Fanfic: Tears and Smile #8



#Zahra’s Pov
“Tadaima..” kataku setelah mengganti sepatu dengan sandal rumah
“Okaerinasai” jawab ibu
“Tadaima..” kata Ucik dari belakangku..
“Okaeri” kata ibu lagi.
Sedaritadi aku terus tersenyum bahagia, mengingat kejadian barusan. Yama menyium keningku.
“Nanka kyo ureshiso ne” kata ibu melihat tingkahku dan Ucik.
Aku langsung ngelirik Ucik. Ucik juga lagi senyum-senyum bahagia juga.
“Ehm, anoo ibu” jawabku malu-malu
“Doushita no?” tanya ibu lagi
“Kami sudah resmi berpacaran. Aku dengan Ryu, Zahra dengan Yama” jawab Ucik.
“Eeh? Yokatta. Omedetou gozaimasu Uci,Zahra! Ibu sudah menantikannya lama sekali. Bahagianya aku mempunyai kedua putri seperti kalian. Haah, sayang, ibu tidak bisa merayakan. Besok, ibu harus pergi ke luar kota sebentar. Ada masalah perusahaan yang harus diselesaikan disana.”
“Ueeh? Masalah apa ibu?” tanya Ucik
“Itu, ada client yang tidak bisa datang ke Tokyo untuk membicarakan kerjasama yang akan dilakukan. Selain itu, ibu juga akan mengadakan promosi disana. Gomennasai ne, ibu nggak ada dirumah selama seminggu lebih. Daijoubu?”
“Daijoubu oka-san. Kami sudah besar. Kami bisa jaga diri” jawabku
Ucik manggut-manggut.
“Kulkas sudah terisi penuh dengan bahan masakan. Ibu hanya meninggali kalian 150.000 berhemat ya!”
“Itu sudah cukup ibu. Hai! Kami akan menghemat” kata Ucik.
“Sekarang kalian mandi dan segera istirahatlah. Ibu akan berangkat besok.”
“Hai!” jawabku dan Ucik serentak

Setelah mandi, aku dan Ucik tidak langsung tidur. Tidak bisa tidur lebih tepatnya. Kami mengambil alternative, kami memutar music yang lumayan keras. Kami menari sesuka hati. Kami memutar Somebody To Love nya BIGBANG, dan meniru sedikit gerakan dancenya.
Setelah merasa lelah, kamipun mematikan musiknya, dan rebahan dikasur.
I’m so stupid.. Bzzz.. Bzzz.. I’m so stupid.. Bzzz.. Bzzz.. Im so stupid in love
I’m so stupid.. Bzzz.. Bzzz.. I’m so stupid.. Bzzz.. Bzzz.. Im so stupid in love

Handphone yang deberikan Yama tadi bunyi. Ternyata sudah terisi simcard dan lagu-lagu BIG BANG.
Kulihat, ada nama Yamada Ryosuke, lalu ku buka handphone flip ku itu dan kujawab telepon dari Yama.
“Moshi-moshi Yama-chan..”
“Moshi-moshi Saki-chan. Sudah tidur?”
“Belum. Yama-chan, arigatou ne handphone nya”
“Ne~ douita~ handphonenya sudah ku pasang simcardnya, dan kontaknya sudah aku simpan nomor Ichi-chan dan juga member JUMP yang lainnya.”
“Ohhh,, hai! Arigatou gozaimasu..ehm, Yama-chan,kikitai koto ga arun desu ga”
“Ett, donna koto desu ka”
“Boleh aku memanggilmu Ryosuke-kun? Aku lebih suka memanggilmu Ryosuke-kun” pintaku
“Unn~  mochiron. Kenapa nggak. Kamu nggak capek hari ini”
“Hmm, sedikit, habis olahraga sedikit sama Ucik barusan”
“Saki-chan..” kata Ryo serius dari seberang sana
“Nanni?” jawabku serius
“Anoo, walau sesibuk apapun aku nanti kedepannya, aku tetap ingin jadi orang pertama yang mengucapkan selamat pagi, dan bila malam tiba, sebelum tidur, walaupun hanya semenit, aku ingin mendengarkan suaramu dan ingin menjadi orang terakhir yang mengucapkan selamat malam untukmu. Dan yang terpenting, terimakasih sudah mau menjadi bagian di hidupku”
Aku tercekat mendengar kalimat barusan. Betapa bahagianya aku sekarang ini. Senyumku tak dapatku sembunyikan. Ucik langsung menatapku curiga, dan langsung mendekat padaku.
“Hai! Atashimo. Aku menjadi merasa seperti orang yang penting saja bagimu Ryosuke-kun” jawabku
“Ueehh? Ryosuke-kun?!?!?! ECEIYEEEHHHH…” Tanya Ucik kaget skaligus menggodaku.
Aku tak menggubrisnya.
Terdengar pelan suara tawa Yama. Mungkin karena mendengar Ucik. Lalu ia berbicara serius lagi.
“Kamu memang telah menjadi salah satu orang terpenting dalam hidupku mulai sekarang Saki-chan.. Aishiteru”
Sekali lagi aku tersenyum dan merasa tersanjung mendengar perkataannya.
“Aishiteru mo”
Aku sudah tak dapat mengeluarkan kata-kata lagi. Aku seperti mati kutu jika sudah berbicara seperti ini atau ketika berduaan dengan Ryo.
“Sudah malam, tidur sana”
“Hai! Oyasumi”
“Yukkuri nenasai! Oyasumi”
KLIK. Kutekan tombol END dan menutup handphone flipku itu. Ucik langsung mendekat. Minta diceritakan apa saja yang kami bicarakan tadi. Aku sangat senang. Aku ingin membagi ke gembiraanku ini pada Ucik. Lalu ku ceritakan saja apa yang telah kami bicarakan tadi.
“Uwaaahh.. Romantisnya abangku nan obesitas ituuuu” puji Ucik. Aku mencubit Ucik. Enak saja, mengejek pacar orang obesitas-_-.
“Hus. Yama nggak obesitas tau-_- dasar adek yang nggak berbakti sama abangnya”
“Iie. Gomen.. panggilan kesayangan Zah:3 . Duuh, ternyata oppa ku itu so sweeet banget ya. Huhu. Terharu. Congratulation ya zah.huhu” kata Ucik lalu mulai merebahkan dirinya dikasur.
Aku juga merebahkan tubuhku ke kasur.
“Unn~ aku sangat beruntung bisa mendapatkan Ryosuke-kun”
“Sangat beruntung.. aku tidur duluan ya. Oyasumi” kata Ucik lalu menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.
“Kamu juga. Oyasumi Cik” jawabku lalu mulai memejamkan mata
*
“Zah.. bangun.. zah.. bangun. Ayo mandi. Gek sarapan” kata seseorang sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.
Ucik.
“Hai! Iya iya. Aku bangun” jawabku setelah setengah sadar.
Lalu Ucik keluar kamar setelah melihatku bangun.
Aku membuka handphoneku. Ada satu pesan suara dan satu pesan text. Aku buka pesan suara dulu.
“Ohayou Saki-chan.. bangun. Sudah pagi..” kata Ryo ceria dalam pesan suara itu. Aku tersenyum. Mengingat Ryo adalah orang pertama yang mengucapkan selamat pagi untukku hari ini.
Lalu ku buka pesan text nya.

From       : Yamada Ryosuke
Yoku nemutta Saki-chan? \(^.^)/

Lalu kubalas

To           : Ryosuke-kun U
Ohayou Ryosuke-kun (^_^)9
Tidurku sangat nyenyak J

Sebelum ku balas, nama kontak Ryo kuganti dengan Ryosuke-kun U
Tak lama kemudian langsung dibalas.

From       : Ryosuke-kun U
Yokatta J aku sudah tak sabar melihat senyummu pagi ini. Akan ku jemput jam 8 ya:D

#Uci’s PoV

Aku terbangun lebih awal. Seperti biasa, bangun tidur, aku langsung ke dapur, minum susu. Kebiasaan dari dulu yang tidak pernah hilang.
Ternyata ibu sudah berada di dapur untuk masak sarapan.
“Ohayou oka-san” sapaku
“Ohayou Uci-chan” balas ibu.
Uci-chan terdengar aneh di kupingku. Aku nggak terbiasa dengan panggilan itu.
“Emm, ibu bisa memanggilku Ichi-chan. Nama jepangku. Aku lebih suka jika dipanggil Ichi-chan oleh ibu”pintaku
“Unn~ boleh. Habiskan saja dulu susunya, sentelah itu Bantu ibu memasak ya Ichi-chan”
“Hai”
Setelah menghabiskan susu vanillaku. Aku segera membantu ibu memasak. Setelah makanan siap, aku disuruh mandi terlebih dahulu sebelum membangunkan Zahra. Setelah semuanya sudah mandi, kami berkumpul di ruang makan. Sarapan bersama.
“Saki-chan, ibu berangkat jam 9 nanti” kata ibu saat Zahra sedang melahap sarapan.
“Eeh? Jam 9? Ehm, gomennasai oka-san, aku nggak bisa nunggu ibu sampai berangkat, Ryosuke-kun akan menjemputku jam 8” jawab Zahra merasa bersalah
“Daijoubu. Baguslah nak Yama sedera menjemputmu. Kan masih ada Ichi-chan yang dirumah. Diakan nee-chanmu saki-chan, jadi biarkan dia yang memegang kunci rumah” kata ibu
Aku yang sedang melahap makanan yang ku buat tadi hanya bisa mengacungkan jempolku pertanda setuju.
“Hah, yasudah ayo dimakan lagi” kata ibu.
Zahra melahap masakanku dengan mantab.
“Zah, itu yang buat aku lhooo.,. enak kan?” kataku sambil senyum pernuh arti.
Zahra melotot tak percaya. Ia menelan makanannya dulu sebelum bicara.
“UOOHH.. HO.O PO? KOK ENAK EEEE?” tanya Zahra nggak santai.
Ibu tertawa melihat Zahra.
“Iya. Itu buatan Ichi-chan. Enakkan?”
“Nggak mungkin.. impossible ucik bisa masak enak kayak gini”
“Takut tersaingi ya mbak? Udahlah makan aja. Pagi-pagi udah berisik” sindirku
“Itu tadi yang bikin Ichi-chan, diajari ibu sedikit”
“Pantesan enak. Pasti horror rasanya kalo masak sendiri” jawab Zahra
“Tau aja sih¬_¬ haha” jawabku langsung ngakak sendiri.

Sarapan selesai, Yamada oppa datang.
“Ohayou gozaimasu” sapa Yama pada ibu sambil menunduk sopan
“Ohayou nak Yama” balas ibu
“Ohayou obesitas oppa!” sapaku sambil hormat nggak jelas.
Wajah Yama yang tadinya senyum sopan sekarang matanya menyipit segaris  sebal menatapku à ¬_¬)9
Aku langsung membentuk huruf V dengan kedua jariku sambil tersenyum paksa.
“Ryosuke-kun sudah datang?” tanya Zahra.
“Udah noh Zah. Yamada oppa sudah datang menantimu didepan sini” jawabku. Zahra keluar menghampiri kami.
“Anoo Ryosuke-kun, ibu mau pergi keluar kota, jadi, bagaimana kalau kita menunggu ibu sampai ibu berangkat? daijoubu ne?” tanya Zahra
“Aaah,, nggak perlu. Kan masih ada Ichi-chan. Sudah, kalian berangkat saja. Aku tidak apa-apa. Sudah, kalian berangkat saja” paksa ibu.
Kentara sekali kalu ibu ini sedang menjodohkan mereka. Mereka kan udah lengket begitu. Ngapain dijodoh-jodohin lagi? Ibu ini sukanya menjodoh-jodohkan orang ya ternyata:3 jodohin aku sama Taylor Lautner bisa nggak bu?batinku
“Hmm, kalau begitu, kami pamit dulu ya bu. Maaf kami tidak bisa menemani sampai bu Naomi berangkat.” kata Yama sambil menunduk sopan
“Ahh sudah, nggak papa. Kalian hati-hati dijalan ya” jawab ibu lalu mencium kening Zahra.
“Ibu juga. Hati-hati di jalan” kata Zahra cemas
Ibu mengangguk.
“Bu Naomi hati-hati di jalan ya. Kami berangkat dulu” kata Yama lalu menggandeng tangan Zahra. Lalu mereka berangkat.

