FanFic: Tears and Smile #3


TING TONG TING TONG *            pengumuman yang nggak tau apa itu artinya berkumandang* aku mengabaikan suara pengumuman itu. Karena aku tidak tahu artinya.
“Zah, kamu ngapain? Kok lama?” tanyaku
“Lagi ganti, tunggu bentar ya. Udah selesai kok”
Zahra membuka pintu toilet.
Aku langsung menyodorkan tasnya yang berat itu.
“Ayok balik!”
“Ayok”
Kamipun kembali ke kereta.
“Itukan Zah keretanya?”
Aku menunjuk sebuah kereta yang bertengger di mana kereta yang kami tinggalkan.
“Iya” ayok masuk”
Kami pun masuk ke kereta itu. Kami duduk di tempat kosong. Pintu tertutup. Kereta mulai berjalan. Kami masih tenag-tenang saja. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri.
Lho kok yang lainnya nggak ada? Apa salah naik gerbong ya? Di gerbong sebelah kali ya?kataku dalam hati
“Zah, Nisa sama rombongannya kita kok nggak ada ya?”kataku
Zahra yang mendengar perkataanku langsung clingak-clinguk mencari rombongan kami.
“Weh, iya e kok nggak ada ya?” kata Zahra panik.
“Tadi kan udah ku suruh buat nelpon kamu kalo keretanya udah mau barangkat. Coba hp mu di cek dulu”
Zahra menggeledah isi tasnya
“Loh kok nggak ada ya? Mampus!!”
“Lah gimana Zah. Coba di inget-inget”
“Sek,, tunggu tunggu… aduh goblok! Hp nya kan aku titipin di Nisa. Goblok!!”
“Habislah kita”
Aku menunduk menutup muka. Stress, depresi, sedih dan takut bercampur jadi satu
“Hp mu ka nada cik?” kata Zahra
Eh iya. Aku lupa! Dasar goblok! Kataku dalam hati.
“Oh iya! Ada nih”
Aku langsung merogoh-rogoh saku celanaku. Ketemu. Aku kembali semangat.
“Mampus Zah. Low bat”
Aku kembali putus asa.
“Coba deh Zah, kita jalan ke gerbong sebelah. Mungkin mereka ada” kataku
“Iya deh. Ayok Cik. Kamu sebelah kanan, aku sebelah kiri ya. Nanti aku tanya ama security juga”
Tanpa menjawab, aku langsung berdiri. Berjalan kearah gerbong sebelah kanan. Ku buka pintu gerbongnya. Aku berjalan menyusuri gerbong demi gerbong. Ku cermati setiap orang yang kutemui. Tapi tak ada satupun yang ku kenali. Aku putus asa hamper menangis. Mataku mulai panas. Aku berjalan kembali ke gerbong awal.
 Wajahku benar-benar putus asa. Tenggorokanku semakin sakit. Aku menahan tangis dari tadi. Aku tidak peduli orang-orang melihatku dengan tatapan aneh-kasihan-merendahkan-tertawa. Terserah kau saja kataku dalam hati.
Aku duduk di kursi tadi yang ku tinggalkan. Aku melihat Zahra sedang berbincang dengan security. Wajahnya juga sama putus asanya denganku. Aku menunduk.
Tiba-tiba ada orang yang menepuk-nepuk pundakku. Aku kaget.
Siapa juga nih orang! ganggu aja! Gak tau apa nih lagi galau level tinggi! Kataku dalam hati.
Aku menoleh kea rah orang itu ogah-ogahan.
“Maaf. Siapa ya?”
“Kamu tamu yang datang ke sekolah tadi itu kan?”
“I..iya. kamu murid hirokoshi gakuin?”
“Yeah. Aku benar! Sudah kuduga” kata cowok itu. Suaranya terdebgar girang dan cempreng. Mengingatkanku pada suara seseorang. Yuuri Chinen.
Aku memerhatikannya dari atas sampai bawah.
“Bolehkah kamu berdiri sebentar?” pintaku
“Boleh” jawabnya ceria. Suaranya yang cempreng membuatku semakin yakin kalau dia adalah Chi. Tapi gayanya sangat berbeda dengan Chi. Terkesan sedikit aneh. Topi, kacamata, dan sorban. Bajunya juga kebesaran.
Cowok itu berdiri. Aku juga ikut berdiri. Sebenarnya hanya membandingkan tinnggiku dengan cowok itu. Sama. Kemungkinan besar dia memang Chi. Giginya juga sama. Yang paling ku hapal dari Chi selain suara dan tinngi badannya adakah gigi nya.
“Baiklah. Terimakasih. Kamu boleh duduk lagi”
Aku dan cowok itu duduk kembali.
“Sebenarnya ada apa?”
“Bolehkah kau membuka kacamata dan sorbanmu? Sepertinya aku pernah melihatmu” kataku sambil senyum.
“Karena kamu sudah tersenyum, terpaksa akan ku buka” kata cowok itu sambil membalas senyumanku.
Cowok itu melihat ke kanan dank e kiri. Melihat situasi. Akhirnya ia melepaskan sorban yang menutupi dagunya. Lalu kacamata tebalnya.
Aku shock. Aku mangap. Ternyata aku benar dia adalah Yuuri Chinen. Ada hal apa yang bisa membuatnya datang padaku?aku bahkan nggak pernah ketemu sama dia. Malah dia ngenalin aku. Aneh.kataku dalam hati
“Chi,, Chinen..”kataku terbata-bata
Chinen membekap mulutku. Lalu dia melepaskan secepat kilat setelah mimic wajahku berubah sebal. Ia memakai kembali kacamata dan sorbannya.
“Maaf. Bukan maksudku tidak sopan. Tapi jangan begitu lagi ya. Aku tidak mau kalau orang-orang melihatku. Aku sudah belajar merubah penampilanku supaya aku tidak dikenali orang” kata Chinen
“Baiklah. Maaf. Tapi bagaimana kamu bisa tahu aku? Sewaktu aku di Hirokoshi Gakuin, aku sama sekali tidak bertemu artis disana. Mungkin teman-temanku yang melihat kamu. Kami tidak ikut acara penyambutan di aula.” Kataku
“Kami?”
“Oh,iya. Maaf. Aku lupa. Aku bersama temanku. Nmanya Zahra. Sebentar, akan ku panggilkan.”
Aku berdiri menghampiri Zahra yang masih berbincang dengan security. Aku menepuk pendaknya
“Zah, gimana?”
“Nihil Cik. Kita salah naik kereta”
“Jadi ini kereta menuju kemana?”
“Balik ke Tokyo. Katanya 15 menit lagi sampai Tokyo”
“Jadi, kita tadi udah nyampe setengah perjalanan ke Kyoto? Terus kita sekarang malah naik jurusan balik ke Tokyo?”
“Iya cik. Gimana ini?”
Aku nggak bisa menjawab pertanyaan Zahra. Pikiranku campur aduk. Aku kembali sadar ketika ada yang menepuk bahuku. Aku menoleh. Chinen. Aku lupa.
“Ada apa?” tanya Chinen dengan suara cemprengnya
“Sebaiknya kita duduk dulu. Nanti akan ku jelaskan”
Aku mengajak Zahra dan Chi duduk. Zahra megap-megap nggak percaya sewaktu aku bilang kalau cowok yang di sebelahku sekarang ini adalah Chinen. Akhirnya Chinen membuka kacamata dan sorbannya lagi untuk membuktikan bahwa ia adalah Chinen.
“Jadi, kenapa kalian ini? Wajah kalian sangat sedih dan bingung sekali” tanya Chi perhatian
Aku tersenyum. Aku melirik Zahra dengan tujuan supaya dia saja yang menjelaskan apa yang terjadi dengan kami berdua. Aku tidak cocok dalam masalah cerita-menceritakan. Dan kami juga saling berkenalan satu sama lain.
Zahrapun menceritakan semuanya dari awal. Benar-benar dari awal( dari perjuangannya mengikuti lomba karya sastra berbahasa Jepang) sampai kita duduk bertiga (aku,Zahra,Chi) di kereta saat ini.
Mimic Chi jadi ikut sedih. Dia berpikir sejenak. Dia tidak bicara lagi sampai kami tiba di Tokyo.
“Kalian tidak lapar? Akan ku traktir kalian di resto stasiun ini yang paling enak”
“Arigatou Chi-san”
Kami berjalan ke sebuah rumah makan sederhana. Kayak gini restoran? Chi gimana sih? Orang kaya warteg edisi bersih gini kok?! Tanyaku dalam hati.
“Jangan dilihat dari penampilan luarnya. Resto ini memang sangat menipu. Ayo masuk dulu. Kalian tak akan menyesal” kata Chi lembut
Aku hanya membuat garis kaku di sudut bibirku. Kok Chi bisa tau? Apa wajahku segitunya banget ya nyampe bisa kebaca segitu gampangnya? Tanyaku dalam hati
Aku masuk ke resto itu (atau di sebut wartyeg?) dengan rasa tidak enak. Begitu membuka pintu dan masuk dua langkah. Aku terperangah. Zahra sudah terperangah duluan daripada aku. Matanya kelihatan takjub. Aku juga begitu.
Aku salah. Tempat ini jauh dari kesan warteg. Sangat berbeda. Aku jadi malu sendiri. Chi menghampiriku dan Zahra.
“Bagaimana? Resto ini bagus kan? Sudahku bilang resto ini sangat menipu”
Aku dan Zahra menggaruk kepala kami (yang tidak gatal sama sekali) berbarengan.
Kami duduk di meja yang kosong. Chinen memesan makanan yang katanya paling enak menurutnya disini. Aku dan Zahra manut-manut saja. Karena kami tidak tahu makanan apa saja yang disediakan disini. Yang jelas aku dan Zahra sudah bilang pada Chi untuk tidak memesan makanan yang ada hubungannya dengan babi. Karena haram bagi kami.
“Makanan ini benar-benar tidak mengandung babi?” tanyaku
“Iya. Ini sayuran. Lihatlah. Tapi ada daging salmonnya juga. Tidakpapa kan?”
“Tidakpapa kalau salmon. Kami juga bukan vegetarian. Bolehkah kami mencobanya?”
“Ehm? Baiklah. Silakan” kata Chi nggak jelas. Dia sudah makan duluan. Dia sangat menikmati makanannya.
Kami semua melahap makanannya dengan hikmat. Kecuali aku. Aku kurang menikmatinya. Karena porsinya terlalu sedikit. Jadi aku minta izin ke Chi untuk memesankan makanan itu lagi untukku.
“Wah, kamu makannya banyak juga ya? Padahal aku sudah kenyang dengan satu porsi saja lho”
“Hehehe, aku memang makannya banyak. Maaf ya kalau aku merepotkanmu” kataku disela-sela makanan yang masuk dalam mulutku.
“Sama sekali tidak. Aku malah senang. Yasudah, makanlah sampai selesai. Akan ku tunngu. Aku ke kasir dulu”
Aku mengangguk
Zahra sudah menelesaikan makanannya. Dia hanya makan satu porsi. Wajahnya nggak bersemangat banget sewaktu makan tadi. Nggak biasanya dia kayak gitu. Mana Zahra yang aku kenal? Aku berhenti makan. Kutatap sahabatku itu. Kupeluk dia dengan lembut.
“Ada apa Zah? Cerita Zah!”
Zahra nggak menjawab pertanyaanku. Tatapannya kosong. Tubuhnya juga lemas nggak bertenaga. Apa dia masih lapar?kataku dalam hati
“Cik, aku nggak tau nasip kita selanjutnya nanti” kata Zahra tiba-tiba.
“Hah? Maksud kamu?”
“Kita di sini nggak punya siapa-siapa dan nggak punya apa-apa cik. Kita disini maunya tour bareng, seneng-seneng. Kok jadinya malah kayak gini? Ya Allah..”
“Tenang Zah. Mungkin Allah punya rencana. Kita pasti balik ke Indonesia kok. Allah pasti udah ngirim malaikat penolong buat kita” kataku menyemangati Zahra
Lalu Chi datang ke arah kami. Tubuh Chi seperti bersinar dimataku. Apakah Chi yang akan menolong kami? Tanyaku dalam hati.
Senyum Khas Chi keluar melihat kami berpelukan seperti ini.
“Tak perlu sedih. Aku akan menolong kalian sekuat tenaga” ia mengulurkan kedua tangannya kepada kami. Tangan kiri untukku, tangan kanan untuk Zahra. Kami berdua membalas uluran tangannya. Kami tersenyum kembali. Pertanyaanku terjawab.
Setelah makan selesai. Kami di ajak ke suatu tempat. Kami naik bis untuk sampai tempat itu. Tidak jauh juga. Letaknya masih di kota.
“Sampai!!” kata Chi dengan nada yang nggak rendah.
Aku membaca tulisan di atas gedung itu.
“Hah? Tempat latihan dance? JE?”
“Iya. Hari ini kami latihan. Ayo masuk. Mungkin kita datang paling awal. Ini masih sore. Biasanya kami datang pukul 6 petang. Ayo masuk!” kata Chi tak kalah semangat. Saking semangatnya, dia sampai menggeret kami.
“Eh? Keito sudah datang ya?” kata Chi kaget.
“Iya. Aku sengaja datang lebih awal”
“Baguslah kalau begitu. Aku membawa tamu special untuk kita. Dia akan menjadi sahabat baru kita.. ini dia mereka”
Aku dan Zahra menjoba berdiri tegak. Oh tuhann!! Keito bersama kami? Terimakasih ya Allah. Kataku dalam hati
“Ini Uci. Umurnya 15 tahun. Berasal dari Indonesia” kata Chi memperkenalkanku.
“Hajimemashite. Uci desu. 15 sai”
Aku menunduk memperkenalkan diri dan berusaha senyum yang nggak terlihat canggung.
“Nah, yang ini. Zahra umurnya 15 tahun juga. Dari Indonesia juga” kata Chi memperkenalkan Zahra.
“Hajimemashite. Zahra desu. 15 sai.” Zahra juga membungkuk memperkenalkan diri.
“Hajimemashite. Keito des. Senang berkenalan dengan kalian” kata Keito memperkenalkan diri, dia juga menunduk memperkenalkan diri.
Kami berdua tersenyum, Chi mendekati Keito. Lalu berbisik entah apa itu yang mereka bicarakan.
“Bisa tolong minta bantuanmu? Dariyadi aku capek menggunakan bahasa Inggris terus. Bisakan aku minta tolong untuk menjadi penerjemah ku?” bisik Chi. Lalu menjauh sedikit dan mengeluarkan senyum penuh harap kepada Keito.
“Baiklah” kata Keito tak tega melihat senyum Chi yang begitu imut.
“Ehm jadi yang latihan hanya kalian berdua?” tanyaku asal
“Tentu saja tidak. Biasanya yang datang lebih awal itu Dai-chan, lalu setelahnya Ryutaro, kalau tidak ya Yama-chan”
“Oh begitu”
“Oh iya, Keito. Sini!” kata Chi bermaksud untuk memberi bisikan lagi ke Keito. Keito sedikit menunduk.
Mereka berbisik-bisik.
“Bagaimana kalau kita tinggalkan Uci-san disini? Supaya ia bisa bertemu dengan Ryu. Aku ingin menjodohkannya dengan Ryutaro. Mereka sepertinya cocok” bisik Chi
“Hah? Yang benar saja? Itu tidak jahat? Bagaimana kalau Uci-san tidak mau?”
“Pasti dia mau. Ayo. Pasti sebentar lagi Ryutaro datang. Kita harus bergegas”
“Aku menurut saja lah” bisik Keito pasrah.
Mereka berbalik badan ke arah kami.
“Uci-san, maukah kau tinggal sebentar disini? Aku,Keito dan Zahra-san akan pergi mencari cemilan sebentar untuk member HSJ yang lainnya nanti. Mau ya?”
Aku menatap Zahra. Zahra hanya menggeleng tidak tahu.
“Oke deh. Asal laptop Zahra di tinggal.”
“Bagaimana Zahra-san?” kata Keito
“Baiklah” kata Zahra sambil melepaskan tas berisi laptop, lalu di berikan kepadaku. Chi mendekati Zahra dan membisikan sesuatu. Aku memutar bola mata. Aku semakin curiga. Ada apa ini?
Wajah Zahra semangat sekali setelah dibisikan sesuatu. Lalu menatap Chi dan Keito debgan wajah berterimakasih. Merekapun pergi. Aku mengantarkan mereka sampai mereka menghilang dari pandanganku. Aku masuk ke dalam. Duduk di dekat stopkontak. Aku menghidupkan laptop.
“Weih,, ada hotspot. Keren. Bisa nggak ya? Coba dulu deh”
Aku mencoba hotspot itu. Ternyata bisa. Koneksinya juga cepat.
Aku browsing ini itu tentang Jepang. Tentang Hey! Say! JUMP juga. Aku juga melihat pv-pv HSJ. Dari yang wajah-wajah masih anak sd sampai wajah yang membuat wanita berdebar-debar.
Lalu ada orang yang datang. Kukira siapa. Ternyata Ryutaro. Awalnya aku nggak ngeh kalau dia datang. Sampai ia mengeluarkan suara bass nya.
“Diamana semuanya? Masa belum ada yang datang?”
“Katanya mereka membeli camilan untuk member HSJ lainnya” kataku datar. Masih belum ngeh kalau yang mengajak ngobrol adalah Ryutaro. Ichibanku.
“Tumben sekali” kata Ryutaro yang benar-benar berat dan membuatku tersadar. Ya tuhan! Ryotaro ganteng banget!kataku dalam hati. Aku hamper tidak bisa bernafas.
Aku sekarang menjadi canggung. Berduaan dengan sang idola di tempat latihannya. Dan aku hanya mematung. Ryutaro duduk disudut ruangan lain, yang lumayan jauh dariku. Aku mengalihkan pikiranku dengan melanjutkan melihat pv mereka.
Tanpa tersadar aku tertawa melihat pv mereka. Wajah mereka masih sangat polos dan lucu sekali.
“Apanya yang lucu?”Tanya Ryutaro sewot
“Tidak. Hanya saja, kalian lucu banget”
“Apanya yang lucu dengan Ultra Music Power?”
“Wajah kalian masih sangat polos”
“Benarkah?”
Ryutaro mendekat ke arahku. Ia duduk di sampingku. Aku kaget
“Maaf bukan maksudku begitu” kata Ryutaro canggung
“Tidakpapa” kataku sambil memberikan senyum canggung
“Ngomong-ngomong, kita belum kenalan”
“Aku kenal kamu”
“Itu bukan kenal. Tapi hanya tahu. Kalau kenal begini nih…”
Ryutaro mengulurkan tangan kanannya.
“Namaku Ryutaro” kata Ryutaro melanjutkan kalimatnya
Aku merasa tidak enak kalau aku tak membalas mengulurkan tangan. Jadi ku ulurkan saja tanganku sampai tangan Ryutaro dan tanganku saling bersentuhan.
“Namaku Uci. Dari Indonesia. Aku temannya Chi”
Lalu aku melepas tanganku.
Ryutaro tersenyum.
Oh tuhan!! Jangan sampai pingsan! Jeritku dalam hati

****************

Sedangkan di luar sana ada Chi,Keito,dan Zahra yang ternyata tidak benar-benar pergi untuk membeli camilan untuk member HSJ lainnya. Mereka bersembunyi di balik pintu masuk. Mereka memerhatikanku dan Ryu sejek tadi.
“Apa ku bilang?! Pasti berhasil” kata Chi ceria.
“Hsst. Bagaimana sih Chi? Kita harus tenang. Supaya tidak ketehuan mereka” kata Keito gemas
“Baiklah” kata Chi menurut.
Zahra hanya diam saja, menahan tawa sejak tadi.
Lalu, ada orang yang datang. Orang itu sudah hamper masuk ruangan latihan. Chi menggeretnya sampai keluar lagi bersama mereka.
“Yam! Yam! Sini jangan buru-buru masuk” kata Chi setelah menggeretnya keluar.
“Ada apa memangnya?” tanya Yamada bingung. Matanya meneliti kami semua. Tatapannya benar-benar berhenti di arah Zahra. Yama kaget. Matanya terbelalak. Begitu juga Zahra. Ia tidak menyangka bahwa yang datang adalah Yama. Sang ichibannya. Zahra berubah jadi kikuk.
“Siapa dia?” kata Yama menunjuk Zahra.
“Nanti saja ku jelaskan. Pelankan suaramu. Jangan membuat misiku gagal!” kata Chi sambil menengok ke dalam ruangan.
“Aku sedang mencomblangkannya dengan Uci-san. Mundurlah. Bersembunyi! Aku tidak mau ketahuan dengan cepat.”
Yama menurut. Wajah Yama sedikit aneh mengetahui ada cewek di markasnya mereka. Tapi perasaan anehnya itu sementara ia tutupi sebentar demi keberhasilan rencana Chi yang gila ini.
Lalu satu demi satu member HSJ lainnya datang. Semuanya mengintipi aku dan Ryu. Mereka setuju-setuju saja aku dan Ryu di comblangkan dengan cara begini.

******************

Aku yang sedang online facebook ternyata ada yang mengajakku chat. Teman jauhku dari London, kami selalu curhat-curhatan. Meskipun dia cowok, tapi dia sangat care kalau aku cerita sesuatu ke dia.
‘Hey Uci! Long time no see’
“eh? Ada chat. Sebentar ya Ryu, aku harus menjawabnya dulu” aku minta izin ke Ryu. Dia menangguk memperbolehkanku.
‘Hey Justin! Miss ya’
‘Miss ya too. Apa kabar?’
‘Not bad. Aku berada di Jepang sekarang’
‘Japan? Wow. So, are you meet with Ryutaro?’
Akulangsung menoleh ke arah Ryutaro. Wajahnya aneh. Mungkin ia bingung, kenapa namanya disebut-sebut. Lalu aku kembali ke obrolanku.
‘Yes. Ofc. Dia berada di sebelahku sekarang. Dia berbeda’
‘Berbeda bagaimana maksudmu?’
‘Dia lebih ganteng daripada yang ku kira’
‘Benarkah? Pasti tidak lebih ganteng dariku :P ’
‘Hahahh, kalian sangat berbeda. Tentu saja lebih ganteng Ryu daripada kamu :P ’
‘Benarkah? Tunjukan padaku orangnya seperti apa. Jangan sampai salah memilih shawty’
‘Benar. Tunggu sebentar. Akan ku upload fotonya. Terimakasih shawty telah mengkhawatirkanku’
‘Itulah gunanya sahabat x)’
Aku menoleh kea rah Ryutaro.
“Ryu, kau tahukan kalau aku ini fansnya HSJ (especially kamu)”
“Iya. Kenapa?”
“Bolehkan aku minta foto bareng? Lewat webcam saja”
“Boleh”
Lalu kami berfoto lewat webcam. Kami benar-benar lucu. Dari pose sangat canggung, pose lirik-lirikan dengan tatapan aneh, pose dengan jari membentuk huruf ‘V’, sampai pose yang gila. Pose wajah orang stress. Baru kali ini aku melihat wajah Ryu dengan pose seperti ini. Ternyata dia tidak jaim. Aku suka dengan artis yang enggak jaim dengan fans nya sendiri.
Kami makin akrab. Aku juga meminta izin darinya untuk menjadikan foto tadi menjadi profile picture di facebook dia memperbolehkan.
Aku memilih foto kami yang kami berfoto meringis bersama. Sangat lucu. Wajah kami serasa masih sd. Benar-benar lucu.
Lalu, aku juga mengupload foto kami dengan pose senyuman yang sopan. Aku menge-tag foto itu kepada sahabat jauh ku. Justin.
Perut Ryutaro bunyi. Ia lapar.
“Tunggu sebentar ya. Aku mau mengambil makanan dulu di mobil”
“Baiklah”
Aku melanjutkan obrolanku dengan sahabat juhku tadi
‘Bagaimana? Dia gantengkan?’
‘Iya. Kau benar. Mungkin kalau dia sekolah di SMA ku, dia akan jadi saingan terberatku’
‘Ahahaha. Dia sudah bersekolah di tempat yang bagus kok. Jangan mengkhawatirkannya kalau ia pindah ke London, dan bersekolah di tempatmu’
‘Fyuhh, untung saja XD. Well, si monster sudah datang. Dia menggerecoki k uterus. Minta di pinjami laptopku’
‘Ahahaha, salamkan salamku padanya XP’
‘Okey’
‘See ya shawty’
‘See ya babeee’
Obrolanku berhenti. Dan aku langsung log out. Begitu keluar dari facebook, terdengar keributan di luar.
“KENAPA KALIAN SEMUA DISITU?” Teriak Ryutaro
Aku menghampiri Ryotaro. Wajahku shock ketika melihat ke sembilan member HSJ dan Zahra sedang bersembunyi di balik pintu.
“Apa-apaan kalian ini?” kataku shock.
“Katanya kalian membeli camilan? Kenapa lama sekali dan kenapa kalian malah menggerombol di balik pintu?” kata Ryu
Akhirnya otak atas kejadian ini keluar. CHINEN.
Chinen menggaruk-garuk kepalanya yang benar-benar tidak gatal. Ia tersenyum tak besalah.
“Kami sebenarnya ingin membeli camilan. Tapi karena suatu hal, kami jadi nggak jadi.hehe”
“Lalu, yang lainnya kenapa nggak masuk?”
“Kami di larang Chi” kata ke sembilan member HSJ bersamaan.
Ryutaro dan aku menatap Chi bebarengan.
“Chi..” kataku
“Iya, iya. Maafkan aku” chi menggaruk-garuk kepalanya lagi. Ia tersenyum minta maaf dan menunduk.
 “Baiklah. Kami maafkan” kata Ryutaro
“Benarkah? Terimakasih Ryutaro-kun sayangggg” kata Chi, lalu ia mencium pipi Ryutaro.
“Stop-stop! Hentikan! Jangan ulangi lagi”
“Baiklah”
Lalu semua oraang masuk ke ruangan latihan. Kami duduk melingkar. Membentuk sebuah lingkaran besar. Chinen menjelaskan semuanya. Ia menceritakan ulang apa yang telah diceritakan Zahra dan menceritakan kenapa ia bisa bertemu denganku dan Zahra. Sebelum Chi menceritakan, aku dan Zahra memperkenalkan diri pada semua member HSJ.
Mereka memberi respon yang baik. Mereka semua kasihan padaku dan Zahra. Sensai HSJ pun juga memberi respon yang sama.
Mereka latihan sebentar. Benar-benar sebentar. Mungkin hanya 15 ment saja. Gerakan mereka tidak semangat. Mungkin, Mereka tidak konsen latihan karena ada aku dan Zahra. Aku jadi merasa nggak enak.
Setelah latihan selesai. Kami duduk membentuk lingkaran lagi.
“Jadi kalian sekarang nggak ada tempat tinggal?” kata Hikaru
“Iya. Kami akan mencari motel yang sesuai dengan bajet kami.”
“Bajet kami tidak banyak” tambah Zahra
“Aku tahu tempat yang cocok dan aman untuk mereka” kata Yama tiba-tiba. Sekarang tatapannya pada kami sudah biasa. Tidak seperti awal tadi. Member HSJ sangat baik. Bahkan Yuto, Hika, Yuya, Chi menawarkan kami untuk tinggal dirumah mereka. Tapi kami menolak.
“Baiklah, karena mereka tidak mau tinggal di rumah kita. Ku serahkan saja padamu Yam” kata Chi
“Baiklah. Karena ini sudah petang. Ayo. Akan ku antarkan kalian” kata Yama ramah.
“Bolehkah aku ikut?” tanya Ryu tiba-tiba
“Pakai mobilmu sendiri”
“Tentu saja. Uci-san. Kau bersamaku”
“Sudah seharusnya kau bersama Uci-san. Aku bersama Zahra-san. Ayo kita berangkat”
Kami berpamitan. Aku dan Zahra menunggu Ryu dan Yama mengambil mobil mereka di parkiran.
“Zah,, keajaiban nggak sih? Kita bisa kayak gini?
“Iya. Tapi yama kayaknya nggak suka sama aku”
“Jangan bilang nggak. Tapi belum. Aku masih bisa lihat Yama sama Ryu masih malu-malu sama kita. Yama kayaknya pengen kenal kamu dulu. Nggak langsung jatuh cinta. Ryu juga. Cinta sejati itu nggak tumbuh dari hubungan yang dangkal atau Cuma pandangan pertamakan?”
“Lah tapi kamu langsung jatuh cinta sama Ryu pas pandangan pertama pula”
“Yeeehh, itu mah beda permasalahan kali. Itu kan sebagai seorang fans sama idolanya. Nah, kita sekarang ini bener-bener hubungan antara satu pribadi dengan pribadi lainnya”
“Aku harap juga gitu Cik. Aku harap hubungan ini nggak singkat”
“Amin”
Teeeeet.. teeeettt.. mereka mengklakson. Tanda mobil sudah siap.
“Cih. Di klakson. Dateng nyamperin ngapa sih?” kata Zahra sebal.
“Sabar buk. Ngapa sih Zah hari ini kamu emosional banget? PMS ?”
“Hem…” kata Zahra meninggalkanku dan berjalan ke mobil sedan berwarna silver kepunyaan Yama.
Aku memutar bola mata. Aku mengikuti Zahra dari belakang. Aku sengaja tidak langsung ke mobil Ryu. Aku ingin mengatakan sesuatu ke Yama. Jadi, ku ketuk saja jendela mobilnya.
“Ada apa?” tanya Yama
“Jaga dia” jawabku datar. Dan langsung meninggalkan Yama dan Zahra. Ku lihat dari ekor mataku. Ada sebuah senyuman dibibir Yama. Membuatku sedikit lega. Itu artinya dia mau menjaga Zahra dengan baik. Aku yakin. Salah satu criteria yang perempuan yang diinginkan Yama untuk jadi pendamping hidup ada di Zahra. Baru 5 langkah aku menjauh dari mobilnya, Yama berteriak.
“Terimakasih. Terimakasih telah mempercayaiku”
Aku berbalik badan dan tersenyum nakal.
“Sudah menjadi tugasmu”
“Terimakasih banyak” kata Yama sambil mengangguk.
Aku berbalik dan berjalan ke mobil merah Ryu.
Ryu ternyata menungguku. Ia bersender di mobilnya. Ia menengok kearahku
“Kenapa lama sekali?” tanya Ryu.
“Maaf telah membuamu menunggu” aku menunduk minta maaf.
“Oh, sudahlah. Ayo masuk”
Ryu membukakan pintu mobilnya untukku.
“Eh? Tidak perlu begitu aku bisa membuka sendiri”
“Sudah terlanjur” kata Ryu sambil tersenyum
Ya tuhan!! Aku nggak tahu bisabertahan atau tidak satu mobil sama Ryu. Aku nggak kuat. Jangan sampai pingsan. Teriak ku dalam hati.
Lalu aku berjalan menghampirinya dengan gugup. Benar-benar gugup.
“Arigatou” kataku dengan mengusahakan sekuat tenaga untuk tersenyum di depannya. Aku benar-benar lemas. Akupun masuk mobil.
Ryu masuk mobil. Dan mulai menancap gas mengikuti mobil Yama yang ada di depannya.
Ketegangan semakin menjadi-jadi. Aku menunduk. Dadaku berdebar-debar. Aku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan. Berharap Ryu tidak bisa mendengar debar jantungku ini.
“Ada apa?” tanya Ryu membuka pembicaraan
“Nothing” jawabku singkat. Otakku benar-benar buntu. Aku tidak bisa berfikir sama sekali.
“Kamu sakit?” kata Ryu sambil memerhatikanku
“Tidak. Aku baik-baik saja” jawabku kaku.
“Baiklah kalau begitu. Nggak perlu pakai bahasa formal kalo lagi sama kami. Apalagi Cuma sama aku. Kita Cuma beda setahun”
“Eh? Beneran?”
“Iya. Ngomong-ngomong. Kamu punya nama Jepang Uci-san?”
“Eh? Tentu saja punya”
“Siapa nama jepangmu?”
“EHm. Kenalan aja kali ya? Hajimemashite, namaewo Ichiko Michiko des”
“Ichi? Anak pertama ya?”
“Iya. Hehe”
“Heh? Kemana tadi ya mobil Yama-chan? Perasaan tadi ada di depan”
Ryu langsung menginjak gas lebih kencang. Ia melewati beberapa mobil yang ada di depannya. Keren.
“Ah. Itu dia” kata Ryu lega
“Hebat juga kamu menyetir”
“Eh? Biasa saja” kata Ryu malu-malu
“Ehm, boleh aku panggil Ichi?” lanjut Ryu
“Eh? Ichi? Seperti nama cowok”
“Tapi kamu memang kayak cowok. Pecicilan.”
“Ehhhh? Terserah kau saja”
Emangnya aku pecicilan banget ya? Perasaan hari ini aku pendiem. Kayak situ nggak pecicilan aja -___- kataku dalam hati. Aku nggak mengeluarkan suara. Suasana hening sejenak sampai Ryu menyalakan radio. Ternyata lagu yang sedang diputar adalah lagunya BIG BANG.
“Aih,, Big Bang. Asik”
“Ichi-chan suka Big Bang?”
“Lumayan lah. Especially Dae sung dan Tae yang.. ”
“Dae sung? Tae yang? Aduhh.. berat juga ya”
“Apanya?”
“Nggak. Nggak. Bukan apa-apa. Lanjutin denger radionya aja”
“Eh?”


·         Zahra

Aku menolak untuk di bukakan pintu mobil oleh Yama. Yama menurut saja. Mungkin ia tau kalau aku sedang PMS. Jadi Yama langsung masuk ketika aku menolak dan memilih membukaka pintu sendiri.
Ketika membuka pintu mobil Yama, bau khas Yama langsung menyeruak. Bau parfum yama sangat kentara di mobil sedan berwarna silver ini. Aku langsung duduk dan bersedekap menikmati bau harum khas Yama. Sebenarnya aku sangat senang sekali, tapi entah kenapa sewaktu  Uci datang mengetuk jendela mobil Yama. Lalu berbicara sesuatu. Mau ngapa sih ni anak?kataku berubah kesal dalam hati. Nggak tahu kenapa aku hari ini benar-benar badmood atau seenggaknya senang dalam beberepa detik barusan. Aku sangat kesal sekali. Jadi aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku tersadar dari kekesalanku saat Yama berteriak.
“Terimakasih. Terimakasih telah mempercayaiku” teriak Yama.
Lalu tersadar samara-samar jawaban dari luar sana. Jawaban dari Uci.
“Sudah menjadi tugasmu”
“Terimakasih banyak” kata Yama sambil mengangguk
“Terimakasih untuk apa?” tanyaku
“Cepat atau lambat, nanti juga kau tau” kata Yama sambil menyunggingkan senyum khasnya.
DEG..
Jantungku seperti berhenti berdetak, lalu kembali berdetak lagi dengan irama yang kencang dan tak beraturan setelah melihat senyum Yama. Mampus! Ada apa ini? Aih,, kataku dalam hati. Aku langsung memalingkan wajah kea rah jendela. Berharap Yama tidak bisa melihat kecemasanku dan menguatkan iman lebih tebal lagi.
“Kau pasti suka dengan rumah itu”
Terpaksa aku menoleh kea rah Yama.
“Rumah? Kau mengajak ku kemana sih? Yang jelas dong”
“Ke rumah yang akan kau tinggali nanti. Di jamin nggak menyesal. Dan kau akan mendapat ibu asuh juga. Kau dan Uci-san.”
“Ibu asuh?”
“Iya. Memangnya kau bisa hidup tanpa ibu? Setidaknya orang yang dengan senang hati menolongmu dan membantumu”
“Baiklah. Aku nurut saja”
“Memang sudah seharusnya”
“Kenapa saat kau datang tadi sikapmu begitu aneh dengan kami?”
“Eh? Ehm,, aku hanya kaget saja ada cewek di tempat latihan kami”
“Tapi tatapanmu tadi sangat menyakitkan sewaktu kau melihatku bersama Chii dan Keito”
“Maaf mengenai hal itu. Aku tidak bermaksud..”
Belum sempat Yama menyelesaikan kalimatnya, aku berbicara.
“Lupakan. Tidak apa-apa.” Kataku ketus
“Gomen..” kata Yama, terdengar ada kesedihan ketika Yama mengatakannya.
Aku jadi merasa bersalah mengeluarkan kata-kata bernada pedas seperti itu. Aku langsung minta maaf ke Yama.
“Gomen. Maafkan aku. Tidak seharusnya aku berkata begitu. Gomen..” kataku penuh dengan nada penyesalan sambil membungkuk.
“Tidak apa-apa. Aku seharusnya yang minta maaf. Aku tahu, kau ini tipe cewek yang bukan seperti ini. Aku tahu kalau kalian sedang kehilangan rombongan kalian. Tapi, tenanglah sedikit. Nikmatilah hidup ini. Jalani apa adanya. Dengan memberikan sedikit senyum pada orang sekitar itu saja sudah cukup”
Tidak tahu mengapa, mendengarkan perkataannya aku jadi lebih tenang. Kalimat terakhir yang terucap dari mulutnya membuatku sadar. Aku belum pernah tersenyum padanya. Lalu kusunggingkan senyumku saja padanya.
“Eh? Kau punya lesung pipi?”
“Iya. Mau melihatnya lagi?”
Aku memberikan Yama senyuman khas ku.
“Nah, kenapa tidak dari tadi memberikan senyum lucu itu?” goda Yama
Aku tersenyum malu.
“Nah, begini lebih baik bukan?”
“Sangat. Semoga saja ada yang bisa membuatku lebih sering tersenyum”
“Eh? Apa yang membuatmu tersenyum terus?”
“Jika ada yang bisa ku kalahkan lomba memasak”
“Eh? Kamu suka masak? Kalau begitu kau punya saingan yang berat”
“Benar juga. Kau kan suka masak. Ayoo, siapa takut. Sekarang masalahnya si ibu asuh ku dan Uci itu memperbolehkan kita lomba masak di dapurnya atau tidak”
“Hmm,, benar juga. Sudahlah, itu urusan nanti saja” kata Yama sambil menyunggingkan senyumnya.
“Tapi Yama-chan. Dari mana kamu tau kalau si ibu pemilik rumah yang akan ku tinggali bersama Uci bersedia menjadi ibu asuh kami dan darimana kamu tau mengenai ibu tersebut?”
“Ceritanya panjang”
“Ayolaah ceritakan..” rengek Zahra
“Baiklah.. jadi begini, dia adalah salah satu teman jauh ibuku. Dulu, ia punya dua anak gadis seperti kalian. Tapi, ia justru memperlakukan dua anak gadisnya dengan tidak baik. Lalu, akhirnya mereka kabur dari rumah…”
“Eh? Diperlakukan tidak baik bagaimana? Jadi kamu sengaja membiarkan kami tinggal dengan orang yang jahat?” sela Zahra.
“Bukan gitu. Jangan memotong pembicaraan kalau orang sedang cerita”
“Ai… maaf, lanjutkan”
“Lalu, mereka kabur dari rumah. Mereka tidak kembali kerumah selama 1 tahun. Awalnya, mereka tidak mau kembali kepada ibu mereka. Tetapi setelah melihat ibunya berubah dan menjadi sakit-sakitan akhirnya mereka luluh dan ingin merawat ibu mereka sampai sembuh. Tapi, ibu itu sekarang sendiri lagi di rumahnya.”
“Eh? Bukannya anak ibu itu sudah kembali?”
“Memang sudah kembali, tapi beberapa tahun kemudian harus meninggalkan ibu mereka karena pasangan mereka harus bekerja di luar Jepang. Anaknya menikah pada hari yang sama. Dan meninggalkannnya pada hari yang sama juga. Sekarang ia sangat kesepian. Makanya ku bawa kalian ke ibu itu. Pasti kalian akan diperlakukan seperti seorang putrid raja.”
“Ahh, jadi begitu ceritanya. Hmm, aku jadi kasihan pada ibu itu”
“Kamu pasti sangat betah tinggal disana”
“Semoga saja”
Lalu kami langsung akrab. Kami ngobrol banyak hal. Dari masakan apa saja yang biasanya dimasak sendiri, hobby para member hsj kalau lagi ada waktu senggang, sampai  meng-gibah orang-orang yang nggak sengaja kami lihat di jalan. Seru sekali.
“Baiklah. Kita sudah sampai” kata Yama mengakhiri pembicaraan. Aku langsung melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil. Begitu juga Yama. Kulihat Yama melambai-lambaikan tangannya kea rah mobil Ryu. Mungkin menandakan bahwa ‘kita sudah sampai’.




·         Uci

Kami enggak berbicara lagi satu sama lain. Aku malu untuk memulai pembicaraan. Meskipun biasanya pecicilan dan hamper nggak punya malu (ex: teriak-teriak gak jelas di pojok kelas sambil ngerumpi padahal lagi pelajaran; teriak-teriak di halaman sekolah padahal banyak orang tua yang lagi jemput anaknya; diketawain seisi kelas gara-gara salah ngomong; pake dandanan super freak pas lagi ada acara sekolah; sering heboh sendiri padahal lagi ada di tempat umum; DLL)
Aku Cuma berani melirik kea rahnya saja. Meskipun hanya menyetir, Ryu kelihatan keren banget. Samapi akhirnya Ryu yang mulai pembicaraan. Ternyata kami sudah sampai di rumah yang akan ku tinggali bersama Zahra.
“Oke. Ichi-chan. Kita sudah sampai”
Aku melihat ke luar jendela mobil. Ternyata memang sudah sampai.
“Jangan panggil nama itu di depan semua orang ya. Panggil aku Uci-san saja kalau ada orang lain. Kau yang pertama tahu nama Jepangku selain Zahra”
“Hah? Aku orang pertama yang tahu?”
“Tentu saja”

********************

Komentar

Postingan Populer