The Last Summer

Title                 : The Last Summer
 Genre              : Romance and family
Ratting             : PG
Author             : Ucii Pradipta
Cast                 : Ryutaro Morimoto, Ichiko Sugawara [OC], Natsuhana Morimoto [OC], Shintaro Morimoto, Yuto Nakajima, Zahra Nafisa [OC]
Disclaimer       : This is Just a fanfiction.  Ryutaro Morimoto and Shintaro Morimoto belong to god and their parent, and also Yuto Nakajima and Zahra Nafisa. Ichiko Sugawara belong to me (Ucii Pradipta) and Natsuhana Morimoto is a character that I made. Actually, there was a part that always come to my dream. Last night I dreamed again about it. I cried when I dreamed that, and I cry when I write this fiction. And actually, this is sequel of “When Love is Come as Hero pt. 2” but I not write it yet.hehe WLICAH pt. 2 is Ryutaro and Ichiko’s story~ so I’ll write it soon.heheh~ please enjoy minna!!!



The last Summer



Di beranda salah satu kamar inap di rumah sakit ternama di Tokyo..
“Okasan, aku ingin main diluar seperti yang lainnya..” rengek Natsu
Dengan perasaan yang sedih, sang ibu menjawab dengan raut muka yang terlihat tabah. Ia menjajarkan tingginya dengan anaknya.
“Natsu-chan, dengar ibu baik-baik ya sayang.. Natsu harus sehat dulu agar bias bermain dengan teman-teman Natsu yang lain. Makanya Natsu harus semangat supaya sembuh. Ok desu?” jawab sang ibu memberi pengertian kepada anaknya.
“Begitukah? Jika aku benar-benar sembuh, oka-chan akan membiarkanku bermain dengan yang lain?” balas Natsu dengan nada semangat
“Un, mochiron desu” jawab sang ibu sembari mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Yattaaaaa~ aku boleh bermain dengan yang lainnnn~~~” kata Natsu dengan gembira
 Dengan hati yang terasa seperti teriris, ibu Natsu harus tetap menyimpulkan senyum dibibirnya untuk anaknya itu.

10 tahun yang lalu…..

“Mau.. maukah kau menjadi pendamping hidupku… Ichiko?” Tanya Ryutaro
dengan nafas yang tersengal. Darah mengalir dari sudut bibir kirinya, dari pelipisnya. Matanya kebiruan membengkak. Tubuhnya tak berdaya. Ia telah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan gadisnya.
Pipi Ichiko pun mulai basah, air matanya mulai menetes.
“Un.. Aku ingin menjadi pendamping hidupmu Ryutaro-kun” jawab Ichiko
Sebuah senyuman Nampak dibibir Ryutaro. Ia mendekatkan kepalanya dengan kepala Ichiko. Dahinya ia tempelkan ke dahi Ichiko. Tangannya mengelus kepala Ichiko lembut.
“Arigatou.. kokoro kara aishiteru yo” kata Ryutaro sebelum ia tak sadarkan diri
“Ryutaro-kunnnnnnn” jerit Ichiko sedih. Ia menangis untuk kedua kalinya.


********

“Ini undangan pernikahanku dengan Ichiko” kata Ryutaro sembari menaruh secarik undangan berwarna krem di meja kerja ibunya.
“Apa.. apa kau benar-benar durhaka kepadaku? Apa kau benar-benar tidak mengerti bagaimana perasaanku? Kenapa harus dengan gadis itu? Aku tidak ingin kau bersamanya, aku ingin..” belum sempat ibu Ryutaro menyelesaikan kalimatnya, sang anak memotong pembicaraannya.
“Kau selalu mementingkan apa yang kau ingin saja, kau tidak pernah mengerti akan perasaanku. Kau egois. Selama ini aku telah menjadi bonekamu, menjadi apa yang kau mau. Tapi untuk hal ini, aku tidak bisa mengikuti keinginanmu” jawab Ryutaro dengan tegas lalu pergi meninggalkan ruang kerja ibunya.
Sebuah sentuhan dibahunya menghentikan langkahnya. Ryutaro menoleh.
“Teruslah berjuang. Aku akan mendukungmu.” Kata seserorang
“Shintaro..” kata Ryutaro kaget.
“Ibu akan baik-baik saja. Aku yang akan mengurusnya. Kau, tetap harus berjuang, memperjuangkan apa yang kau kira benar. Aku akan datang ke pernikahanmu dengan Ichiko-nee” jelas Shintaro sang adik.
“Arigatou” jawab Ryutaro dengan mata yang berkaca-kaca.
Karena mereka sangat jarang bertemu, mereka memutuskan untuk keluar. Mereka pergi kesebuah café outdoor dengan view sungai yang indah.
“Aku, aku ingin pindah selepas aku menikah dengan Ichiko.” Jelas Ryutaro kemudian meminum secangkir espresso yang telah ia pesan.
“Kenapa secepat itu? Bahkan kau saja belum menyelesaikan kuliahmu” Tanya Shintaro
“Aku akan kerja sembari kuliah. Jika tidak begini, ibu takkan berubah. Aku memang tidak ingin membuat ibu kecewa, tapi aku sudah tidak bisa membuat diriku sendiri kecewa karena keinginan ibu”
“Aku tau apa yang kau rasakan. Jika itu benar pilihanmu, maka kau harus bertanggung jawab juga akan pilihanmu itu”
“Ne, aku tau itu”
“Terlebih, kau harus menjaga Ichiko-nee, jangan buat dia sakit ataupun sedih karena perbuatanmu”
Ryutaro menyunggingkan senyuman dibibirnya, ia tersentuh.
“Arigatou na~”

*****

Hari perikahanpun datang. Tak banyak orang yang datang. Hanya teman dan keluarga dekat.
Detik-detik pernikahan membuat Ryutaro gugup. Dengan setelan jas yang elegan dan pas dengan postur tubuhnya, ia menunggu Ichiko di altar.
Tak lama kemudian, Ichiko datang. Jalan menghampirinya dengan didampingi ayah Ichiko.
Setelah sampai di altar, ayah Ichiko mempersilakan Ryutaro untuk menggandeng putrinya. Ichiko dan Ryutaro Nampak serasi. Menggunakan pakaian pengantin seperti ini. Dengan gaun putih yang panjang, Ichiko Nampak anggun dan cantik.
Setelah janji suci mereka ucapkan, bibir mereka menyatu. Ryutaro mencium Ichiko dengan lembut. Kemudian diakhiri dengan ciuman di kening Ichiko. Tangis Ichikopun tak dapat dibendung lagi.
“Ne, mari kita memulai awal hidup kita yang baru” kata Ryutaro menenangkan Ichiko
“Un..” jawab Ichiko singkat sembari memberikan senyuman manisnya.
Kemudian, diacara lempar bunga…
“Ich.. ni.. san.. lempar!” kata sang mc
Ichiko pun melempar bunganya.
“Gyaaaa” teriakan para gadis yang berebut bunga tersebut.
Tak disangka, Zahra yang mendapatkan bunganya.
“Eeeh? Aku dapat bunganya Yuto-kun!!!” kata Zahra kaget
“Mungkin kita akn menyusul Ryutrao dan Ichiko secepatnya” kata Yuto sembari memeluk kekasihnya itu dari belakang
Pipi Zahra langsung berwarna kemerahan. Ryutaro dan Ichiko hanya tersenyum senang melihat kedua sahabatnya itu.
“Oi, Morimoto Ryutaro” panggil seseorang
Sepasang suami istri baru itu langsung menoleh ke arah suara.
“Shintaro-kun..” gumam Ichiko
Senyum Ryutaro pun merekah
“Omedetuo ne~ Semoga dengan kalian menjadi suami istri, hidup kalian akan lebih indah dan berarti” kata Shintaro kemudian memeluk sepasang suami istri itu.
“Arigatou.. honto ni arigatou” kata Ichiko
Shintaro hanya menjawab dengan sebuah senyuman manis yang tulus.
“Tolong jaga ibu. Aku sangat mengharapkan kehadirannya hari ini, tapi ia nampaknya benar-benar membenciku sekarang” kata Ryutaro. Sang istri langsung menenangkannya, mengelus lembut bahu Ryutaro.
“Tenang saja, ibu akan ku jaga sekuat tenagaku. Walaupun ibu terlihat tak acuh kepadamu, ia sebenarnya sangat memperhatikanmu. Aku tidak punya banyak waktu. Aku ada janji dengan seseorang. Semoga perjalanan hidup kalian indah. Sayonara” kata Shintaro sebelum meninggalkan tempat pernikahan Ryutaro dan Ichiko.
Ryutaro menggenggam tangan Ichiko. Ia memandang mata Ichiko lembut.
“Walau sesakit apapun, walau bagaimana keadaannya, aku akan terus berada disisimu. Aku akan berjuang demi masa depan kita. Karena tidak ada orang lain selain kamu dihatiku, hati ini sudah ku patenkan hanya untukmu. It’s gotta be you, only you” kata Ryutaro lembut kemudian mencium kening Ichiko


*********


Setelah menyelesaikan kuliahnya, Ryutaro dan Ichiko berniat untuk memiliki buah hati. Beruntung, tuhan mau memberikan mereka seorang malaikat cantik yang akan mereka bimbing sebagai anak…
Ichiko dinyatakan hamil tepat seminggu setelah kelulusan mereka.
Ryutaro dan Ichiko juga sudah pindah ke Osaka. Setidaknya, mereka sudah tidak satu kota lagi dengan ibu Ryutaro.
Ryutaro juga sudah mendapatkan pekerjaan yang cukup mapan sebagai manager sebuah perusahaan. Sedangkan Ichiko ia memilih untuk menjadi guru TK.
Hari demi hari mereka jalani bersama, kini kandungan Ichiko sudah mencapai 6 bulan. Mereka makin tak sabar untuk menggendong bayi pertama mereka. Keduanya sangat memperhatikan bagaimana perkembangan janinnya.
Namun, suatu hari Ichiko jatuh sakit.
“Sumimasen.. sumimasen” kata dokter yang mendorong kasur Ichiko.
Ryutaro yang juga mendorong kasur Ichiko, menuju UGD memegang tangan Ichiko dengan cemas. Ichiko terlihat sangat pucat.
“Ichiko sayang, bertahanlah. Kau pasti kuat” kata Ryutaro meyakinkan istrinya yang lemah tak berdaya.
“Maaf tuan, anda tidak diperkenankan masuk” kata seorang suster ketika sampai di UGD.
“Oh hai.. aku akan menunggu diluar” jawab Ryutaro.
Ia bersandar ditembok, mengambil nafas, menenangkan dirinya. Ia sangat khwatir. Ia tak ingin kehilangan istri tercintanya itu.
Beberapa saat kemudian, sang dokter keluar.
“Bagaimana keadaan istri saya sensei?” Tanya Ryutaro khawatir
Wajah sang dokter Nampak serius.
“Sepertinya istri anda kelelahan. Dan terlebih lagi karena banyak fikiran. Janinnya jadi terkena imbasnya. Dan juga penyakit lama istri anda kambuh lagi. Jika dilakukan operasi maupun pengobatan, akan berdampak kepada janinnya. Sekarang pilihannya ada dua, istri anda selamat, atau istri dan janinnya tidak selamat. Tolong difikirkan baik-baik Morimoto-san” kata dokter itu kemudian meninggalkan Ryutaro sendiri.
Ryutaro jatuh berlutut. Ia bingung. Mana yang harus ia pilih. Jika istrinya mengetahuinya, pasti ia akan sangat terpukul.

******
Keesokkan harinya, Ryutaro datang ke rumah sakit lagi, menjenguk istrinya setelah ia izin ke kantor.
Ia melihat pujaan hatinya itu lemas tak berdaya berbaring di atas kasur dengan infus. Hatinya terasa begitu sakit melihat istrinya seperti itu. Ia merasa bersalah karena tak bisa menjaga istrinya dengan baik.
Ryutaro menggenggam tangan Ichiko. Memandang wajah Ichiko lembut.
“Gomen, gomenasai. Aku tidak bisa menjaga dan melindungimu” kata Ryutaro. Ia menunduk. Menahan airmatanya.
Kemudian ada belaian lembut di kepalanya. Ia mendongak, melihat istrinya sudah sadar.
“Ini bukan salahmu, aku yang terlalu memaksakan diri” kata Ichiko kemudian ia tersenyum kepada Ryutaro yang mengisyaratkan ‘aku baik-baik saja’.
Ryutaro mencium kening Ichiko. Dalam hatinya, ia berdoa kepada tuhan, agar nyawa istri dan anaknya dapat terselamatkan.
“Ichi-chan, aku tau ini sangat berat. Tapi aku harus memberitahumu sesuatu” kata Ryutaro
“Tentang apa itu?” Tanya Ichiko
“Kau harus dioperasi segera, tapi..”
“Tapi kenapa?”
“Janinmu, jika operasi dan pengobatan dijalankan, maka akan berakibat buruk pada janin yang kau kandung. Kita harus merelakannya pergi.. ia akan menjadi malaikat kecil disurga” jelas Ryutaro.
Sontak saja pernyataan Ryutaro tersebut membuat Ichiko menangis.
“Tidak, aku tidak ingin melepaskan anak kita. Aku sudah menyayanginya. Aku tidak mau kehilangannya” tangis Ichiko
Ryutaro memeluk Ichiko. Menenangkan Ichiko. Air mata Ryutaro tak dapat dibendung lagi. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Ichiko, namun ia juga tidak mau kehilangan istrinya.
“Aku tidak ingin kehilangan anak kita” tangis Ichiko sambil memukul pelan bahu Ryutaro
“Iya, aku tau. Aku juga tidak ingin kehilangan anak kita”
“Aku ingin mempertahankan anak kita. Aku ingin membesarkannya”
Ryutaro memegang kepala Ichiko. Menatap matanya.
“Dengarkan aku baik-baik, jika tuhan memang berada di pihak kita, tuhan tak akan mengambil malaikat kecil kita. Percayalah Ichi-chan” kata Ryutaro

Setelah perundingan dengan dokter, akhirnya operasi dijalankan tanpa harus menggugurkan kandungan Ichiko terlebih dahulu.

Ichiko pun masuk ke ruang operasi.
“Ingat, berjuanglah. Percayalah bahwa tuhan ada di pihak kita. Percayalah” kata Ryutaro sebelum meninggalkan ruang operasi.
Ryutaro menunggu diluar selama proses operasi berlangsung.
Tak sedetikpun ia lupa untuk tetap berdoa kepada tuhan. Meminta keselamatan akan istrinya maupun anaknya.
Sejam kemudian operasi selesai. Dokter keluar ruangan dengan wajah penuh syukur.
“bagaimana operasinya sensei?” Tanya Ryutaro khawatir
“Sebuah keajaiban datang. Kami bersyukur sekali operasi dapat berjalan dengan baik. Istri dan janinnya selamat semua. Tapi..” kata dokter menggantungkan kalimatnya
“Tapi apa sensei?” Tanya Ryutaro
“Mungkin dengan pengobatan penyembuhan yang akan dilakukan pada istri anda dapat berakibat pada jantung si janin. Tapi selama tidak ada gejala yang ditunjukkan janin, berarti janinnya akan sehat. Banyak-banyaklah berdoa pada tuhan Morimoto-san” jelas dokter
“Arigatou gozaimasu. Terimakasih atas kerja keras anda” kata Ryutaro berterimakasih
“Itu sudah menjadi tugas saya. Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu Morimoto-san” kata si dokter kemudian pergi.
Ryutaro tersenyum lega mndengar pernyataan dokter tadi, tetapi ia harus berani menanggung akibatnya kelak.

*******

“Oeeek..oeeekk” terdengar tangis bayi.
“Whoaaa! Sudah lahir! Ichi-chan, terimakasih!” kata Ryuatro yang menemani istrinya ketika proses persalinan.
Ichiko hanya dapat menangis bahagia melihat anaknya terlahir dengan selamat.
Setelah bayi mereka dibersihkan dan sudah di baluti pakaian, suster memberikan bayi mereka ke sang ibu, Ichiko.
“Omedetou anda telah jadi ibu. Putri anda cantik sekali” kata suster memberikan selamat
“Arigatou na” jawab Ichiko dengan senyuman yang manis.
“Baiklah, saya tinggal dulu. Kalu ada perlu tinggal memencet bel yang ada disana” jelas suster
“Hai..” jawab Ryutaro dan Ichiko kompak.
Ichiko membelai pipi anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tersenyum melihat malaikat pemberian tuhan yang kini sudah lahir dan berada di pelukannya.
“Nama apa yang cocok untuk malaikat kecil kita Ryuu-kun?”
“Karena sekarang musim panas, bagaimana kalau kita beri nama Natsu?” Tanya Ryutaro
“Ah benar juga..selain itu ia juga bunga bagiku. Kalau kita beri nama Natsuhana bagaimana?”
“Nama yang cukup baik.. Baiklah mari kita bimbing Natsuhana Morimoto bersama-sama” kata Ryutaro kemudian mengecup pipi anaknya itu.

Kebahagian menghampiri mereka, namun tak lama kemudian mereka merasakan kesedihan.
Setelah berumur satu tahun, anak mereka mulai menunjukkan gejala-gejala yang tak mengenakkan. Jantung anak mereka bermasalah.
Dengan rasa sedih, mereka harus membiarkan anak mereka hidup berkembang dengan obat-obatan supaya tetap hidup.

*****

“Happy birthday Nacchan, happy birthday Nacchan, happy birthday happy birthday, happy birthday Nacchan” kedua orang tua Natsu menyanyikan birthday’s song untuk anak mereka tercinta.
“Otanjoubi omedetou ne Nacchan” kata Ichiko sang bunda sembari membawa cake.
“Kyaaa, arigatou Oka-chan, Otou-san!!!” kata Natsu gembira
“Ne, sekarang tiup lilinnya dulu Nacchan!” kata Ryutaro
“Hai!” kata Natsu begitu antusias.
“Yatta~ sekarang Natsu sudah 5 tahun!!! Yeayy~” kata Ichiko berakting gembira
“Un. Sekarang Natsu sudah besar! Kalau Natsu semakin sering belajar, otou-san pasti senang dan bangga. Ini hadiah dari otou-san” kata Ryutaro kemudian memberikan Natsu sebuah bungkusan pink.
“Waaah, purezento?? Kyaaa arigatou otou-saaaann!” kata Natsu gembira kemudian mencium pipi ayahnya itu.
Natsu membuka bungkusan itu perlahan. Ia seperti ia tak ingin merusaknya.
“Waaaahhh.. buku? Arigatou naaaa” kata Natsu senang.
“Ti.. thin.. thinkeru be..ru.. Thinker Bell!” eja Natsu membaca judul buku yang diberi oleh ayahnya.
“Eh? Anakku sudah pintar rupanya” kata Ryutaro sembari mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Ini hadiah dari okachan” kata Ichiko lalu memberikan sebuah box kecil pada anaknya.
“Apa ini?” kata Natsu kemudian membuka box tersebut.
Ternyata isinya adalah music box.
“Waaah kirei da ne.. arigatou okachan” lanjut Natsu kemudian memluk ibunya.
“Un, douita Nacchan. Semoga kau suka dengan hadiah pemberian okachan dan otousan” jelas Ichiko
“Suki. Daisuki desu. Bagaimana bisa aku tidak menyukai barang pemberian kedua orang tuaku. Aku, aku sayang kalian” kata Natsu kemudian memeluk kedua orang tuanya.
Mata Ichiko mulai berbinar, hatinya tersentuh.
“Kami juga sayang Nacchan. Sangaaaattttt sayang…” balas sang ayah sambil mengelus lembut kepala anaknya tercinta.
Ichiko melepaskan pelukkannya.
 “Sekarang Nacchan sarapan dulu ya. Kemudian jangan lupa minum obat supaya sehat. Ok desu?”
“Ok roger!” jawab Natsu lucu membuat kedua orang tuanya terkekeh.
“Baiklah, Nacchan disini dulu ya, otousan dan okachan mempersiapkan sarapanmu dulu” kata Ryutaro.
“Hai. Aku akan membaca buku dulu sambil mendengarkan music box!” jawab Natsu senang.
Ayahnya hanya menjawab dengan anggukan dan belaian lembut dikepala Natsu.
Setelah keluar kamar, Ichiko terduduk lemas.
“Ini sudah tahunke-5. Tahun perkiraan dokter tentang lamanya hidup Natsu” kata Ichiko sedih
Ryutaro memeluk Ichiko.
“Jika tuhan berkehendak untuk mengambil Natsu sekarang, kita harus rela. Tapi kita juga tidak boleh putus asa sayang. Kita juga harus semangat dan berjuang untuk kehidupan anak kita. Mengerti? Jadi jangan memperlihatkan wajah seperti ini dihadapan Natsu. Natsu juga tidak ingin kita bersedih” jelas Ryutaro lembut kemudian mengusap air mata di pipi Ichiko.
Ichiko hanya mengangguk menanggapinya.

“Naccan, makanan datangggg~” kata Ichiko membawa sarapan untuk Natsu dengan ceria
“Wuaaah, sepertinya enak! Okachan, aku sudah membaca buku ini. Keren sekali. Thinker Bell tidak putus asa ketika kehilangan permatanya, ia terus berusaha mencarinya. Keren sekalikan?” oceh Natsu
“Kalau begitu kamu juga harus seperti Thinker Bell. Menjadi gadis yang kuat, menjadi gadis yang tidak putus asa. Oke?”
“Un,, aku juga ingin seperti itu!!!!” jawab Natsu semangat
“Nah, baiklah, pesawat datang. Aaaa~~~” kata Ichiko ketika menyuapi Natsu sarapan
“Waaaaahh.. oishiii!!!!” komentar Natsu setelah merasakan suapan sarapannya.
“Kalau begitu lagi ya? Aaaa~”

******

2 tahun berlalu dengan cepat. Diagnose dokter tentang lama hidup Natsu juga telah lewat. Ichiko dan Ryutaro senang karena diagnose dokter waktu itu salah. Mungkin, karena keajaiban itu datang lebih besar lagi.

Di beranda kamar inap, Natsu dan Ichiko sedang melihat ke taman bermain rumah sakit.
“Okasan, aku ingin main diluar seperti yang lainnya..” rengek Natsu
Dengan perasaan yang sedih, sang ibu menjawab dengan raut muka yang terlihat tabah. Ia menjajarkan tingginya dengan anaknya.
“Natsu-chan, dengar ibu baik-baik ya sayang.. Natsu harus sehat dulu agar bias bermain dengan teman-teman Natsu yang lain. Makanya Natsu harus semangat supaya sembuh. Ok desu?” jawab sang ibu memberi pengertian kepada anaknya.
“Begitukah? Jika aku benar-benar sembuh, oka-chan akan membiarkanku bermain dengan yang lain?” balas Natsu dengan nada semangat
“Un, mochiron desu” jawab sang ibu sembari mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Yattaaaaa~ aku boleh bermain dengan yang lainnnn~~~” kata Natsu dengan gembira
 Dengan hati yang terasa seperti teriris, ibu Natsu harus tetap menyimpulkan senyum dibibirnya untuk anaknya itu.

Kini umur Natsu sudah 7 tahun. Kesehatannya naik-turun. Bahkan sempat beberapa kali kritis, namun Natsu masih terselamatkan.
Natsu kini sudah menduduki sekolah dasar. Ia tetap bisa sekolah, namun tidak banyak kegiatan yang bisa ia lakukan. Ia tak pernah berolahraga. Karena olahraga adalah pantangan baginya.
Suatu sore Ichiko berjalan-jalan sore di taman bersama Natsu. Natsu merasa sangat senang bisa jalan-jalan di taman seperti sekarang.
“Natsu sudah capek? Yuk duduk disini sebentar” kata Ichiko.
Mereka duduk di bangku panjang.
“Okachan belikan minum dulu. Nacchan tetap disini saja ya. Jangan kemana-mana. Ok?” Tanya Ichiko memastikan
“Ok roger!” jawab Natsu semangat.
Kemudian Ichiko pergi membeli minuman, dan meninggalkan Natsu sendiri.

Sebuah bola menggelinding ke arah Natsu.
“Oii,, tolong lemparkan bola kami!” teriak seorang anak yang seumuran dengan Natsu
“Bolehkh aku ikut bermain?” Tanya Natsu
“Mochiron!”
Kemudian Natsu mengambil bola itu. Dan berlari gembira..

******

“Nacchan! Nacchan! Bertahanlah!” kata Ryutaro menatap anaknya yang sudah tak berdaya. Natsu mengenakkan alat nafas bantuan. Nafasnya terengah-engah. Tubuhnya kaku. Membuat Ryutaro dan Ichiko sangat takut dan khawatir.
“Nacchan! Bertahanlah! Maafkan okachan” tangis Ichiko.
“Maaf, sebaiknya kalian menunggu diluar” kata suster.
Keduanya hanya mengangguk.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana kau bisa kelepasan? Jelaskan!!” kata Ryutaro emosi. Hampir saja ia melepaskan sebuah tamparan untuk Ichiko. Ia sangat khawatir dan tidak ingin kehilangan anak sematawayangnya itu.
“Gomen,, gomenasai. Maafkan aku, ini salahku. Aku membiarkannya sendirian di taman. Kemudian Nacchan bermain sepak bola tanpa sepengetahuanku. Ini salahku” kata Ichiko kemudian memukuli kepalanya sendiri.
Ryutaro yang tadinya emosi, sekarang juga merasa bersalah setelah melihat istrinya begitu menyalahkan dirinya atas kejadian ini.
Ia menghentikan Ichiko.
“Ichi-chan, hentikan. Ichi-chan! Hentikan itu!” bentak Ryutaro
“Sudah jangan seperti itu, tak ada gunanya menyalahkan diri sendiri seperti itu” jelas Ryutaro kemudian memeluknya.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” Tanya Ichiko dalam tangisnya.
“Untuk sekarang kita hanya dapat berdoa” jawab Ryutaro

Beberapa saat kemudian sang dokter keluar.
“Morimoto-san, seharusnya anda lebih waspada lagi ketika menjaga Natsu-chan. Sekarang keadaannya kritis. Kita hanya dapat berdoa saja.” Kata sang dokter kemudian meninggalkan mereka.
“Maafkan aku, aku memang bersalah” kata Ichiko
“Sudahlah. Aku akan pulang dulu, membawakan ganti baju untukmu dan Natsu” jawab Ryutaro
“Un..” jawab Ichiko

Kemudian Ichiko duduk memandang anaknya yang terbaring lemah di kasur mengenakan alat bantu pernafasan serta infus yang terpasang ditubuhnya. Kabel-kabel yang berwarna-warni juga menempel di dada Natsu, kabel-kabel yang memonitori kinerja jantung Natsu.

Ichiko menangis.
“Kamisama, nande? Kenapa kau berikan malaikat kami penyakit seperti ini? Aku sudah tak tahan lagi. Aku tidak menginginkannya. Aku sudah muak. Kenapa kau memberikah hal ini kepada malaikatku ya tuhan? Apa kau tau seberapa tersisksanya aku melihat malaikatku berbaring lemas seperti itu? Apa kau merasakan kesaikitan yang dirasakan Natsu tuhan? Ambillah dia jika itu memang yang terbaik. Aku tak ingin dia seperti ini terus, merasakan sakit yang tak ada ujungnya.”  Tangis Ichiko kepda tuhan

Ichiko tak menyadari bahwa anaknya itu sadar. Sudah melewati masa kritisnya.
Terlihat air mata menetes dari mata Natsu. Meskipun Natsu tidak membuka matanya. Air mata kepedihan yang ia keluarkan…

Keesokkan harinya semua orang terkaget.
Natsu sudah tidak ada.. Natsu sudah meninggal. Ia sudah pergi ke surga, menjadi malaikan kecil yang cantik.
Ryutaro dan Ichiko tak menyangka hal itu terjadi. Karena histogram menunjukkan kinerja jantung Natsu membaik. Ichiko menangis sejadi-jadinya. Apa yang telah ia katakana kepada tuhan semalam, benar-benar terjadi.

Kemudian, Ryutaro menemukan secarik surat dibalik bantal Natsu.

Okachan, otousan. Ini aku Natsu, malaikat kecil kalian^^
Kalian jangan sedih ya kalau aku pergi ke tempat yang indah?
Aku ingin pergi ke taman surga.
Aku sudah lelah dengan semua ini.
Aku tidak ingin melihat kalian sedih lagi.
Aku tidak menginginkan penyakit ini, sama seperti kalian.
Mungkin tuhan memberikan penyakit ini untukku karena tuhan sayang aku.
Okachan dan otousan tidak perlu sedih ya.
Terimakasih sudah mau membimbing dan menjagaku selama ini.
Aku cinta kalian. Aku tak akan melupakan kalian.
Aku akan pergi dengan senyuman. Jadi kalian juga harus tersenyum ketika aku pergi, Ok?
Aku cinta kalian. Aku sangat sayang kalian.
Maafkan aku sudah merepotkan kalian selama ini
Sampai jumpa di surga otousan, okachan!
Aku akan menjadi Thinker Bell yang cantik disana.
Dimanapun aku berada, diamanapun kalian berada,
Aku mencintai kalian

Natsu-chan


Semuanya menangis membaca surat tersebut. Seorang anak kecil membuat surat seperti itu.
Kini, Ryutaro dan Ichiko tak akan merasakan musim panas yang sama lagi. Karena musim panas terakhir mereka telah pergi.. ke tempat yang indah…



THE END




Komentar

  1. sedih cii, mau nagis pas baca surat. good job cii >.< keep writing ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer