“Kamisama,
nande? Kenapa kau berikan malaikat kami penyakit seperti ini? Aku sudah tak
tahan lagi. Aku tidak menginginkannya. Aku sudah muak. Kenapa kau memberikah
hal ini kepada malaikatku ya tuhan? Apa kau tau seberapa tersisksanya aku
melihat malaikatku berbaring lemas seperti itu? Apa kau merasakan kesaikitan
yang dirasakan Natsu tuhan? Ambillah dia jika itu memang yang terbaik. Aku tak
ingin dia seperti ini terus, merasakan sakit yang tak ada ujungnya.” Tangis Ichiko kepda tuhan
Ichiko
tak menyadari bahwa anaknya itu sadar. Sudah melewati masa kritisnya.
Terlihat
air mata menetes dari mata Natsu. Meskipun Natsu tidak membuka matanya. Air
mata kepedihan yang ia keluarkan…
Keesokkan
harinya semua orang terkaget.
Natsu
sudah tidak ada.. Natsu sudah meninggal. Ia sudah pergi ke surga, menjadi
malaikan kecil yang cantik.
Ryutaro
dan Ichiko tak menyangka hal itu terjadi. Karena histogram menunjukkan kinerja
jantung Natsu membaik. Ichiko menangis sejadi-jadinya. Apa yang telah ia
katakana kepada tuhan semalam, benar-benar terjadi.
Kemudian,
Ryutaro menemukan secarik surat dibalik bantal Natsu.
Okachan, otousan. Ini
aku Natsu, malaikat kecil kalian^^
Kalian jangan sedih ya
kalau aku pergi ke tempat yang indah?
Aku ingin pergi ke
taman surga.
Aku sudah lelah dengan
semua ini.
Aku tidak ingin melihat
kalian sedih lagi.
Aku tidak menginginkan
penyakit ini, sama seperti kalian.
Mungkin tuhan
memberikan penyakit ini untukku karena tuhan sayang aku.
Okachan dan otousan
tidak perlu sedih ya.
Terimakasih sudah mau
membimbing dan menjagaku selama ini.
Aku cinta kalian. Aku
tak akan melupakan kalian.
Aku akan pergi dengan
senyuman. Jadi kalian juga harus tersenyum ketika aku pergi, Ok?
Aku cinta kalian. Aku
sangat sayang kalian.
Maafkan aku sudah
merepotkan kalian selama ini
Sampai jumpa di surga
otousan, okachan!
Aku akan menjadi
Thinker Bell yang cantik disana.
Dimanapun aku berada,
diamanapun kalian berada,
Aku mencintai kalian
Natsu-chan
Semuanya
menangis membaca surat tersebut. Seorang anak kecil membuat surat seperti itu.
Kini,
Ryutaro dan Ichiko tak akan merasakan musim panas yang sama lagi. Karena musim
panas terakhir mereka telah pergi.. ke tempat yang indah…
THE END
sedih cii, mau nagis pas baca surat. good job cii >.< keep writing ya
BalasHapus