Aku sedang mengalami kebosanan akut. Jadi, aku mengirim email saja untuk Ryu.
To           : Onetaro ♪
Subject   : -
Text        :
Kau sedang sekolah?

Tak lama kemudian dibalas..

From       : Onetaro  ♪
Subject   : nande?
Text        :
Unn~ sekarang sedang pelajaran kimia. Nande? Douishita?

To           : Onetaro  ♪
Subject   : daijoubu
Text        :
Daijoubu. Istirahat jam berapa?

From       : Ontaro  ♪
ubject     : -
Text        :
Jam 10

“Hmm.. jam sepuluh ya.. masih ada waktu” gumamku

To           : Onetaro  ♪
Subject   : -
Text        :
Yasudah. Belajar dulu sana. Aku nggak mau mengganggu. Jangan dibalas.

Semenit kemudian Ryu membalas.
“malah dibales-_____- nih anak” keluhku

From       : Onetaro ♪
Subject   : nande?
Text        :
Ada apa sih? :O

To           : Onetaro ♪
Subject   : -_-
Text        :
-________- kau mau dihukum gara-gara tidak memperhatikan guru?. Sudah, jangan dibalas lagi.

Akhirnya Ryu tidak membalas emailku lagi.

Ketika sedang menemani ibu, tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu. Aku ingin membuatkan bentou untuk Ryu. Karena aku tidak bisa memasak, aku minta bantuan ibu.
Aku diajari ibu membuat omelette dan juga onigiri. Onigiri yang ibu contohkan bentuknya besar, tapi aku membuatnya menjadi kecil-kecil dan ku bentuk-bentuk bermacam-macam. Dan sekarang pembuatan omelette. Aku memperhatikan ibu membuat omelette, nampaknya gampang dan rasanya juga enak setelah kucoba. Tapi, ketika aku membuat, hasilnya berantakan. Rasanyapun.. aku tidak mau bilang-__- percobaan kedua juga gagal, ke tiga, ke emapat juga gagal. Sampai akhirnya percobaan ke lima. Hasilnya lumayan. Semoga saja rasanya juga lumayan. Kuhias bentou nya. Jam sembilan tepat. Bentou untuk Ryu sudah siap. Sekretaris ibu pun sudah menjemput ibu, saatnya ibu berangkat. ibu menitipkan uang untuk seminggu penuh ini, dan juga kunci rumah.
“Nak, ibu berangkat dulu ya. Jangan lupa, kalau pergi kemanapun, setiap jendela dan pintu dikunci, gerbang juga. Jaga diri ya Ichi-chan. Ibu tau, kamu pasti bisa menjada adikmu, Saki-chan. Jaga diri baik-baik ya nak” kata ibu lalu mencium keningku.
“Hai! Ki o tsukete ne”
“Hai! Ibu akan pulang secepat mungkin”
“Hati-hati ya! Kalau mengantuk gentian saja menyetirnya” kataku pada sekretaris ibu
“Hai! Arigatou ne. kau perhatian sekali pada ibumu”jawabnya
“Seorang anak bukannya harus seperti ini ya pada ibunya? Sudah, kalian berangkatlah. Jyaaa. Hati-hati dijalan!”
“Jyaaa” kata ibu&sekretarisnya bebarengan sambil melambaikan tangannya, lalu mereka tancap gas.
Setelah itu, aku siap-siap untuk pergi ke Hirokoshi Gakuen nan elit itu. Ku kunci semua pintu dan jendela sebelum aku berangkat ke Hirokoshi dengan menggunakan sepeda.
Ku kayuh pedal sepedaku dengan semangat namun santai sambil membawakan sekotak bentou untuk seorang yang kusayang. Merasakan lembutnya belaian hembusan angin Tokyo yang sejuk ketika cuaca mulai panas. Memperhatikan segelintir orang yang mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kios-kios juga mulai menampakkan barang dagangannya. Kesibukan dimulai.
5 menit sebelum bel istirahat aku sampai di Hirokoshi. Ku parkirkan sepedaku di tempat yang disediakan. Entah kenapa aku bisa masuk ke gedung belakang sekolah. Aku tersesat saking luasnya sekolah ini. Dan factor utamanya adalah karena aku tidak bisa membaca kanji, hiragana, maupun katakana.
Tak sengaja ku lihat di belakang gedung olahraga, ada beberapa orang yang sedang beradu argument. Salah satu dari mereka mulai memberikan sebuah pukulan kepada orang yang mereka sudutkan ditembok. Aku adalah orang yang membenci hal seperti ini, bullying. Aku ingin berteriak menghentikan mereka. Tapi ada yang mencegahku.
Mulutku dibekap seseorang dan kembali menggeretku ke balik tembok. Mataku terbelalak setelah tahu siapa yang membekapku. Aku ingin meneriakkan namanya, tapi ia mencegahku dengan memberi isyarat menempelkan telunjuknya didepan bibirnya.
“Ryutaro..” bisikku pelan setelah ia melepaskan bekapannya.
“Ada apa? Kenapa kamu bisa sampai sini. Sebaiknya jangan mencampuri urusan orang yang tidak dikenal, karena bisa-bisa kamu yang akan celaka.” tanyanya khawatir
“Gomen. Aku hanya tidak suka bullying. Aku hanya ingin menolong.” Jawabku
Ryutaro tertawa kecil sambil menyenderkan tubuhnya ke tembok setelah mendengar jawabanku beserta kedua tangannya ia sembunyikan di saku celananya.
Kulihat Ryu menjadi orang yang berbeda ketika menggunakan seragam. Ia terlihat lebih keren walaupun jas seragamnya sedikit kedodoran.
“Kau lucu sekali. Ralat: baik, lucu dan sangat polos.” Kata Ryu sambil mengelus pucuk kepalaku dengan lembut.
“Apanya yang lucu?” tanyaku sebal
“Jadi kamu ke sini untuk apa?” tanya Ryu tanpa menjawab pertanyaanku-_-.
Perasaanku yang tadinya sebal karena ditertawai tidak jelas, kini berubah menjadi malu-malu.
“Anoo, ini” jawabku malu-malu sambil memberikan kotak bentou untuknya yang ku bungkus dengan kain bermotif bunga sakura dengan warna dasar biru tua.
“Eh? Waah, arigatou” teriak Ryu girang sambil menerima kotak bentou dariku.
“Hooy, siapa disana?” teriak garang salah satu laki-laki yang sedang membullying lalu menghampiri kea rah kami.
Cepat-cepat Ryu memasukkan kotak bentou ke dalam tas sekolahnya. Ketika laki-laki itu melihat kami, ia langsung memnggil gerombolannya untuk menangkap kami. Aku menelan ludah. Mulai berjalan mundur..
“Ichi-chan, dalam hitungan ke tiga, berusahalah lari secepat kilat” kata Ryu
“Unn~” jawabku cemas
Begitu segerombol laki-laki muncul dengan perawakan seperti preman, ryu mulai mengaba-aba.
“TIGA! LARIIIII!!” aba-aba Ryu.
Akupun langsung berbalik arah dan berlari secepat mungkin.
“Heey! Mau lari kemana kalian?!” teriak sang pemimpin gerombolan itu lalu mengejar kami.
“Ichi-chan” kata Ryu sambil menggandeng tangan sebelah kiriku. Kami berlari bersama. Kami meloncati pagar kecil 75cm pembatas gedung olahraga dengan lapangan olahraga bersama-sama dan kompak.
Hup!!!
Kami berhasil meloncat dalam sekali loncat. Kami berhasil lolos dari kejaran mereka. Yak disangka-sangka aku menabrak seseorang.
BRUUKK..
Aku terjatuh tersungkur. Begitu juga dengan orang yang ku tabrak.
“Auuu..” rintihku
“Astaga” kata Ryu kaget.
Kulihat, orang yang kutabrak mulai bangkit. Dan kini berdiri didepanku. Ku perhatikan orang itu dari bawah ke atas. Sepatunya, celananya, pakaian yang ia pakai, lalu wajahnya. Aku menelan ludah.
Mampusss.. ini kan guru musik killer yang waktu itu*(baca Tears and Smile #2 ). Mampus gimana ini batinku ketakutan.
Lalu, kudengar suara langkah kaki yang sedang berlari menuju kea rah kami. Akupun menoleh kebelakang. Benar dugaanku. Mereka adalah gerombolan yang mengejarku dan Ryu tadi. Ketika mereka melihat orang yang berada di hadapanku. Langkah kaki mereka berhenti. Lalu mereka berbalik arah dan sudah memasang ancang-ancang untuk kabur. Tapi sayang, guru killer ini sudah memnggil nama mereka satu-persatu.
“Berhenti kalian! Jangan harap kalian akan kabur semudah itu Kurosawa, Sebe, Tanaka, Ryuzaki, Sano! Ke sini kalian!” bentak guru killer itu pada gerombolan yang mengejar kami
“Kau! Berdirilah! Ryutaro, batulah dia berdiri.” Bentak guru killer itu lagi.
Ryutaro pun membantuku berdiri. Semua nampak sangat takut sekali berhadapan dengannya termasuk Ryutaro. Sepertinya maupun kelas artis atau kelas biasa kenal dengan guru killer ini.
“Kalian! Baris bersaf!” bentak guru itu.
Kamipun membuat barisan bersaf.
Ia mendatangi kami satu persatu. Kulihat dari mata ekorku, ketika guru itu berdiri dihadapan anak-anak nakal itu langsung menundukkan kepalanya ketakutan. Dari penilaianku guru itu tak cukup untuk di panggil guru ter-killer disekolah ini. Wajahnya hanya sedikit menyeramkan.
“Ryu, apanya yang menyeramkan dari guru itu? Wajahnya juga tak terlalu mengerikan” tanyaku pada Ryu.
“Sebenarnya, kalau dia sudah marah sangat mengerikan. Tapi itu wajar. Sebenarnya yang menakutkan adalah kata-katanya yang menusuk perkataannya itulah yang membuatnya dipanggil guru killer. Selain itu dia juga keras. Tapi dibalik kerasnya itu, dia punya maksud dibalik itu, supaya kami semua menjadi orang yang sukses” jelas Ryu panjang lebar.
“Umm~ aku pernah mendengarnya dari salah satu siswa ketika aku mengunjungi sekolah ini dengan rombanganku dari Indonesia. Kebetulan aku masuk kelasnya”
“Ehhmm.. sudah cukup mengobrolnya?” tanya guru killer itu. Sekarang ia dihadapan kami.
Aku dan Ryu hanya mengangguk. Wajahnya mulai menakutkan.
“Ryutaro Morimoto, kenapa kau dan gadis tak dikenal ini berlarian? Ini bukan taman kanak-kanak lagi” kata guru dengan perawakan sedikit botak dan berbadan tegap dengan tegas.
“Gomennasai sensei. Kami dikejar oleh mereka karena kami tak sengaja mereka sedang membullying salah satu murid lainnya di belakang gedung olahraga” jawab Ryu jujur.
Guru killer ini langsung menoleh kea rah anak-anak nakal tadi.  Lalu kembali menatapku dan Ryu.
“Kalain berdua, berdiri satu kaki dan jewer kuping kalian sendiri.”
Hah? Yang bener nih? Masa hukumannya begini?batinku.
“Apa yang kalian pikirkan! Ayo angkat satu kaki kalian! Lalu jewerlah kuping kalian sendiri” bentaknya lagi lalu kembali ke anak-anak nakal tadi.
Dengan berat hati ku angkat kaki kiriku dan kujewer kupingku sendiri. Dan sedikit menunduk. Malu. Banyak yang memperhatikan kami disini. Dan pastinya, tak kalah banyak pula yang membicarakanku dan Ryutaro.
Aduuh, disekolah asli aja belom pernah dihukum beginian, eh, disini yang bukan sekolahku kok malah kena hokum??! Eeh, tunggu, tunggu, aku kan bukan murid sekolahan ini?! Kenapa aku mesti ngikutin hukuman ini?! Iya. Bener. Aku bukan murid sekolah ini. Buat apa aku ngikutin hukuman ini?!pikirku.
“Ryu? Aku sebenarnya juga tidak wajib mengikuti hukuman ini” kataku lirih
“Eh?”
“Aku bukan murid Hirokoshi Gakuen. Tunggu sebentar ya. Aku ingin bicara pada guru itu”
Aku tetap melangkah maju mendekati guru itu walaupun aku mendengar Ryu mencegahku.
“Kau. Kenapa keluar barisan! Kau mau dihukum lebih dari ini?” tanya guru ini pedas.
“Gomennasai sensei. Tapi saya bukan murid sekolah ini, jadi, saya tidak wajib untuk melakukan hukuman yang anda berikan. Apakah anda masih ingat saya?” kataku
Sejenak guru itu berfikir, seperti memutar kembali ingatannya selama beberapa minggu kebelakang. Lalu ia mengingatku. Wajahnya nampak tak percaya.
“Anata wa..” katanya tak percaya.
“Hai. Atashiwa Uci desu. Indonesia-jin. Saya pernah menjadi tamu disini. Dan kebetulan saya masuk kelas anda waktu itu.”
“Boku wa Kobayasi desu. Park Joon Kobayashi. Bicaralah yang sopan” kata guru itu.
“Sebelumnya saya minta maaf dulu sebelum bicara. Demo, Kobayashi sensei seharusnya tidak melampiaskan kesepian anda kepada murid-murid disekolah ini”
“Eh?”
“Saya sudah tau ini sejak saya masuk kelas anda sebagai tamu. Sangat kentara sekali, mimic wajah anda berubah ketika saya menyanyikan Waiting Outside The Lines. Selain itu, ditambah dengan sedikit cerita dari salah satu murid..” kalimatku berhenti ketika melihat orang yang menceritakan sedikit tentang Kobayashi sensei ini. Akachi. Aku tersenyum pada laki-laki yang model-modelnya mirip seprti di komik-komik. Lalu, aku kembali melanjutkan kalimatku.
“Dan saya tahu, bahwa di dalam hati Kobayashi sensei yang terdalam bahwa sesungguhnya hal yang anda sangat inginkan bukan di sekolah ini, bukan di Tokyo, bukan di Jepang. Melainkan di Korea. Dan anda sangat merindukan keluarga kecil anda di Korea, kembalilah. Pulanglah ke Korea. Keluarga anda juga pasti sangat merindukan anda. Mereka pasti sangat berharap, bahwa sang kepala keluarga pulang saat malam natal atau tahun baru. Percayalah pada diri anda sendiri, anda dapat merubah hidup anda yang tadinya kesepian menjadi ramai penuh kehangatan keluarga. Tapi mengapa anda tidak mau berusaha? Sesuatu yang lebih baik akan terjadi jikan anda mau berusaha untuk mencapainya, bukan untuk dipendam didalam hati. Bukankah anda telah banyak membantu murid anda menjadi sukses dan menjadikan mereka nampak bahagia setelah meraih kesuksesan? Tapi mengapa anda tidak bisa membantu anda sendiri untuk menjadikan hidup anda dipenuhi warna-warna kebahagiaan dalam hidup? Maaf jika aku berbicara terlalu banyak. Summimasen” kataku panjamg lebar lalu meninggalkan Kobayashi sensei. Tapi aku lupa satu hal. Jadi aku kembali berdiri didepannya.
“Oh iya Kobayashi sensei, Ryutaro tak bersalah. Kami dikejar segerombolan anak-anak nakal ini karena kami telah menyaksikan pembullyingan yang mereka lakukan terhadap salah satu siswa. Jadi ia tak perlu melanjutkan hukuman yang anda berikan” kataku
“Baiklah” jawab Kobayashi sensei pendek.
Lalu aku kembali pada Ryu dan memberitahukan bahwa ia tak perlu melakukan hukuman ini. Dan tiba-tiba, Kobayashi sensei datang pada kami.
“Terimakasih karena telah menyadarkan saya. Sejak kau datang menjadi tamu, aku memang sudah tersadar, tapi ku coba untuk memendamnya lagi. Dan sekarang, kau datang nak, kali ini kau benar-benar membukakan hatiku. Arigatou gozaimasu” kata Kobayashi sensei lalu menunduk hamper 90E.
“EEHH?!!” kataku dan Ryu kaget bebarengan.
Tak cuma kami berdua yang keget, tapi seluruh orang yang berada di lapangan.
Kobayashi sensei tetap menunduk menunduk hamper 90E.
 “Douitamemashite sensei. Jangan seperti itu” jawabku. Lalu aku dan Ryu memaksanya berdiri tegap.
Kalau tidak kami paksa untuk berdiri tegap, mungkin Kobayashi sensei akan tetap menunduk hamper 90E.
“Ryutaro-san, Uci-san, tolong temani sensei pulang ke Korea. Tolonglah. Aku akan sangat sedih jika kalian menolak, terutama kau Uci-san. Kau yang telah membangunkanku. Lusa kita akan berangkat. Ryutaro-san akan ku urus surat izin untukmu. Tiket pulang-pergi sensei yang urus. Sekali lagi terimakasih. Arigatou gozaimasu” kata Kobayashi sensei.
Tanpa menunggu jawaban kani berdua, Kobayashi sensei langsung meninggalkan kami pergi.
“Sou ka.. Ichi-chan” kata Ryu
“Ne?”
“Kau tau? Betapa bangganya aku sekarang padamu?”
Aku hanya terkeh.
“Kembalilah ke kelas. Dan jangan lupa makan bentou nya. Jangan sampai kelaparan. Oke?”
“Oke bos! Akan ku makan dengan senang hati” kata Ryu ceria sambil hormat ala paskibraka.
Aku tersenyum melihatnya seperti itu. Inilah Ryutaro yang ku kenal.
“Baiklah. Aku pulang dulu ya?”
“Aku antar ya”
“Tidak usah. Kamu balik ke kelas lagi aja. Aku bisa sendiri. Jyaaa….”
“Baiklahh.. hati-hati di jalan ya” kata Ryu
Akupun kembali ke tempat parkiran sepeda untuk mengambil sepedaku. Ketika ku kayuh sepedaku keluar gerbang, ada seorang gadis yang bersekolah di Hirokoshi Gakuen ini menatapku. Aku hanya membalasnya dengan lirikan. Entah, siapa siswi itu. Aku tidak mau memikirkan hal yang tidak penting.
Ketika di perjalanan pulang, aku mampir ke super market untuk membeli minum. Aku akui, bersepeda di Tokyo siang-siang begini lumayan membuat haus. Ketika aku menikmati minum yang barusan ku beli sambil menggiring sepedaku ada seseorang yang tak sengaja menabrakku.
BRUUKK..
“Gomennasai.. aku tak sengaja” kata pria yang menabrakku itu.
“Unn~ daijoubu, aku tidak sampai jatuh”
“Summimasen” kata pria itu lagi sebelum kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah minumanku habis, aku kembali mengayuh sepedaku ke tempat latihan JUMP.
******************
Setelah bermain bersama BEST, terutama Hikka, kami sama-sama membadut. Zahra juga membadut. Jika ditambah dengan Nisa dan Regina (teman sekolahku) pasti kami akan jadi grup pelawak yang laris manis.
Satu persatu member HS7 mulai berdatangan. Mulai dari Yama, Chinen, Keito, Yuto sudah datang. Sedangkan yang ditunggu-tunggu belum datang juga. Sedangkan waktu sudah melewati jam makan siang. Perut sudah mulai berdeno meminta diisi dengan makanan sedar dan sehat.
Aku keluar dari keramaian, menyendiri di ayunan tempat dimana Ryu menyatakan perasaannya padaku. Mengingat kejadian yang menurutku menyakitkan sekaligus membahagiakan.
“Uci, doushita no?” tanya seseorang.
Dai-chan.
“Eh? Dai-chan?  Nande monai”
“Hm.. sou ka.. Omedetou gozaimasu ne Uci. Semoga kalian langgeng ne”
“Arigatou gozaimasu Dai-chan. Bolehkah aku bercerita sedeikit?”
“Unn~ mau cerita apa?” kata Dai-chan ceria.
“Dai-chan? Apa kau pernah menyukai seseorang? Dan juga berfikir bahwa kau tidak akan pernah mendapatkannya? Demo, kenyataannya kau bisa mendapatkannya”
“Iya. Aku sedang menyukai seseorang. Pernah. Demo, mungkin sekarang hanya harapanku saja. Dia sudah dimiliki orang lain” kata Dai-chan sedih
Aku yang tak pernah melihat Dai-chan sesedih itu langsung menghiburnya. Aku tak tega melihatnya sedih. Entah mengapa.
“Dai-chan, daijoubu desu ka? Pasti suatu saat kau akan mendapatkan gadis itu. Percayalah” kataku memberi semangat untuk Dai-chan dan juga memberikan senyum termanis ku.
“Arigataou Uci. Semoga saja” jawab Dai-chan lalu tersenyum.
**********
“Cik. Beli cemilan yuk. Laper” kata Zahra
“Unn~ ayook. Sek, tak cek dulu duitnya.”
Akupun mengecek uang pemberian ibu di dalam tas.
“Chotto matte.. chotto matte..” kataku panik
“Kenapa Cik?”
Aku tak menggubris pertanyaan Zahra.
Amplop berisi uang yang diberikan ibu tadi pagi hilang. Padahal itu untuk keperluan kami seminggu. Wajahku berubah pucat. Aku menelan ludah. Amplopnya benar-benar hilang. Tubuhku mejadi lemas.
“Cik?” tanya Zahra khawatir
“Hilang.. amplopnya hilang. Amplopnya berisi uang 150.000 untuk kita berdua selama seminggu”
Wajah Zahra nampak shock.
150.000 cik? 150.000 cik? Itu kan nggak sedikit! Kok bisa ilang?” kata Zahra shock
“Tadi pas aku jalan kesini habis beli minum ada kokk.. jangan-jangan..”
“Jangan-jangan apa?” tanya Yamada oppa dan Zahra bebarengan.
Aku menelan ludah (lagi).
“Kecopetan” kata seseorang dibelakang. Aku meneloh. Benar tebakanku. Ryutaro.
Aku mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan Ryu.
“Bagaimana ini?” tanyaku
“Tenang saja kami pasti membantu” kata Hikka tiba-tiba.
Jujur saja, aku memang tak suka dengan Hikka karena kejahilannya, tapi dibalik itu, dia sangat baik dan perhatian.
“Unn~ tentu saja.” Tambah Yabu dan Inoo.
“Arigatou minna-san. Demo, aku tidak ingin merepotkan kalian. Bagaimana kalau kalian mencarikanku kerja?”
“Eh? Bagaimana bisa begitu? Berarti Saki-chan juga kerja? Tidak bisa. Saki-chan tidak boleh bekerja” kata Yamada oppa tak mengizinkan Zahra untuk bekerja.
“Iya, aku setuju dengan Yama-chan” kata Yuto.
“Unn~ lagi pula, kalian masih kecil. Mau bekerja apa kalian?” kata Takaki
Kini Zahra angkat bicara.
“Terimakasih atas perhatian kalian. Demo, aku nggak ingin merepotkan kalian. Kami akan belajar mandiri” kata Zahra lalu berdiri didekatku.
“Bagaimana kalau kalian menjadi guru les?” tanya Keito
“Tidak mungkin. Kau tau sendirikan bagaimana Uci? Pasti nggak akan berhasil karena nggak sabaran. Yang ada, murid yang ia ajar nangis ketakutan” kata Chii.
“Iya benar.hehe” Kataku membenarkan kata-kata Chii..
“Penjaga toko?” usul yang lain
“Kau jahat sekali-_- kau tega membiarkan kedua gadis ini menjadi penjaga toko?” kata Yama membara
“Bukan. Bukan seperti itu juga sih.. kalau penjaga perpustakaan?”
“Mereka tak bisa tenang. Yang lebih cocok Inoo, bukan mereka” kata Yabu
“Jadilah penjaga hatiku” kata Ryu sambil menatapku
Dheg..
Jantungku berdebar tak normal ketika Ryu menatapku.
Sedangkan yang lain tertawa mendengarkan kalimatnya, Aku tersipu malu mendengar ia mengatakan seperti itu.
“Dasar kau ini. Ditengah-tengah keadaan seperti ini kau malah bicara seperti itu. Minggir-minggir” kata Yamada oppa lalu ia berdiri disebelahku menghalang-halangi Ryu lalu mengacak-acak rambut Ryu..
“Sudah.. Yamada oppa. Hentikan.” Kataku. Tapi tak di gubris olehnya.
“Ryosuke-kun..” panggil Zahra. Dengan satu kali memanggil, Yamada oppa langsung berhenti dan berpindah posisi berdiri di sebelah Zahra. Sihir apa yang digunakan Zahra sehingga Yamada oppa sangat mendengarkan Zahra? Jawabannya hanya satu. Sihir cinta. The magic of love.
“Sou ka.. kalian suka anak kecil?” tanya Hikka tiba-tiba
Zahra mengangguk. Aku berfikir sejenak. 50:50 sebenarnya. Semua mata tertuju padaku. Menunggu jawabanku. Akhirnya akupun mengangguk.
“Sepertinya aku punya pekerjaan yang cocok untuk kalian” kata Hikka
“Eh? Apa?” tanya kami penasaran
“Babysitter”  jawab Hikka lalu tersenyum manis memamerkan gingsulnya.
Kali ini kami semua setuju.
“Arigatou Hikka-chan. Kau penyelamat kami. Arigataou” kataku
“Itu lah gunanya teman bukan? Selalu ada ketika teman sedang susah. Kami akan membantumu sekuat yang kami bisa” jawab Hikka
“Kami sudah menganggap kalian sebagai keluarga kami” kata Yabu.
Aku benar-benar tak menyangka mereka menganggapku dan Zahra sudah seperti keluarga. Semuanya tersenyum padaku dan Zahra.
“Arigatou” kataku terharu sambil menunduk berterimakasih
***********
“Sou.. kalian bisa langsung bekerja” kata Hikka
“Eh? Sekarang?”
“Unn~ kebetulan ada 2 orang teman orang tuaku yang butuh babysitter. Mereka butuh babysitter untuk seminggu ini. Orang tua pertama, bernama Aoi Mizuki, wanita karier yang suaminya sudah tiada, anaknya mungkin sekarang kelas 2 SD. Orang tua satu lagi, Kaito Matsumoto, seorang presdir yang istrinya meninggal karena melahirkan anak mereka, mungkin anaknya sudah TK sekarang.” Jelas Hikka
“Sou ka.. mereka single parent ya. Hmm.. baiklah. Antarkan kami segera.”
Lalu Hikka mengantarkan kami ke sebuah café. Hikka mengantarkan kami pada kedua orang tua yang membutuhkan babysitter.
“Konnichiwa Mizuki-san, Matsumoto-san.”sapa Hikka
“Konnichiwa Yaotome-san” balas mereka
“Konnichiwa” sapaku dan Zahra.
Lalu kami saling memperkenalkan diri dan juga membicarakan hal-hal mengenai anak-anak mereka yang akan kami asuh.
“Sou ka.. jadi kalian yang akan mengasuh putra-putri kami?” tanya Mizuki-san
“Unn~ mereka bisa diandalkan” jawab Hikka.
Semoga saja batinku.
“Baguslah kalau begitu. Jadi mereka yang akan kamu sauh” kata Mizuki-san padaku sambil menunjuk dua anak kembar laki-laki perempuan yang sedang main robot-robotan.
“Sedangkan kamu, kamu akan menjaga mereka” tambah Matsumoto-san pada Zahra sambil menunjuk dua anak kembar laki-laki yang sedang melukis.
“Hah, kalau begitu, selamat berjuang! Gambarimasu! Saya pamit duluan” pamit Mizuki-san sambil menyemangati.
“Saya juga pamit duluan. Saya masih ada pekerjaan yang menunggu. Kalian, berjuang ya!” tambah Matsumoto-san
“Hai. Arigatou. Kami akan berjuang.” Jawab ku dan Zahra bebarengan
Setelah para orang tua pergi, kini giliran Hikka yang pergi.
“Haaah, aku juga pulang dulu ya. Semoga berhasil! Dan ingat satu lagi. Kalian harus ceria ya, jangan menakut-takuti mereka dengan wajah sangar kalian. Hahahaha. Jya ne! Ganbatte!” kata Hikka lalu ngeloyor begitu saja.
“Hmm.. ganbatte, ganbatte!” kata Zahra lemas
“Bayangin aja yang kamu asuh itu anakmu sama anaknya oppa” celetukku
“Kyaa.. bener!!!” jawab Zahra girang lalu mulai membayangkan sesuatu entah apa itu.
Tiba-tiba..
“HUAAAAA…HUHUHUHUHUHU.. HUAAAAA” tangis seorang anak
“Mamfusss” eluhku
Kulihat ada seorang ibu yang sedang memarahi anak-anak yang ku asuh. Aku langsung mendekat dan melindungi mereka.
“Sumimmasen. Maaf, ada apa ya? Kenapa anda memarahi adik saya?” tanyaku
“Oh.. jadi kamu kakaknya. Jaga adik yang bener ya. Jangan asal memukul anak orang” bentak ibu itu.
Aku langsung melihat si anak. Ia terlihat menangis dan memegangi keningnya. Aku berlutut menyamakan posisi tinggi badanku dengan si kembar.
“Apa itu benar?” tanyaku pada si kembar lirih.
Keduanya menggeleng. Lalu aku kembali menatap anak si ibu itu dan mulai berbicara lagi.
“Sumimasan. Gomennasai. Tapi sepertinya keua adik saya tidak melakukan apapun terhadap anak anda” kataku sopan
“APA? TIDAK MELAKUKAN SESUATU? LALU KENAPA ANAK SAYA SAMPAI MENANGIS HAH?”bentak ibu itu.
Tangis anaknya makin keras.
“Sebaiknya ibu tanyakan sendiri pada anak ibu” usulku
“TANYA TANYA! EMANGNYA SAYA INI IBU MACAM APA MENGINTROIGASI ANAKNYA SENDIRI” bentaknya lagi
Dan yang benar saja, tangis anaknya lebih jadi.
Aku menelan ludah
“Nah, lihatkan? Anak saya sampai menangis begitu!”
Aku menelan ludah lagi.
Aku memperhatikan anak itu lagi. Sekarang, mimic wajahnya bukan wajah kesakitan karena dipukul, melainkan wajah ketakutan.
Cling…
Ada titik terang yang menembus jalan fikirku.
“Anoo, sepertinya saya tahu kenapa anak anda menangis seperti itu karena..”
“KARENA APA HAH?” bentak ibu itu lagi
Anak nya tak berhenti menangis. Sampai akhirnya dibentak oleh ibunya.
“KAMU TUH KENAPA? NANGIS TERUS! KAMU KENAPA?” bentak ibunya emosi.
Bukannya berhenti menangis, anak itu justru tambah mewek.
“Seperti apa yang ibu lihat. Anak anda takut pada ibunya sendiri”
Aku menggandeng kedua anak yang ku asuh itu.
“HAH? APA KATAMU? JADI ANAKKU TAKUT DENGAN KU?”
“M..mungkin” jawabku pendek lalu melarikan diri menggandeng kedua anak yang kuasuh.
“Heyy! Kau! Jangan lari yaaaa!” terdengar teriakkan ibu itu.
Ibu itu tak akan mengejarku, karena anaknya masih menangis.
Sampai cukup sedikit jauh dari café, kami istirahat sebentar untuk mengatur nafas.
“Hosh! Hosh!”
“Asiiikk ya? Haha” candaku
“Hontou ni arigatou ne neechan” kata si kembar laki-laki
 “Douitashimashite”
“Kakak ini, kenapa baik pada kami? Kakak mau menculik kami ya?” tanya si kembar yang perempuan
“Ehh! Ngawur. Kamu lupa ya? Oka-san tadi bilang kan, kalau ada kakak yang akan menjaga kita seminggu belakangan? Pasti kakak inilah yang di maksud oka-san. Gomennasai neechan. Adikku enggak sopan” kata si kembar yang laki-laki
“Daijoubu. Iya. Kakak yang akan menjaga kalian selama seminggu terakhir ini” jelasku. Lalu aku berlutut menyamakan tinggiku dengan mereka.
“Oh iya, nama kalian siapa? Sampai lupa memperkenalkan diri. Baiklah, kakak dulu ya? Hajimemashite. Atashiwa Uci desu. Yoroshiku” tambahku
“Boku wa Suzuki Mizuki desu. Yoroshiku neechan” kata Suzuki-chan memeperkenalkan diri
“Okey Suzuki-chan. Sou..Anata wa?” tanyaku pada gadis kecil yang cantik itu
“Himitsu. Mau tau saja” jawab gadis kecil itu sinis.
Aku mengangkat sebelah alis.
“Ehhh. Kamu nggak sopan sih Ika-chan! Gomene neechan. Namanya Sizuka Mizuki. Tapi aku memanggilnya Ika-chan. Neechan juga boleh memanggil Sizuka dengan Ika-chan” kata Suzuki-chan
“Tidak. Nee-chan ini nggak boleh manggil aku Ika-chan Yuuki-chan!” bantah Sizuka-chan
“Yuuki-chan?”
“Sudah kubilang jangan memanggilku dengan sebutan itu didepan umum!” kata Suzuki-chan pada adiknya.
Kedua kakak beradik itu justru rebut sendiri tak memperdulikan aku-_-. Akhirnya akupun melerainya.
“Heyy.. hey.. heyy.. stop! Daijoubu. Neechan akan memanggil Sizuka-chan dengan Sizuka-chan. Dan neechan akan memanggil Suzuki-chan dengan Suzuki-chan. Oke?” kataku mencoba menengahi
“Baguslah kalau begitu” kata Sizuka-chan sambil melipat tangan didada
“Yasudahlah, neechan boleh memanggilku Yuuki-chan” kata Suzuki-chan menyerah
“Majide? Hmm.. baiklah. Sou, sekarang kalian mau apa?” tanyaku sambil menggandeng kedua anak kembar itu.
“Aku mau ice crean” kata Sizuka-chan
“Unn. Aku juga mau” tambah Yuuki-chan
Akhirnya kami mampir ke toko ice cream terdekat.
Keduanya memilih ice cream rasa coklat. Setelah menerima ice creamnya, bukannya di makan, justru Sizuka-chan malah mengoleskan seluruh ice creamnya ke celanaku. Sungguh (bedebah)… lalu Sizuka-chan lari menyelamatkan diri.
“SIZUKA-CHAANNNN KEMBALI KAMU YAAA!” jeritku lalu mengejarnya
“Tidak mau. Weekkkk” jawabnya lalu menjuurkan lidahnya
“Eh?! Beraninya ya kamu.. kembali!”
“Kejar saja. Lalalalalala” ejeknya sambil terus berlari. Ia tak memperhatikan jalan, sehingga ia menabrak seseorang dan terjatuh.
BRUUKK..
“Awww..” keluh Sizuka-chan kesakitan
Lalu ia menatap orang yang ia tabrak. Ia terpaku.
Akupun juga kaget melihat orang yang ia tabrak.
“Ehh??” kataku spontan


Komentar

  1. yosh~ over. hahahahha
    benar-benar kebut nih? hahahahha. suka sih sama ceritanya yang baru. lebih suka yang ini. lebih apa gitu~

    BalasHapus
  2. Yep, bajuuus Cik! akhirnya aku nunggu gak sia-sia, wakaka.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer