Fanfic: Tears and Smile #4






Kami berdua langsung turun begiru Yama melambaikan tangannya pertanda bahwa kami telah sampai di lokasi. Kami berdua langsung membuntuti Yama yang sudah bergerak duluan kea rah rumah yang akan ku tinggali bersama Zahra. Kesan pertamakali ketika melihat rumah bergaya modern-tradisional itu adalah tenang. Bagaimana enggak tenang? Karena yang menempati rumah yang terhitung luas ini cuma satu orang.
Yama memencet bel di muka rumah. Nggak lama kemudian ada seorang ibu keluar.
“Ah, nak Yama” sapa ibu itu ramah.
Yama menunduk memberi hormat. Lalu kami bertiga mengikuti menunduk memberi hormat. Ibu itu juga membalas menunduk memberi hormat. Lalu ia bertanya kepada Yama.
Ada keperluan apa nak Yama? Sampai datang ke rumah?”
Ketika Yama mau membuka mulut untuk menjawab, ibu tadi berbicara lagi.
“Ah, lupa. Mari, silakan masuk” katanya ramah. Ia mempersilakan kami masuk.
Ruang tamunya sangat tradisional. Lantai kayu, ukiran-ukiran dan kaligrafi Jepang masih menempel di dinding dengan rapih. Dan beberapa foto keluarga dan piala-piala terpajang juga. Kami duduk dibawah. Benar-benar sederhana dan tradisional. Tapi kesan elit juga nggak bisa terlepaskan dari rumah ini. Contohnya sewaktu di depan, ada tiga mobil mewah yang terparkir di garasi terbukanya. Mungkin 1 mobil sporty BMW, 1 Ferarri, dan sebuah mobil keluarga TOYOTA. Astagaa, buat apa ibu-ibu naik mobil sporty begini? Nggak cocok banget batinku sewaktu melihat dua buah mobil sporty di garasi terbuka. Dan juga daerah ini ku dengar juga kawasan elit.
 “Jadi, ada apa nak Yama?” tanya ibu itu mengawali pembicaraan.
“Ehm, maaf kalau saya datang tiba-tiba. Ehm, sebenarnya saya ingin minta tolong dengan Ibu Naomi”
“Boleh tahu, minta tolong apa nak Yama?”
“Ehm, begini bu. Ada dua teman saya yang membutuhkan tempat tinggal dan ibu asuh. Bolehkah mereka tinggal disini dan ibu menjadi ibu asuhnya?”
“Siapa? Kedua gadis manis itu?” Tanya ibu Naomi sambil melihat ke arahku dan Zahra.
“Tentu saja boleh”
 “I..iya. Terimakasih banyak bu. Maaf, saya lupa memperkenalkan mereka. Silakan perkenalkan diri kalian” perintah Yama sopan.
Kami berdua menangguk nurut.
“Nama saya Putri Zahra Nafisa. Panggil saja Zahra. Umur saya 15 tahun. Saya dari Indonesia
“Aah, Indonesia. Lalu, bagaimana denganmu nak?” tanya Bu Naomi padaku
“Eh? Iya tante”
“Eh? Tante? Aku sudah menjadi ibumu. Panggil saja Ibu”
“Maaf… i..ibu. Ehm, nama saya Septi Suci Pradipta Wibowo. Nama panggilan saya Uci. Umur saya 15 tahun, tapi sebentar lagi 16. Saya dari Indonesia juga seperti Zahra”
“Ehm, baiklah. Zahra? Uci? Bagaimana kalian bisa sampai Jepang? Dan kenapa kalian sampai bisa tidak punya tempat tinggal?”
“Ehmm, ceritanya sangat panjang..”kataku
“Nak Yama, tolong ceritakan pada ibu”
“Hai” kata Yama
Akhirnya Yama menyeritakan semua kejadian yang ia dapat dari Chii dari awal sampai kami berada disini dirumah ini kepada Ibu itu. Ibu itu mendengarkan dengan seksama. Beberapa kali ibu Naomi itu melihat ke arahku dan Zahra. Tapi aku malah menunduk. Aku masih belum terbiasa dengan ibu Naomi. Mungkin Zahra juga.
Setelah mendengar cerita Yama ibu itu angkat bicara.
“Semoga kalian nyaman tinggal disini” kata ibu Naomi
“Tentu saja.” kata Zahra.
“Terimakasih telah mengizinkan kami untuk tinggal disini bu” tambahku
“Bagaimana bisa aku menolak dua gadis manis seperti kalian? Ehmm, baiklah. Apa kalian sudah makan?” tanya ibu
Sebelum ada yang menjawab, perut Ryu sudah menjawab terlebih dahulu. Perutnya bunyi. Kami semua menengok kea rah Ryu. Ryu hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala (yang sebenarnya tidak gatal).
“Yasudah. Kalian makan disini saja. Mumpung ibu sedang buat makan banyak. Ayo. Mari. Nggak usah malu-malu” kata ibu. Lalu ia berdiri mengajak kami ke ruang makan.
Disela-sela kami mengikuti ibu dari belakang. Aku bicara pada Ryu.
“Kau ini..” kataku datar
“Hehe.. kalau perut nggak bisa dibohongi. Haha” kata Ryu santai.
“Dasar.. yasudahlah, lagi pula sudah terlanjur.”
“Hehehe..”
Kami tak melanjutkan percakapan setelah masuk dan duduk di ruang makan. Mata kami berbinar-binar melihat makanan lezat di atas meja. Hidung kamipun sedang menikmati aromanya yang enak. Didalam hati aku bersyukur. Ryu terimakasih yaaa. Malam ini kita makan enak! Arigatou very much ne~
“Ayoo Silakan dimakan” kata bu Naomi
“Selamat makan! Itadakimasu!” kata kami serempak
Pada suapan pertama aku langsung bahagia sekali. Mataku berbinar-binar.
“Wahh, masakannya enak sekali bu” pujiku
“Mulai sekarang, kau akan sering merasakan masakan seperti ini”
Mataku dan mata Zahra langsung berbinar-binar. Kami melanjutkan menyantap hidangan dengan hikmat.
Setelah makan malam selesai, ibu menunjukan kamar kami.
“Nah, Zahra, Uci, mari ibu perlihatkan kamar kalian. Kalau nak Yama dan Ryu mau ikut melihat juga, ayo, tidak apa-apa”
“Eh? Tidak usah bu” kata Ryu
“Kami tahu kalau ibu pasti akan memberikan yang terbaik” tambah Yama
Ibu tersenyum
“Yasudah kalau begitu. Kalian tunggu saja disini. Tidak akan lama”
“Hai”
“Ayo Zahra, Uci. Kita ke kamar kalian”
“Hai” jawab kami bersamaan
Kami mengikuti ibu dari belakang
Kamar kami lumayan jauh dari ruang tamu. Aku benar-benar kagum pada rumah ini. Jujur saja. Aku baru melihat rumah Jepang tradisional-modern seperti ini. Di dalam rumah ternyata ada halaman lagi. Kamar kami berada di seberang halaman ini. Sungguh menarik. Ada kolam ikannya juga. Ikan koi pula. Suasananya sejuk, bunga-bunga, ada pepohonan, ada bangku panjang juga. Seperti taman masuk rumah.
Setelah kami sampai di kamar, ibu mempersilakan kami masuk
“Silakan. Bagaimana kamarnya? Ini cukupkan untuk kalian berdua?” kata ibu
Tanpa menjawab kami langsung masuk ke kamar. Kami terperangah. Kamarnya luas.  Mungkin seluas satu setengah kelas disekolahku. Kami masuk, merasakan kamar itu. Aku berbalik.
“Ini sudah lebih dari cukup ibu. Arigatou” kataku ceria sambil membungkuk berterimakasih
“Bagaimana dengan pendapat Zahra?”
“Ini sudah sangat cukup untuk kami. Bahkan terlalu luas” kata Zahra
“Tidak. Ini sangat pas untuk kalian. Baiklah, kalian mau berlama-lama disini dan membiarkan pacar-pacar kalian di ruang tamu?”
“Eh? Pacar? Kami baru bertemu sehari bu. Masa sudah jadi pacar? Itu tidak mungkin” kataku
“Setidaknya, mereka akan menjadi pacar kalian. Aku akan merestui kalian..”
“Ayoo, sudah sudah. Kasihan mereka sudah menunggu” lanjut ibu kemudian menggeret kami di pelukannya.
Kami sangat senang ibu mau menerima kami dan bersifat hangat seperti ini. Aku bersyukur karena Yama telah membawa kami ke tempat ini. Terimaksih Yamakataku dalam hati.
“Baiklah nak Yama, Ryu. Kami sudah selesai.” Kata ibu ketika sampai di ruang tamu
Yama dan Ryu berdiri.
“Baiklah kalau begitu. Kami pamit pulang dulu” kata Yama
“Hai. Arigatou bu Naomi” tambah Ryu
“Baiklah. Akan ku antarkan kalian sampai depan”
“Hai”
Begitu sampai di depan pintu gerbang, ibuberkata sesuatu Ryu.
“Nak Ryu, selamat berjuang ya!” kata ibu sambil tersenyum
“Eh?” jawab Ryu bingung
“Fighting!” kata ibu sambil menunjuk ke arahku tanpa ketahuan olehku
“Aahh… Hai! Arigatou” kata Ryu sambil membungkukkan badan kea rah ibu.
Setelah mereka pergi, Zahra merengek padaku. Ia pingin punya kendaraan. Tapi ia tidak bisa naik mobil dan motor, dia meminta sepeda.
“Kok mintanya sama aku? Akukan bukan emak mu!” kataku sewot
“Hoooo,, pliss to cik. Ya bilangin ke Ibu. Plisss” rengek Zahra
“Y” kataku menurut.
Akhirnya aku bilang saja ke ibu. Bahwa kami ingin sepeda. Dan dikabulkan. Katanya, ia akan memesankannya nanti.
“Noh, udah noh! Puas?!” kataku sebak
“Hehe,, arigatou Ucik!!!! Sankyu.. mauah muah”
“Hmm”


Aku merebahkan kepala. Begitu juga Zahra. Kami tidak bisa langsung tidur begitu juga. Selain rambut masih basah sehabis mandi, kami masih berfikir tentang kejadian hari ini.
“Zah? Udah tidur?” tanyaku dari kasurku
“Belon, kenapa?”
Aku menghadap menyamping kea rah Zahra
“Kita beruntung banget gak sih?”
“Sangat”
“Hmm.. walaupun berat, ada asyik nya juga kejadian ini”
“Ya kita syukuri dong. Sekarang tidur ya. Liat nih mataku udah segaris gini”
“Hahahah.. iya. Good nite”
Aku kembali ke posisiku semula.
Berdoa.
Dan mulai terlelap

************

Aku berlari di tempat yang gelap. Berlari mengejar-ngejar seseorang. Laki-laki tepatnya. Mungkin di jalanan. Oh, salah. Ini di taman gereja.
Kenapa aku berlari kesini? Dan aku menangis mengejar orang yang ada di depanku? Aku berteriak mengatakan sesuatu. Tapi aku sendiri tidak tahu apa yang aku katakan. Lalu orang itu berhenti. Refleks, aku juga berhenti. Aku mengatakan sesuatu lagi. Orang itu berputar ke arahku. Wajahnya tak kelihatan karena gelap. Lalu, wajahnya semakin jelas. Lalu seperti ada yang menendangku.

DUGGG!

“Auu..” aku teriak kesakitan. Aku terbangun.
Ternyata aku bermimpi.
Kulihat kaki Zahra berada persis di samping bokongku.
Aku memutar bola mata.
“Ishh.. ganggu orang mimpi aja!” kataku sambil menyingkirkan kaki Zahra dengan kakiku. Ternyata Zahra keluar dari kasurnya. Akhirnya ku geret Zahra dengan sekuat tenaga ke kasurnya. Barat amat nih bocah -__- batinku.
“Untung aja ini kasur lesehan. Kalo nggak? Benjol kamu zah” kataku sambil menyelimuti Zahra.
Lalu aku menengok jam dinding.
“Jam lima?”
Aku berjalan kea rah jendela, dan membuka jendela itu.
“Masih gelap” kataku setelah membuka jendela.
Aku memejamkan mata. Merasakan semilir angin berhembus lembut dipipiku dan mengambil nafas panjang untuk menikmati udara yang masih sangat segar. Aku membuka mataku kembali, tersenyum bahagia. Rasanya nyaman sekali. Arigatou Yama. Terimakasih untuk yang kesekian kalinya. Nggak salah aku memilihmu.. menjadi seorang kakak batinku.
Aku memejamkan mataku kembali. Merasakan kembali angin di pagi hari. Mendengarkan suasana malam yang tenang.
Aku membuka mataku kembali. Kaget.
“Eh? Air? Siapa jam segini yang nyalain air kran di halaman?” pada diriku sendiri.
Aku menutup jendelanya lagi. Supaya bocah satu itu (Zahra) tidak kedidinan. Aku berlari pelan keluar pintu. Kugeret pelan-pelan pintunya tapi tetap saja bunyi. Aku melihat kea rah Zahra. Aku takut kalau dia bangun gara-gara keberisikan. Padahal aku udah dibuat bangun gara-gara ditendang dia, tapi kenapa ya aku takut kalo dia bangun? Ah,, biasaa~ naluri seorang kakak haha:D batinku.
Akupun berhasil keluar.
“Eh? Ibu?”
Ternyata suara air kran itu untuk mencuci baju. Aku melihat ada bajuku dan baju Zahra yang sedang ia kucek.
“Eh? Bajuku sama baju Zahra dicuciin juga?”
Aku langsung lari turun menghampiri ibu.
“Ibu? Kenapa baju saya dan baju Zahra juga dicucikan? Kami bisa sendiri. Kami nggak mau merepotkan ibu” kataku to the point mengagetkan ibu.
 “Eh? Uci sudah bangun? Nggak papa nak, sekalian saja. Ini sudah menjadi tugas seorang ibu kan?”
“Eh? Tapikan..”
“Tapi kana pa?” potong ibu
“Kalau begitu, boleh ku bantu?”
“Membantu ibu menyuci? Tentu saja boleh”
Lalu aku mengambil dingklik (bangku kecil) dan duduk di depan ibu. Lalu aku membantu menyuci satu persatu bajuku dan Zahra. Enak amat nih bocah!batinku
“Kenapa ibu mencucinya pagi-pagi begini? Ibu nggak masuk angin?”tanyaku memecah keheningan
“Enggak nak, ibu sudah terbiasa. Kamu ngapain bangun pagi-pagi begini?”
“Mimpi bu..hehe”
“Mimpi apa?”
“Aneh. Nggak tau lah bu, aku malas memikirkannya lagi. Hehe”
“Yasudah kalau begitu.” Kata ibu lembut
“Eh, iya. Aku dan Zahra sudah punya nama jepang bu. Aku, Ichiko Michiko, sedangkan Zahra, Saki Sasazaki”
“Baguslah begitu. Ibu nggak perlu mencari nama untuk kalian. Ibu memanggilmu Ichi saja. Zahra, Saki. Sudah adakah yang tahu nama jepang kalian selain ibu?”
Ada, Ryutaro. Kalau Zahra aku nggak tahu. Mungkin belum”
“Ah, nak Ryu. Hanya dia yang tahu?”
“Hai” kataku malu
Ibu tersenyum melihatku. Nggak tega melihatku tersipu malu seperti itu, akhirnya ibu mengalihkan pembicaraan.
“Yasudah. Cuciannya sudah beres. Sekarang tinggal kita bilas dan jemur” kata ibu semangat.
Kamipun menbilas dan menjemur baju yang telah kami cuci.
Setelah itu kami istirahat di teras. Ibu juga membuatkan susu vanilla hangat untukku. Kami bercerita banyak hal. Ibu juga menceritakan dua anaknya yang telah dewasa kepadaku, disela-sela mendengarkan ceritanya aku meminum susu vanilla hangat yang telah dibuatkannya. Tampak kesedihan diwajahnya setelah menceritakannya.
Ia tersenyum lagi. Menghapus bekas susu vanilla di sudut bibirku dengan tissue. Aku kaget. Lalu berterimakasih.
“Eh?” kataku kaget, ketika ibu mengelap sudut bibirku dengan tissue.
Ada bekas susu. Lain kali dibersihkan sendiri ya” kata ibu lembut.
“Eh? Arigatou”
“Yasudah. Ibu masak dulu ya. Bangunkan Saki. Ini sudah jam 7 pagi. Kamu bisa kan menjadi kakak?”
HAH? AKU JADI KAKAKNYA ZAHRA :S batinku nggak percaya.
“Eh? Aku jadi kakaknya Zahra? Aku memang punya adik, umurnya 11 tahun. Tapi kalau Zahra jadi adikku..” kataku sambil menerawang.
“Eh! Nggak boleh begitu! Cepat lambat kalian juga akan merasa seperti saudara. Dan sekarang, kalian adalah anakku. Berarti kalian sudah bersaudara. Dan karena umurmu lebih tua, maka kamu yang harus menjadi seorang kakak”
“Hai. Baiklah” kataku nurut.
Aku kembali ke kamar.

KREEKKKKK..

Pintu kubiarkan berbunyi keras.
EH? YA TUHAN PARINGONO SABARRR(berikanlah sabar) JAM YAHMENE HURUNG TANGI??!(Jam segini belum bangun??!). KESET POLL!!(pemalass)batinku ketika melihat Zahra masih nyenyak tidur.
Aku langsung ada ide.
Senyum nakal muncul.
Aku ambil hpku, ku foto saja Zahra. Setelah puas, aku mengambil syal berbulu yang ada di lemari.
Aku belaikan bulu-bulu itu di hidung Zahra. Dia langsung gosok-gosok hidungnya. Haha astaga lucu banget wajahnya!
“Ah, iya. Satu lagi.”
Aku langsung gelitikin leher Zahra.
Kepala Zahra langsung goyang. Pindah posisi tidur pula. Aku ketawa keras. Aku langsung membekap mulutku sendiri karena nggak mau Zahra bangun begitu gampang tanpa kujahili terlebih dahulu. Satu lagi kelemahan Zahra. Aku langsung gelitikin perut Zahra.  Dan sukses bikin Zahra bergeliat nggak jelas.
Sebenarnya kelemahanku sama Zahra itu sama yaitu di: 1. leher, 2. perut. Tapi, kalau Zahra di tambah dengan betis. Padahal betiskan enggak geli kalo di pegang. Aneh.
Zahra benar-benar bangun. Aku langsung acting membereskan kasurku. Berhasil. Zahra langsung percaya.
“Eh? Ucik udah bangun? Tumben”
“Iya dongse.. kamu tidurnya nenyak banget ya? Tadi ngerasa nggak, nendang sesuatu?”
“Enggak tu. Kenapa?”
“Nih, ada korbannya nih” kataku sewot sambil nunjuk bokongku.
“Hehe. Ya maap”
“Y”
“Aaah ucik gitu~” rengek Zahra
“Mandi dulu sono! Ntar gentian. Kamu di jemput Yama kan?”
“Iyaa. Ah, arigatou Ucik~chan. Kau telah mengingatkanku”
“Ih bahasamu mit amit”
“Haha. Yaudah. Aku mandi dulu. Jhaa ne~”
“Jangan lupa kasur dibersihin!”
“Sip bos!” kata Zahra bergema dari dalam kamar mandi
Setelah aku membersihkan kasurku sendiri. Aku mencoba menghidupkan radio. Pertamakalinya aku mendengarkan siaran radio Jepang. Yang jelas, aku nggak ngerti apa yang penyiar bilang. Lalu, lagu Yabu - My everything berkumandang..
Ku hayati liriknya. Meski tidak terlalu mengerti arti bahasa jepangnya, tetapi lagu ini dapat membawaku kesuasananya.

Matataku Hoshi ga hitomi wo tojite
Kaze ga yukuesura miushinau toki ga kite mo
Kawaranu omoi You're the one
Itsu no hi mo kimi wo aishiteru

In my heart kono mune no naka shizuka ni
Demo tashika ni kimi no sonzai ga
Itsuka nani yori mo taisetsu na mono ni natte ta
Can you listen to my heart?

Want you to know
I really wanna say to you, 
That you're the only one
Kimi ga subete You're My everything

Eien ni mirai mo koko kara ugokidasu no sa
Until the end of time, everything

Wow, nukumori wo dakishime atte iru
Yasashisa ni ude wo mawasu
Soshite sasayaki wa shidai ni kasanari
Futari wa hitotsu ni naru

Want you to know
I really wanna say to you, 
That you're the only one
Kimi ga subete You're My everything

Eien ni mirai mo koko kara ugokidasu no sa
Until the end of time, my everything

Hanasanai yo You're my everything

And (you) have to know,
You gotta listen to my heart, 
I can be the one for you,

Until the end of time, my everything...

MY EVERYTHING...


Setelah lagu itu selesai aku langsung ingat Nisa. Aku jadi sedih. Kemana Nisa? Atau mungkin yang lebih tepat adalah Kita yang kemena?
Setelah jeda iklan, frekuensi radio itu memutar lagu Big Bang – Tonight. Dalam sekejab, aku lupa akan kesedihanku. Kubesarkan volume. Bahkan Zahra sampai dengar.
“Ucikk!!!!! Itu tonight ya? Gedein dong suaranya gedein!” kata Zahra heboh dari dalam kamar mandi.
Tanpa menjawab, langsung saja volumenya aku besarkan.
“Oke! Sip cik!” teriak Zahra dari dalam kamar mandi.
Aku berdiri. Menari mengikuti tempo lagu. Menari dan menyanyi sesuka hati mengikuti lagunya. Dari dalam kamar mandi juga bergema lirik lagu ini. Zahra menanyi. Mungkin menari juga dalam kamar mandi.
Sangat asik.
Lagupun berakhir, Zahra juga selesai mandi.
“Asik Cik! Mandi sambil joget!” kata Zahra saat keluar dari kamar mandi.
“Asik ya? Laptop mu mana? Ntar disambung ke speaker radio ini aja. Biar mantapss~ oke?”
“Sip!”
Akupun mandi dengan ditemani lagu-lagu kesukaan kami. Mulai dari Big Bang(somebody to love,haru-haru),Cody Simpson(Iyiyiy,summertime),sampai Katty Pery(e.t).
Entah kenapa hari ini jadi begitu semangat.
Well, ternyata Zahra sudah di jemput duluan. Aku menunggu Ryu dengan perasaan senang dan deg-degan.
Aku menunggu Ryu di ruang tamu. Tiba-tiba ibu muncul
“Kok belum berangkat? Masih nunggu nak Ryu? Sarapan saja dulu Ichi.”
“Eh? Hai”
Aku menurut saja. Karena sebenarnya aku juga sudah lapar.

***************
“Ah, akhirnya Ryu datang juga” kataku lega setelah menuggu setengah jam
“Gomen telah menunggu lama”
“Nggak papa. Kamu udah sarapan?”
“Udah. Tentu saja. Siap berangkat?”
“Daritadi. Hehe. Ibu aku berangkat dulu ya!!!” teriakku dari luar.
“Eh? Sudah di jemput ya? Hati-hati ya nak!” samar-samar terdengar  suara ibu dari dalam.
“Hai” kataku semangat.
Aku mengambil tas kecilku. Dan segera berdiri di samping Ryu.
“Kamu nggak marahkan?”
“Untuk apa marah?”
“Karena kita jalan. Aku nggak bawa kendaraan.”
“Astagaa. Pertanyaanmu aneh banget. Ngapain marah kalo gara-gara jalan kaki? Nggak masalah buat aku, mau jalan kaki atau naik kendaraan mewah. Yang penting aku bisa..”
Bersama  kamu batinku.
“Bisa apa?” tanya Ryu
“Bisa sehat. Hahaha” jawabku asal. Dan langsung berlari duluan. Ryu mengejarku. Ryu menangkapku. Mendekap bahuku.
Aku kaget. Aku jadi canggung.
Astagaa. Ya tuhaan! batinku.
“Eh.. maaf. Bukan maksudku..” kata Ryu malu-malu.
“Sudahlah. Ayo kita jalan lagi!”
Tiba-tiba aku mendapat telepon dari orang. ternyata orang itu membicarakan banyak hal. Otomatis aku jadi tidak menghiraukan Ryu.
Orang ini menelepon lama juga. Mungkin sekitar 20 menit. Sampai-sampai Ryu marah padaku.
“Berangkat sendiri ya! Berangkat sama orang yang nelpon kamu aja tuh!” kata Ryu sebal. Wajahnyapun terlihat kesal. Lalu ia meninggalkanku. Jalannya cepat sekali. Aku tidak bisa mengejarnya.
“Eh? Ryu?! Tunggu” kataku sambil jalan tergopoh-gopoh.
Aku kehilangan Ryu. Aku jongkok, mengambil nafas.
“Aihh,, Gomen Ryu! Aku nggak bermaksud.. aduh dasar bodoh!” aku memarahi diriku sendiri. Mau tidak mau aku harus berangkat sendiri menuju tempat latihan JUMP. Dengan daya ingat seadanya, aku berjalan lemah menuju tempat latihan JUMP. Sampai ada orang yang menggangguku.
“Hai cewek. Mau karaoke denganku?” kata cowok berwajah bad-boys, tetapi tingginya tidaklebih dariku.
Aku takut. Ngeri. Jijik.
Aku mundur selangkah. Cowok itu maju selangkah.
“Ayolah nggak perlu malu-malu” kata cowok itu lagi
Aduh! Amit amit eh! Someone, help me please! Batinku.
Tiba-tiba ada yang menggandengku. Dia menggenggam tanganku kuat.
Ternyata Ryutaro.
Eh? Ryutaro?batinku
“Pergilah” kata Ryu datar tapi tegas.
Cowok itu nggak mau menyerah. Dia maju dua langkah.
Ryu bergegas berdiri dihadapanku, menghalangi cowok itu. Kini, Ryu menggandengku tak kalah kuat. Ryu menatap cowok yang lebih pendek darinya dengan tatapan dingin.
“Dia gadisku!” tambah Ryu.
Tanpa pemberontakan lagi, cowok itu akhirnya menyerah tanpa meninggalkan sepatakata pun.
“Arigatou Ryu” kataku dari balik punggungnya masih dnengan nada takut-takut.
Ryu tersadar. Ryu langsung melepaskan gandengannya.
“Lain kali, hati-hati” dengan nada khawatir
“Hai. Terimakasih Ryu-chan. Tadi apa kau bilang? Gadisku?” godaku.
Ryu menjawab dengan senyum nakalnya. Lalu ia ngeloyor lebih dahulu di depanku.
Aku speechless. Aku terdiam sejenak. Tidak menyangka ini akan terjadi. Lalu senyumku mengembang seketika. Semangatku bertambah. Akupun mengejar Ryu. Berjalan beriringan disampingnya.
Ryu menyambutku dengan senyum manisnya. Ia menggandeng tanganku lagi dengan lembut. Aku mengeratkan tanganku yang bebas  ke lengannya. Kulihat dari ekor mataku, senyum Ryu juga mengembang.Genggamannya tidak dilepas sampai kami tiba ditempat latihan JUMP.

·         Zahra Pov

“Hoooamm.. Eh? Ucik udah bangun? Tumben” kataku sewaktu bangun tidur (sambil garuk-garuk badan).
“Iya dongse.. kamu tidurnya nenyak banget ya? Tadi ngerasa nggak, nendang sesuatu?” tanya Ucik.
Aku bingung.
“Enggak tu. Kenapa?” jawabku jujur.
“Nih, ada korbannya nih” kata Ucik sewot sambil nunjuk bokongnya.
“Hehe. Ya maap” kataku sambil cengengesan.
“Y”
Ih? Ucik kok gitu ahhh!batinku
“Aaah ucik gitu~” rengekku
“Mandi dulu sono! Ntar gentian. Kamu di jemput Yama kan?”
“Iyaa. Ah, arigatou Ucik~chan. Kau telah mengingatkanku” kataku dengan nada semangat
“Ih bahasamu mit amit” ledek Ucik.
“Haha. Yaudah. Aku mandi dulu. Jhaa ne~” kataku santai
“Jangan lupa kasur dibersihin!” perintah Ucik
“Sip bos!” kataku nurut.

Di dalam kamar mandi sayup-sayup terdengar lagu Big Bang – Tonight. Aku langsung teriak saja.
“Ucikk!!!!! Itu tonight ya? Gedein dong suaranya gedein!” kataku heboh dari dalam kamar mandi.
Tanpa menjawab, Ucik langsung membesarkan volumenya.
“Oke! Sip cik!” teriakku dari dalam kamar mandi.
Aduh, kalo setiap mandi begini, aku semngat mandi!batinku.
BYURR.. BYURRR..
Neorul chajaseo oeo
nal bichowojuneun jeo dalbicharaero
geudal chajaseo oeo..
Tonight.. tonight.. tonight.. toniht…”
Asik banget!
Lagupun berakhir, aku juga selesai mandi.
“Asik Cik! Mandi sambil joget!” kataku saat keluar dari kamar mandi.
“Asik ya? Laptop mu mana? Ntar disambung ke speaker radio ini aja. Biar mantapss~ oke?” saran Ucik
“Sip!”
Akupun memutar kesukaan kami. Mulai dari Big Bang(somebody to love,haru-haru),Cody Simpson(Iyiyiy,summertime),sampai Katty Pery(e.t).
Ibu memnggilku. Katanya yama sudak sampai. Akhirnya aku menulis note di laptopku.

Cik! Aku duluan ya! Udah dijemput. Hehehe
Nanti laptopnya matiin sekalian ya. Hehe. Arigatou~
Zahra :3

Setelah menulis note untuk Ucik, aku bergegas menuju ruang tamu.
Yama sudah menunggu rupanya..
“Gomen sudah menunggu” kataku
Yama menoleh ke arah ku. Tersenyum seperti malaikat.
Ya tuhann. Berikanlah aku kekuatan!!! Batinku.
“Siap?” kata Yama ceria
“Sangat” jawabku singkat. Aku tidak dapat berfikir apa-apa kalau sudah berada dekat Yama. Aku tidak bisa berkutik.
“Baiklah. Kami berangkat dulu. Permisi” kata Yama pada ibu sambil memberi menunduk memberi hormat.
“Hati-hati ya Saki!” kata ibu.
“Hai, kami pergi dulu ya bu” kataku.


Kali ini kubiarkan Yama membukakan pintu. Sekarang moodku sudah jauh lebih baik.
“Bagaimana keadaanmu hari ini? Lebih baikkan?” kata Yama perhatian membuka pembicaraan
“Tentu. 100% malahan hahaha” kataku lalu menyunggingkan senyumku
Yama bengong melihatku.
“Yama? Ada yang salah?” tanyaku bingung. Tiba-tiba menjadi kikuk.
“Eh? Enggak kok”
“Lah terus bengong kenapa?”
“Lihat lesung pipi mu. Lucu sekali” kata yama, lalu menyunggingkan senyum malaikatnya.
“Hehehe”
Aku hanya cengengesan mendengar kalimat Yama barusan. Tetapi dibalik itu aku sangat malu. Pipiku rasanya panas sekali, berharap wajahku tidak seperti kepiting rebus.
“Ohiya, Zahra. Kamu bilang, kemarin kamu suka masak kan? Kamu suka masak makanan yang kayak apa?”
“Yang enak. Hahah”
Yama mengeluarkan wajah nggak percaya. Lalu senyum nakal muncul di sudut-sudut bibirnya.
“Hmm, kalo gitu. Kapan-kapan kita harus tanding”
“Boleh. Kapan? Emangnya dapur ibu boleh di pake sama kita ya?”
“Pasti boleh. Ibumu juga sering pergi keluar kota untuk bekerja. Kamu udah diceritain?”
“Ah? Belum cerita apa-apa ibu. Mungkin nanti. Kalaupun pergi, kita juga mesti minta ijin sama ibu”
“Masa belum? Ibu Naomi pasti akan cerita ke kalian. Dia pengusaha lho.”
“Waahh.. ibuku hebat juga ternyata”
“Oh iya Zahra. Tadi, kenapa ibu manggil kamu Saki? Itu namamu?” tanya yama tiba-tiba.
Aku ingat, Yama belum kuberitahu.
“Eh iya..Aku sudah punya nama Jepang sejak dulu”
“Apa namanya? Perkenalkan aku dengan nama Jepangmu..”
“Hai. Hajimemashite, namae Saki Sasazaki. Yoroshiku ne~”
“Jadi, aku boleh memanggilmu Saki-chan?”
“Sangat boleh. Yang tahu nama Jepangku baru kamu.”
“Wah? Iya? Aku orang pertama?”
“Selain Ucik dan ibu.”
“Cowok pertama?”
“100 buat Yama-chan!!”kataku ceria.
“Yes!huhu” kata Yama dengan nada penuh kemenangan.
“Ucik juga punya nama Jepang lho”
“Eh? Apa namanya?”
“Ichiko Michiko.. eh, iya.ngomong-ngomong soal Ucik..”
“Apa?”
“Dari awal dia tahu HSJ kamu udah di anggap jadi kakaknya. Kamu mau kan jadi kakaknya?”
“Eh? Gimana ceritanya dia bisa nganggep aku kakaknya? Tapi boleh juga lah, nambah satu adek lagi.” Kata Yama santai sambil menyetir
“Iya. Jadi tuu,, Ucik tu bilang sama aku, ‘Zah, aku kok sayang sama Yama ya? Tapi sayangnya bukan kayak aku ke Ryutaro. Tapi sebagai abang. Sumpah deh’ gitu katanya” definisiku mengebu-gebu
“Hmm. Tapi kayaknya enak juga punya adek kayak dia. Enak diajak berantem.”
“Eh? Kok malah berantem?” tanyaku bingung
“Kalo dilihat dari wajahnya. Mungkin sifatnya sama kayak Ryutaro,  pemalas, jahil, sukanya menang sendiri, chidish, sok dewasa dan lain-lain”
“Heee.. iya juga sih?”
“Benerkan? Aku juga udah siap kok dipanggil ‘oppa’.”
“Eh? ‘oppa’ ? kok bisa?”
“Nggak papa, pingin aja sekali-kali dipanggil ‘oppa’ nggak papakan?”
“Iya deh” kataku nurut aja.
“Saki-chan suka korea?” tanya Yama tiba-tiba(lagi)
“Hehe. Lumayan. Big Bang especially. Bukannya Yama juga suka ya?”
“Big Bang? Jangan bilang kamu suka Seungri?” kata Yama tanpa menggubris pertanyaanku -_-“
“Suami pertamaku haha” jawabku santai
Tiba-tiba Yama jadi lesu.
Aku jadi merasa bersalah.
“Tenanglah Yama, you’re..”
You’re still the only one in my heart batinku.
“You’re apa?”
“Mau tau aja.. weekk” kataku sambil menjulurkan lidah
Yama tersenyum lagi. Lalu menyubit pipiku dengan satu tangan. Aku bisa menangkisnya. Tetapi setelah di tangkis, Yama malah melepas kemudi dan berhenti mengemudi. Lalu dengan penuh semangat mencubit pipiku dengan kedua tangannya plus memakai senyum (unyu-unyu—nya).
“Auu..” desahku karena pipiku dicubit Yama.
“Eh? Sakit ya? Gomen” kata Yama langsung melepaskan cubitannya.
Aku menggosok-gosok pipiku yang dicubit olehnya.
Sakit mamennn.. tapi nggak papa deh. Selama yang nyubit Yama :D batinku
“Sini biar ku Bantu” kata Yama lalu mengelus-eles pipiku.
Aku membeku.
“Sekarang sudah lebih baikkan?” kata Yama penuh perhatian.
“Sangat” kataku tak percaya sehabis di elus-elus yama.
“Hmm.. yasudah. Sekarang kita jalanin lagi mobilnya. Lets goo!!” kata yama ceria.
Kamipun sampai ketempat latihan JUMP.
Dari parkiran terlihat mobil-mobil sudah terpakir dengan rapi, mungkin sudah banyak yang datang. Mungkin hamper semua. Aku jadi gugup. Bayngkan, bagaimana tidak gugup bertemu dengan idola?
“Kamu kenapa?” tanya Yama setelah melihatku gupup tiba-tiba.
“Eh? Ehmm.. aku hanya gugup”
“Gugup untuk?”
“Ketemu kalian”
“Ah, tenang saja. Kami semua baik-baik kok” kata Yama sambil menyunggingkan senyum ramahnya.
Lalu ia mendorong pundakku.
“Enggak usah gugup Saki-chan” kata Yama ceria, tanpa menghilangkan senyum ramahnya.
Menggiringku sampai masuk ke ruang latihan.

“Ohayooo~” kata Yama ceria
“Ohayooo Yama-chan, Zahra-chan” kata Yuya ramah
“Ohayooo..Eh? Sudah datang?” Kata Chii dengan suara khas nya.
“Ohayooo semuaa” kata Dai,Hika,Yabu,Inoo bebarengan
“Ohayooo~” kataku
Kulihat Yuto dan Keito yang sedang sibuk dengan stick drum dan gitarnya.
Astagaa~ keito cool bangett batinku ketika melihat Keito sedang memainkan senar-senar gitar nya.
YA TUHAN! YUTO KEREN BANGET!! NIBANKU GANTENG BANGET!!!!!  Batinku ketika melihat Yuto sedang bermain-main dengan sepasang stick drum nya.
Kusapa saja mereka..
“Ohayooo Yuto~ Ohayooo Keito~” sapaku ceria beserta senyum dengan lesung pipiku yang nggak ketinggalan.
Mereka yang tadinya enggak mengetahui kehadiranku, mereka langsung menoleh ke arahku. Wajah mereka yang tadinya serius, berubah menjadi ramah dan mereka tersenyum ke arahku.
Aku berteriak dalam hati. Meminta pertolongan pada tuhan, supaya tidak pingsan bergitu saja.
Ahhh,, ya Allah. Berikanlah aku kekuatan!
“Ohayooo Zahra-chan” sapa mereka bebarengan.
“Nah, karena hamper semua sudah datang, kita main yuk! Sini-sini. Ngumpul disini semua!” kata Chii ceria seperti biasa
Kami semua merapat. Duduk di lantai. Karena sofanya nggak cukup. Disebelah kiriku ada Yuto, di sebelah kananku ada Yabu.
Kyaaa!!! Diapit niban sama sanban!!!!! Kuatkanlah iman ini ya tuhannn batinku.
“Mau main apa Chii?” kata Yama ceria
“Main permainan jempol aja yuk!” tambah Dai-chan. Dai-chan semangat banget mainan permainan ini. Liat saja di making Arigatou Sekai.
“Ayo!!!” kat Inoo tak kalah semangat.
“Baiklah, dimulai dari siapa? Aku dulu ya..” kata Chii
“18!” tambah chii semangat.
“Woow, hebat! Disini jempol yang berdiri ada 20. hahaha” kata Hika
“Yee.. daripada kamu, kalah terus” kata Chii
Semua langsung tertawa.
“Stt.. diam! Whatever. Lanjutkan” bantah Hika
“10!” kataku
“1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 wah! Hebat Zahra-chan!” kata Yuto semangat
“Hehe..”kataku
What? Aku dipuji sama nibanku~ aaaa \(^o^)/
“12” kata Yabu
“1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11, ah hamper” kata Yuto
“Sial” kata Yabu
“Wah!! Gandengan tangan! Cieee,, Ryutaroooo!!!!”kata Chii tiba-tiba mengagetkan kami semua.
Otomatis kami semua menoleh kea rah pintu.
Dan coba tebakk..
Ryutaro dan Ucik gandengan tangan!!!
“Wah, iyaa, gandengan tangan” kataku dengan nada takjub dan terharu.
Setelah semua mata memadang kearah mereka, mereka malah melepas gandengan.
“Yaah, kok malah di lepas?” goda Yabu.
Chii berdiri. Lalu menghampiri mereka.
“Ayo masuk!” kata Chii, lalu menggeret mereka masuk.
Hamper semua dari kami berdiri menyambut mereka.
Ucik berdiri dekat Yuto dan Chii. Sedangkan Ryu, didekatku dan Yama.
“Heh kamu! Panggil aku ‘oppa’ !” todong Yama tiba-tiba ke Ucik dengan nada yang nggak santai.
Kami semua yang berada diruangan ini terkejut. Aku sudah tahu kalau Yama pingin di panggil ‘oppa’ sama Ucik. Tapi aku hanya kaget, karena cara meminta,tempat,dan waktu yang nggak terduga.
“EEEHHHHH????” kata semua member JUMP(kecuali Yama) dan Ucik.
Ucik menoleh ke arahku.
Aku cuma bisa cengengesan
“Panggil aku ‘oppa’, dan aku siap menjadi kakakmu!” ulang Yama dengan nada yang lebih nggak santai.
“NGGGG…” kata Ucik sambil menatap Yama aneh.
*******************

Komentar

Postingan Populer